25. Jatuh Cinta

33.1K 3.9K 17
                                    

Happy reading, jangan lupa nyampah di lapak ini...
Instagram : @ellechelle_

***

Seumur hidupnya selama menjadi anak satu-satunya, Terra selalu egois, apalagi dengan Milan. Tidak ada kata mengalah dalam kamusnya, apalagi bersusah-susah ria meskipun itu untuk Milan tercinta. Padahal Milan selalu baik padanya.

         Terra meregangkan tubuhnya. Punggungnya kaku, matanya perih karena terlalu lama menatap layar laptop. Tangannya juga pegal-pegal karena mengangkat dan membolak-balikan dokumen dan kertas-kertas yang menumpuk.

         Pukul setengah satu dini hari, dan laporan untuk rapat besok sudah Terra selesaikan beserta bahan presentasinya, sementara Dion masih betah berada di alam mimpi. Kurang baik apa dia, mungkin ini kebaikan dan pengorabanan pertamanya selama dua puluh delapan tahun jadi penghuni bumi.

         Terra mencondongkan tubuhnya, menatap Dion yang begitu damai dalam tidurnya. Kalau begini lelaki itu jadi jauh lebih tampan sepuluh kali lipat dari biasanya. Dia jadi mengerti kenapa perempuan sangat tergila-gila pada Dion. Ibarat paket lengkap, mau cari yang seperti apa lagi.

         Bolehkah Terra bilang kalau mungkin dia sudah jatuh cinta pada Dion? Atau mungkin belum? Terra sendiri tidak mengerti seperti apa rasanya jatuh cinta. Kalau kata Milan ada beberapa hal yang menandakan kita sedang jatuh cinta, salah satunya dengan jantung yang berdegup lebih kencang. Jantung Milan selalu berdegup lebih kencang setiap berdekatan dengan Sintia.

Jantung Terra sih juga dag dig dug kalau sedang berdekatan dengan Dion, masalahnya adalah dia tidak mengerti degupan jantungnya itu karena jatuh cinta atau malah karena overthinking dengan kelakuan ajaib Dion. Lagipula jantungnya juga selalu berpacu lebih cepat setiap berdekatan dengan lelaki tampan, jadi itu tidak bisa dijadikan sebagai acuan.

         Yang kedua, kita selalu ingin bertemu dengan orang tersebut. Terra ingat betapa semangatnya Milan bercerita setiap kali dia akan bertemu dengan Sintia. Untuk yang ini juga bukan. Kalau bisa Terra tidak ingin sering-sering bertemu dengan Dion demi kesehatan mentalnya.

         Yang ketiga, kita selalu ingin ada untuknya dalam keadaan apapun. Kalau yang ini Terra juga masih bingung. Ketika mendengarkan masa lalu Dion tadi, ada rasa sesak di hatinya yang membuat Terra berjanji kalau dia akan membuat Dion melupakan semuanya. Dia tidak akan membiarkan lelaki itu terluka lagi untuk kesekian kalinya.

         Terra menggeleng pelan, geli dengan dirinya sendiri. Sejak kapan dia jadi wanita yang suka dengan hal-hal berbau romantis. Biarkan saja perasaannya sekarang karena dia sendiri juga tidak mengerti. Biar waktu yang akan menjawab semuanya nanti.

         Terra menepuk pelan lengan Dion beberapa kali, berusaha membangunkan lelaki itu. Beberapa kali hal itu dia lakukan, hanya gumaman kecil tidak jelas yang keluar dari mulut Dion.

         "Pak? Bangun, ini sudah larut." Bisiknya di telinga Dion. Perlahan lelaki itu mengerjap-ngerjapkan matanya, berusaha beradaptasi dengan ruangan yang terang.

         "Jam berapa ini?" Ujar Dion serak.

         "Hampir jam satu pagi." Mata dion sukses membola menatap Terra garang. Sudah bisa ditebak kalau sebentar lagi lahar panas bisa keluar dari mulut Dion. Sebelum itu terjadi, Terra sudah bicara lebih dulu.

         "Laporannya sudah selesai, Bapak tinggal periksa saja takutnya saya typo. Tapi harusnya nggak sih, saya sudah biasa bikin laporan beginian soalnya." Kata Terra sedikit menyombongkan diri.

         "Bahan presentasinya saya saja yang buat."

         "Sudah saya selesaikan juga. Bapak tinggal baca, terus besok presentasi sendiri, atau apa perlu saya yang presentasikan juga?"

TerraCotta (Completed)Where stories live. Discover now