3. Jodoh Lagi

60.5K 5.3K 68
                                    

Happy reading, jangan lupa meninggalkan jejak...
Intagram : @ellechelle_

***

"Lo kebayang gak sih? Gimana nggak mau emosi gue? Kalau begini terus sih belom 30 tahun udah darah tinggi aja gue!" Terra menyuapkan sesendok penuh nasi goreng kedalam mulutnya. Wajahnya sudah mulai memerah, efek pedasnya nasi goreng dan panasnya hatinya.

         Milan yang sejak tadi juga ikut makan nasi goreng hanya bisa manggut-manggut mendengarkan Terra. Memangnya apalagi yang bisa dia katakan? Nasehat? Terra jauh lebih bijak dan lebih cerdas darinya, bahkan lebih segala-galanya. Apa yang tidak terpikirkan olehnya justru sudah seribu kali dipikirkan oleh Terra.

         "Belom lagi Pak Adi, dia tuh kaya nggak perduli kalau perusahaan tuh butuh diperiksa, ini mah masih nyantai aja kaya nggak terjadi apa-apa, padahal kita udah jadi bahan omongan di luaran sana." Suapan terakhir Terra masuk ke mulutnya. Satu porsi penuh nasi goreng spesial pedas dan telur mata sapi tandas sudah.

         Terra menyambar gelas yang ada di dekatnya dan menghabiskan seluruh es teh tawar yang sejak tadi sama sekali belum dia sentuh. Dengan sedikit tenaga dia kembali meletakkan gelas tersebut, menimbulkan sedikit bunyi benturan. Untung saja sedang tidak ramai, kalau tidak bisa jantungan pengunjung disini.

         Milan masih makan dengan santai. Nasi gorengnya masih tersisa beberapa suapan. Terra memandang Milan tanpa berniat bicara lagi. Biarlah sahabatnya itu menikmati suapan terakhir nasi gorengnya dengan tenang.

         Milanius Adiprakarsa, sahabat Terra sejak bayi. Usia Milan hanya terpaut dua bulan lebih tua dari Terra. Milan dan Terra banyak menghabiskan waktu bersama, mulai dari merangkak bersama, berlari bersama, main bersama, sekolah bersama, sampai dengan sekarang pun mereka masih bersama, hanya tidak sesering dulu.

         "Nasi goreng Pak Karyo memang the best sih dari dulu. Nggak ada duanya." Milan mengelap mulutnya dengan tisu, kemudian menyeruput es teh manisnya perlahan.

         "Resign aja kalau udah nggak betah Ter, dari pada stress gini. Tiap pulang kerja bawaannya ngomel terus. Lama-lama cepet tua sama penyakitan baru tau rasa."

         "Kalau yang nggak punya tanggungan sih bebas mau resign malem ini juga nggak masalah." Sindir Terra.

         "Yaelah, cuma nyokap doang kan, seberapa gede sih pengeluaran nyokap lo? Kan bisa cari kerjaan lain."

         "Cari kerja lain juga nggak segampang itu juga kali. Lagian perusahaan diluar sana belum tentu ada yang bisa kasih gue sebesar disini. Udah beberapa kali coba tapi nggak ada juga, semuanya masih dibawah ini." Terra tertunduk lesu.

         Lima tahun Terra disana bukan berarti nyaman, tapi karena tidak ada pilihan. Dari sekian banyak perusahaan yang sudah dia lamar, tidak ada yang bisa memberikan gaji sebesar perusahaan tempatnya bekerja sekarang.

         "Ya gimana dong, gue juga bingung. Married aja kalau nggak Ter, jadi tinggal minta duit aja sama suami. Nggak usah capek-capek kerja." Terra melotot kesal mendengar ide Milan.

         "Sialan lo, emang gue tukang minta-minta duit sama laki apa." Gerutu Terra. Milan tertawa puas setelah menggoda Terra. Bicara masalah pernikahan, Terra lebih sensitif belakangan ini. Setiap ada yang menyinggung pernikahan, dia pasti auto 1baper.

         "Yaudah buka usaha aja kalau nggak. Lo kan berjiwa pemimpin banget nih, bahkan lebih pemimpin dari para pemimpin-pemimpin lo. Siapa tau ternyata lo juga punya jiwa entrepreneur kan?" Terra memutar bola matanya malas. Ingin rasanya dia menimpuk Milan dengan gelas yang ada dihadapannya, sayang dia tidak ingin masuk penjara karena tuduhan pembunuhan berencana.

TerraCotta (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang