***

Keesokan harinya Pran dan teman-temannya masih disibukkan oleh perhitungan anggaran halte bus baru. Mereka sedang duduk di kantin Fakultas Arsitektur.

"Berapa banyak lagi yang kita butuhkan?" Tanya Safe sambil memegangi selembar kertas di tangannya.

"Sekitar 10.000 baht lagi." Jawab Pran sambil memainkan pensil di atas meja. "Kecuali kitab isa mendapatkan pekerjaan konstruksinya gratis."

"Bisakah kita meminjam uang dari Ikatan Mahasiswa dulu? Aku akan menyicil membayarnya nanti." Wai mencoba mengajukan solusi atas rasa bersalah dalam hatinya.

Pran menghela nafas. "Aku sudah menanyakannya. Mereka bilang, mereka perlu menyimpannya untuk Prom Senior."

"Kalau begitu bisakah kita meminta bantuan teman-teman kita?" Entah teman-teman siapa yang Louis pikirkan kali ini.

"Siapa yang akan membantu? Tak ada yang peduli. Kita butuh uang untuk membayar Insinyurnya juga." Wai benar-benar tak bisa menutupi rasa frustasi yang tergambar begitu jelas di wajahnya.

Mereka berempat terjebak dalam keheningan selama beberapa detik sebelum akhirnya Pran mengusulkan hal baru yang harus dilakukan. "Ayo kita periksa halte busnya dulu. Mungkin ada sesuatu yang tersisa untuk dijual."

Ketiga temannya pun setuju. Mereka lalu bergegas menuju halte bus yang sudah hancur.

"Dari apa yang aku lihat, ini hanya bisa menutupi dua kali makan siang babi panggang." Kata Safe frustasi ketika melihat apa yang bisa mereka temukan di sana.

"Sukur-sukur bisa dapat dua kali." Celetuk Pran semakin menambah frustasi.

"1, 2, 3, 4." Wai mulai menghitung jumlah mereka satu per satu dengan jari telunjuknya. "Berapa lama waktu yang kita butuhkan jika hanya kita berempat yang membangun ini?"

"Itu dia. Kita tidak akan sanggup." Pran mulai menggeleng-gelengkan kepalanya, semakin kehilangan harapan. "Bagaimanapun kita perlu mencari orang untuk membantu."

"Kalian sedang membicarakan tentang kami, ya?" Terdengar teriakan seorang pemuda diiringi suara beberapa derap langkah yang datang. Pat diikuti lima orang temannya sedang menghampiri dengan memanggul sebuah tiang papan di bahunya.

"Kau mau kami membantu mahasiswa Arsitektur untuk membangun kembali halte itu?" masih teringat bagaimana terkejutnya Korn mendengar permintaan sahabatnya kemarin.

"Iya." Jawab Pat mantap.

"Tunggu dulu. Kau benar-benar mahasiswa Teknik bukan, sih? Kenapa kita harus bersimpati pada mereka?" Chang sama terkejutnya dengan Korn.

"Kalian dengarkan aku dulu, ya. Para senior dari kedua fakultas membangun halte bus ini. Itu aset kedua fakultas. Tapi coba kalian pikirkan itu baik-baik. Jika kita membiarkan mahasiswa Arsitektur membangunnya sendiri..."

BRAK.

Belum selesai Pat bicara, Mo sudah menggebrak meja tak terima. "Maka itu akan menjadi asetnya Arsitektur." Katanya menyelesaikan persis apa yang akan Pat katakan.

"Dan hak dan kebebasan kita untuk menggunakannya akan dirampas." Chang mulai mengerti maksud Pat ingin mereka ikut andil dalam pembangunan halte bus baru.

"Tepat sekali. Ini seperti menyerahkan wilayah kita, loh. Wilayah yang para senior kita korbankan darah dan daging mereka untuk dilindungi." Sedikit lagi Pat akan berhasil, teman-temannya mulai mempercayainya. "Serius aku tanya. Bisakah kalian benar-benar memberikannya kepada mahasiswa Arsitektur?"

"Tentu saja tidak." Sahut Chang cepat.

"Di neraka sekalipun aku tidak mungkin menyerahkannya." Imbuh Korn dengan semangat berapi-api.

BAD BUDDY SERIES (Hanya Teman)Where stories live. Discover now