9. Tersiksa

40.1K 4.5K 48
                                    

Happy reading, jangan lupa meninggalkan jejak....
Instagram : @ellechelle_

***

Dion menaikan sebelah alisnya ketika mendapati Terra sedang duduk anteng di mejanya. Meja sekertaris di depan ruangannya lebih tepatnya. Terra menatap balik Dion dengan berani, menunggu kata-kata pedas apa lagi yang akan keluar dari mulut lelaki di hadapannya itu. Terra tidak mau repot-repot mengucapkan selamat pagi, atau bahkan berdiri dari tempat duduknya pun tidak.

         "Saya pikir hari ini kamu tidak masuk kerja." Terra berdecih kecil, semoga saja Dion tidak mendengarnya.

         "Memangnya kalau saya nggak masuk Bapak yakin bisa kerja sendirian? Mau minta tolong Pak Adi?" Balas Terra menantang.

         Dion tidak membalas, dia memilih berlalu pergi ke ruangannya. Berdebat dengan bawahannya pagi-pagi begini yang ada malah membuat harinya akan semakin kacau.

         "Bawa kopi ke ruangan saya, sekarang!" Ucap Dion sebelum menutup pintu ruangannya dengan sedikit kencang.

         Terra meraih gagang telepon dan memencet beberapa angka. Belum sempat panggilannya diangkat, Dion kembali membuka pintu dan melongokkan kepalanya.

         "Saya mau kamu yang buat, bukan OB." Pintu kembali di tutup.

         Dengan kesal Terra membanting gagang telepon. Belum ada satu bulan bekerja dibawah Dion sudah membuatnya membanting beberapa properti kantor. Kalau genap satu bulan mungkin dia bisa membelah meja menjadi dua.

         Terra menuju pantry, mendapati beberapa karyawan sedang sibuk dengan sarapan mereka. Ada yang sedang menuang lontong sayur, bikin mie instan, atau sekedar menyeduh kopi atau teh. Tidak luput dari sudut mata Terra, Bagas ada disana, menyeduh kopi sambil memperhatikannya.

         "Tumben bikin kopi sendiri Bu." Celetuk Bagas ketika melihat Terra mengambil cangkir dan menuangkan dua sendok teh bubuk kopi.

         "Bukan buat saya." Jawab Terra malas.

         "Lah terus buat siapa?" Terra memutarkan kepalanya menatap Bagas dengan malas.

         "Big Boss."

         "Kan bisa minta tolong OB aja Bu, ngapain Ibu yang repot-repot bikin sendiri."

         "Nggak apa-apa, sekalian mau saya masukin racun biar cepat mati."

         "Astagfirullah Bu! Istighfar Bu! Dosa." Bagas memegang dadanya kaget.

         Entah ucapannya yang terlalu serius, atau Bagas yang kelewat bodoh sampai-sampai mempercayai ucapannya. Terra menuangkan air panas ke dalam cangkir dan mengaduknya. Sementara Bagas menatap ngeri pada cangkir yang ada di tangan Terra.

         "Bagas, saya nggak mungkin bikin bos baru kita mati. Saya masih mau hidup bebas, bukan dipenjara. Nggak usah lebay. Sana balik kerja!" Bagas langsung bergegas meninggalkan Terra. Kelakuan orang-orang di kantor membuatnya terlalu banyak mengelus dada. Bisa-bisa dadanya rata sebelum tua kalau begini terus.

         Terra mengetuk pintu beberapa kali, kemudian langsung membukanya tanpa menunggu dipersilahkan lagi oleh sang penghuni ruangan. Dibalik mejanya, Dion menatap angkuh pada Terra yang membawa secangkir kopi pesanannya.

         "Kamu bisa ketuk pintu dan tunggu saya persilahkan masuk." Terra tidak bergeming. Dia menuju meja Dion seolah-olah lelaki itu tidak mengatakan apapun, kemudian meletakkan secangkir kopi tersebut di hadapan Dion.

         "Kelamaan kalau saya tunggu dipersilahkan masuk. Saya tidak biasa bawa-bawa kopi beginian. Saya bukan sekertaris kalau Bapak lupa."

         Dion menghela napas. Kalau saja Terra bekerja di perusahaannya, sudah habis dia maki-maki sampai berhenti sendiri. Sayang saja Dion tidak ingin melakukan hal tersebut pada karyawan perusahaan papanya.

TerraCotta (Completed)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora