"Saya bertemu dengan taeyong dua puluh tujuh tahun yang lalu. setelah adik bungsu taeyong lahir. Saya pertama kali melihatnya ketika dia sedang les menari. Lalu pertemuan kedua, aku bertemu dengannya yang kabur dari rumah dengan kondisi bagian belakang yang terus mengeluarkan darah. Karena ayahku dokter, aku meminta nya untuk masuk dan diobati. Lalu aku menganggapnya adik sampai sekarang. Dia mengaku kalau pria itu melecehkan dirinya bersama teman-temannya sehingga membuatnya ketakutan" jelas Suho.

"Lalu mengapa anda tidak melaporkan kejadian ini?" Suho tersenyum sinis.

"Sudah. Tapi kepolisian tidak merespon laporan kami karena pengaruh uang yang dia berikan. Dan mirisnya lagi polisi yang menolak laporan kami, menghentikan penyelidikan taeyong, serta kepala kepolisian adalah orang yang sama. Lalu apa yang harus kami lakukan disaat keadilan tidak lagi dipentingkan? Sejujurnya saya bisa menjatuhkan dia dan Kepala polisi yang terhormat, tapi adik saya, taeyong, menahan saya untuk tidak meledak dan bertindak kejahatan" jelas Suho.

"Lalu apa yang anda lakukan selama ini?"

"Aku hanya mengawasi dia dari jauh selama hampir sepuluh tahun terakhir. Tapi tugas utamaku adalah melindungi putra satu-satunya dari Taeyong agar tidak bisa bertemu dengan dia. Dan dia bahkan tidak tahu, kalau taeyong memiliki seorang putra yang sudah remaja" ujar Suho sambil menunjuk Kenzo yang duduk dengan tangan terlipat. Pandangannya lurus kedepan dengan kaki kanan menimpa kaki kiri. Posisi duduk yang sangat mirip dengan sang papa.

"Apakah kau yakin kalau dia yang melakukan tindakan pembunuhan?" Suho mengangguk.

"Iya. Taeyong dikejar ketakutan karena dirinya. Kalaupun dia bukan pelaku pembunuhan. Dia sudah membunuh mental taeyong sejak kecil. Aku hanya ingin dia diadili seadil-adilnya, yang mulia" jawab Suho terang-terangan.

Setelah Suho selesai dipanggil, kini giliran Jeno sebagai saksi ahli yang menyelidiki kasus ini. Dengan membawa satu buah map, Jeno berjalan maju. Ia melirik sebentar ke arah pria paruh baya yang menatapnya remeh. Dibelakang Yamamoto ada jaemin yang menatapnya datar sekilas kemudian memfokuskan pandangannya pada tersangka di hadapannya.

"Kematian keempat orang itu diakibatkan hal yang sama, yang mulia" ujar Jeno membuka pernyataan nya. Ia telah memberikan hasil lab dari kematian korban.

"Bisa yang mulia lihat, saya masih bisa menemukan sisa racun yang berada pada tulang rusuk korban. Baik korban terbaru atau korban terlama. Saya dan tim menemukan zat yang sama disana" tambah Jeno.

"Apakah ini sianida?" Jeno tersenyum tipis.

"Sayangnya saya tidak menemukan benda yang anda maksud itu di rumah nya" mereka mulai berbisik bisik saat Jeno mengatakan hal itu.

"Tapi saya menemukan ini" Jeno mengeluarkan satu buah plastik kecil dengan benda yang terduga di dalamnya.

"Apa itu?"

"Potongan Amanita muscaria. Benda yang digunakan sebagai alat pembunuhan"

"Amanita muscaria adalah benda yang dapat saya simpulkan sebagai alat pembunuhan orang orang ini. Benda ini adalah jamur yang sangat beracun. Jamur ini identik dengan bercak bercak putih pada bagian payung nya. Jamur ini dapat memakan korban dalam waktu 2-3 jam jika terhirup. Korban yang menghirupnya bisa mengalami berbagai macam efek samping seperti diare, vertigo, muntah muntah, atau bahkan hingga koma. Karena pada jamur ini terdapat senyawa ibotenat dan muscimol yang bersifat psikoaktif dan halusinogen yang dapat mengganggu sistem syaraf. Jika jamur itu hanya terhirup dapat mengakibatkan efek sedahsyat itu, apalagi jika disuntikan dan dipaksa masuk ke dalam tubuh manusia?" Sambung Jeno menjelaskan tentang barang bukti yang dia bawa. Sebuah benda kecil yang sangat amat berbahaya bagi siapapun yang berada di dekat dengannya. Jeno akui Yamamoto Kamagura adalah orang jenius yang memilih membunuh dengan cara seperti ini. Membunuh tanpa diketahui jejaknya. Bahkan di tergolong cerdas memilih bahan sebagai  sarana pembunuhan.

ROYALS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang