EP.1 | Part 1

Mulai dari awal
                                    

***

Pat Talk

Ini Pran. Dia tinggal di sebelah rumahku.

Kata Papa, keluarganya selalu iri pada keluarga kami. Tidak bisa melihat keluarga kami lebih sukses dari mereka. Mereka selalu mengikuti jejak bisnis keluarga kami. Bukan hanya itu, mereka juga iri karena Papa memiliki karyawan yang baik. Ayahnya membeli semua karyawan itu dari kami, termasuk bang Chai, kepercayaan Papaku. Pelanggan lama Papaku pun mengikuti bang Chai pindah ke toko Ayah Pran. Bisnis kami hampir bangkrut. Untungnya, Papa punya koneksi yang luas. Banyak orang yang ingin membantunya kembali menjalankan bisnisnya. Jadi, yang mereka bisa lakukan hanyalah terus iri kepada keluarga kami.

Pran Talk

Pemuda dengan mata galak ini Pat. Bukankah ia terlihat seperti penipu sesuai yang Ibu katakan?

"Kami tidak melewati batas. Apa kau tidak lihat? Ada tiang listrik di sini." Teriak Ayah Pat tepat di muka Ayahku. Lihatlah, bahkan Ayah kami saling bertengkar soal tempat sampah di depan rumah.

"Ya, kau melewatinya. Lebih dari setengah." Ayahku tak mau kalah.

"Bagaimana kalau kita buat garis saja? Selesaikan masalah." Ayah Pat mencoba memberikan solusi.

"Kau ingin melakukan itu?"

"Ya."

"Bagus! Biar aku yang ukur." Ayahku akhirnya mengeluarkan meteran kuning dari saku celananya. Sementara Ayah Pat masuk ke dalam rumah untuk beberapa saat, sebelum kemudian keluar dengan sekaleng cat berwarna pink dan kuas di tangannya. Cat itu kemudian berakhir menjadi sebuah garis pembatas yang melintang di antara tong sampah milik keluargaku dan keluarga Pat.

Siapa yang bisa tahan dengan orang seperti itu? Ayahnya tidak menyadari kekurangannya, lalu menyalahkan semuanya pada Ayahku. Ia terlibat dalam persekongkolan untuk mengeluarkan Ayahku dari kompetisi bisnis. Itu sebabnya kami berdua sudah menjadi musuh bahkan sejak sebelum kami lahir.

"Tolong beri aku anak yang tampan." Bahkan ketika Ibuku berdo'a kepada biksu, Ibu Pat pun melakukannya. "Tolong beri aku anak yang lebih tampan."

"Tolong berikan anakku pacar yang cantik." Begitu pula saat Ibuku mendo'akan pacar untukku. "Tolong berikan anakku pacar yang lebih cantik, seseorang yang baik, dan tidak pengiri."

Kami ditakdirkan untuk menjadi saingan sejak kami masih bayi.

"Sayang, panggil Ibu. I-bu."

"Mama. Ma-ma."

"Ibu."

"Mama."

Bahkan bagaimana cara kami memanggil orang tua kami pun bisa menjadi masalah untuk diributkan.

Pat Talk

Hingga sekarang, aku sampai tak bisa lagi mengingat apa saja yang telah kami perebutkan. Siapa yang lebih dulu menjawab pertanyaan guru di kelas, siapa yang berlari lebih cepat di lapangan olah raga. Bahkan siapa yang menerima sticker hati lebih banyak dari para gadis di hari Valentine.

***

Dua pemuda jangkung itu saling berdiri berhadapan dan mengunci tatapan masing-masing. Keduanya bersiap melayangkan tinjunya yang terkepal saat sebuah bel terdengar di kepala mereka. Profesor!

"Kedua Fakultas ini tak pernah berhenti bertengkar." Si petugas keamanan Universitas melapor sambil mengawasi anggota geng Teknik dan Arsitektur yang lari berhamburan.

BAD BUDDY SERIES (Hanya Teman)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang