12. Perasaan Bersalah

38.3K 4.6K 31
                                    

Happy reading, jangan lupa meninggalkan jejak di lapak ini....
Instagram : @ellechelle_

***

Dion membanting pintu mobilnya kesal, kemudian melemparkan kunci mobilnya pada satpam tanpa mengatakan sepatah kata apapun. Aura Dion benar-benar mematikan sekarang. Rasanya dia ingin mencekik siapapun yang berani muncul dihadapannya.

         Tidak dia sangka setelah sekian lama, wanita itu muncul lagi. Dia pikir wanita itu tidak akan kembali ke Indonesia. Nyatanya setelah sekian lama, wanita yang paling dia benci muncul lagi dihadapannya, menyapanya dengan senyum bahagia seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa dan mereka hanya dua orang teman lama yang saling bertemu kembali.

         Tangan Dion mengepal dengan kuat, buku-buku jarinya sudah memutih. Emosinya jelas sudah naik ke ubun-ubun. Sekali lagi, Dion membanting pintu ruangannya sekuat tenaga. Biar saja satu kantor tahu kalau dia sedang marah sekarang.

         "Reyya,..." Gumam Dion kecil. Satu nama yang dulu selalu mengisi hari-harinya, tapi kini malah menjadi sebuah nama yang paling dia benci.

         Dulu Dion begitu memuja Reyya. Baginya, Reyya satu-satunya perempuan yang mampu menggetarkan hatinya. Reyya yang mengenalkan Dion pada perasaan yang dinamakan cinta, tapi Reyya juga yang memberitahu Dion apa rasanya benci.

         Reyya berhasil membuat Dion membenci seseorang hingga ingin mati rasanya. Reyya juga berhasil membuat Dion ingin menghabisi nyawa seseorang dengan begitu menggebunya, bahkan setelah sepuluh tahun berlalu. Kalau saja dia sudah kehilangan kewarasannya, mungkin detik tadi juga Dion sudah melemparkan Reyya dari lantai dua puluh dua tempat mereka berada.

         Hatinya begitu sakit melihat wanita itu baik-baik saja. Dia masih cantik seperti dulu, bahkan jauh lebih cantik dari terakhir kali mereka bertemu meskipun pertemuan terakhir mereka tidak baik-baik saja. Dia masih ingat sebengkak apa mata Reyya saat itu karena terlalu banyak menangis.

         Dion meremas jantungnya yang begitu sakit. Jauh di dalam hatinya, Reyya masih ada disana, bahkan hingga sekarang pun tidak ada yang bisa menggantikan posisi Reyya di hatinya. Perasaan itu masih sama, hanya dengan keadaan yang berbeda. Kalau dulu dia bisa bebas mencintai Reyya sesuka hatinya, sekarang lain lagi ceritanya.

         Dia berada di persimpangan dilema yang tidak ada ujungnya. Dion masih mencintai Reyya, tapi ada perasaan sakit lain yang menjalar setiap kali dia ingin kembali pada Reyya. Sementara ketika dia menyangkal perasaannya untuk wanita itu, Dion bagaikan mayat hidup. Kehidupannya terasa kosong dan hampa, tidak menarik seperti yang sekarang dia jalani.

         Sekarang dia malah bertanya-tanya, kemana takdir mau membawa kisah percintaanya? Setelah sekian lama Dion menata hidupnya yang sudah hancur lebur, takdir membawanya kembali pada keadaan yang mungkin saja bisa menghancurkannya lagi, atau malah lebih parah.

         Dion mengusap wajahnya kasar. Pikirannya kacau, perasaannya tidak karuan, dan dia tidak bisa begini terus. Dion selalu lemah kalau harus menyangkut Reyya. Dengan kasar dia menyambar gagang telepon dihadapannya.

         "Bawakan saya daftar yang kemarin diperiksa oleh staf kamu. Saya mau periksa sendiri. Kalian terlalu lama! Laporan untuk akhir bulan nanti juga saya mau draft nya per kemarin sudah ada diatas meja saya sore ini. Kalau tidak selesai hari ini kamu tidak saya izinkan pulang!" Dion membanting lagi teleponnya.

         Bekerja adalah satu-satunya hal yang bisa dia lakukan untuk mengalihkan pikiran. Dion bisa berada di kantor seharian dari matahari terbit sampai dengan matahari terbit lagi besoknya hanya untuk mmbuat hati dan perasaannya baik-baik saja.

TerraCotta (Completed)Where stories live. Discover now