-royals

994 150 4
                                    

Happy reading!

"mas Jeno, halo? Masih dengerin aku ngga sih" Jeno tersentak ketika yeji menepuk kedua tangannya di depan wajah Jeno.

"Kenapa, sayang? Kamu cerita sampai mana tadi?" Yeji merengut. Jeno benar-benar tidak mendengar ceritanya?

"Ngga jadi. Udah lupa aku juga cerita apa tadi" ujar yeji. Ia sedikit merasa aneh dengan suaminya hari ini. Jeno kehilangan fokusnya benar benar hari ini. Dia sering melamun, bahkan tidak keluar dari kamar seharian.

Sekarang mereka berdua tengah menikmati matahari yang sebentar lagi tenggelam di balkon dengan Yeji berada di rangkulan jeno. Tapi ya tadi, Jeno tidak fokus. Pikiran Jeno pergi entah kemana.  Padahal tangannya mengusap usap kepala yeji.

Bukan. Yeji bukan kesal karena suaminya ketahuan merokok di balkon sampai hampir habis dengan tiga kaleng bir. Yeji juga bukan marah karena Jeno mendiamkan dirinya saat dia bercerita. Yeji cuma aneh. Sungguh. Jeno sedang ada masalah besar?

"Kamu kenapa mas? Ada yang dipikirin? Aku ada salah? Atau kenapa?" Tanya yeji sambil mendongak, menghadap Jeno yang kembali melamun. "Mas" yeji menegur Jeno kembali.

"Engga sayang. Aku ngga apa-apa. Kamu ngga salah apa apa, kok. Aku juga baik baik aja" bohong. Mata Jeno tidak bisa berbohong. Ia berkata seperti itu namun matanya tidak menatap yeji, malah menghadap ke arah lain.

"Aku tahu kamu bohong. Mau cerita?" Jeno menghembuskan napas. Yeji memang tidak bisa ia bohongi. Sudah lama mereka bersama, pasti istrinya tahu ada yang tidak beres dengan dirinya.

"Aku ngerasa ngga enak" jujur Jeno. Yeji mengerutkan keningnya. Ia menempel punggung tangannya pada dahi Jeno, apakah suaminya sakit?

"Kamu lagi sakit?" Jeno menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis.

"Bukan sakit itu, sayang" yeji mengerutkan keningnya.

"Terus sakit apa?"

"Dadaku sakit banget, jantung ku juga kenceng banget bunyinya. Aku ngga tau kenapa lagi. Terakhir kali aku gini waktu bubu mau meninggal. Aku takut" yeji langsung memeluk Jeno erat-erat seakan tidak mau lepas.

"Mau pulang?" Bisik yeji. Ia sadar dan seratus persen mengerti kalau suaminya tengah menahan rasa takutnya bukan main.

"Liburan kamu gimana?" Bisik Jeno. Yeji menggelengkan kepalanya dalam pelukan Jeno.

"Kapan kapan lagi aja, soalnya kamu lagi kaya gini. Kamu lebih penting" bagaimana mau liburan kalau suaminya sedang dalam kondisi seperti ini, Jeno tidak mungkin ditinggal sendiri. Yeji takut terjadi apa apa dengan Jeno.

"Mau aku telpon dokter? Masih sanggup?" Jeno mengangguk-angguk.

"Aku tadi udah nyari apotek terdekat buat beli obat. Udah diminum juga" ujar Jeno. Yeji mengangguk. Pantas saja tangan Jeno gemetar.

"Ya udah yuk, masuk. Tiduran sebentar sambil beres beres. Besok pagi kita pulang langsung dari sini. Ngga apa apa kan nunggu besok? Atau mau terbang malam ini?" Jeno menggeleng. Tidak mungkin mereka terbang malam ini, yeji sedari pagi sibuk keliling kota. Yeji harus beristirahat. Jeno tidak mau ambil resiko kalau si kembar kenapa napa.

"Ya udah masuk, efek obat nya kerasa kan udah?" Jeno mengangguk. Rasa kantuk benar benar menyerangnya sedari tadi.

Mereka kemudian mengunci balkon kemudian merebahkan tubuh di ranjang. Yeji memeluk Jeno. Kepala Jeno bersandar di dada yeji, memeluk sang istri erat. Tangannya terkepal di punggung sang istri. Yeji mengusap usap suaminya.

"Nanti biar aku yang beli tiket sama packing. Barang kita sedikit jadi aku ngga bakal kesusahan. Sekarang, mas tidur dulu ya" ujar yeji sambil mengusap usap Jeno agar terlelap dengan nyaman.

"Jangan pergi, Jeno takut" yeji mengecup kening suaminya. Mengingatkan suaminya bahwa dia berada disini. Dia tidak akan kemana mana. Dia akan bersama Jeno dalam kondisi terburuk suaminya.

"Yeji disini, Jeno tidur ya?" Usap yeji.

Begitu terasa Jeno terlelap dengan nyaman, yeji lantas mengambil ponsel miliknya. Memesan dua penerbangan pagi untuk pulang. Jeno tidak baik baik saja disini. Lebih baik pulang, Jeno bisa bertemu dokter pribadinya, atau setidaknya bisa berkumpul dengan saudara-saudaranya. Yeji juga takut dirinya tidak sanggup sendirian menahan Jeno yang sedang melawan pikiran-pikiran buruk di kepalanya. Dia pernah kehilangan di depan mata, ingatannya itu terus berlanjut sampai sekarang. Dia tidak bisa berdamai dengan masa lalu miliknya.

Setelah memastikan Jeno tertidur, yeji yang tidak bisa lepas dari pelukan Jeno pun ikut terlelap selepas memesan tiket pesawat.

Pagi harinya, dengan barang bawaan yang sederhana dan mereka bahkan tidak sempat membeli oleh oleh untuk keluarga, mereka keluar dari resort dan berpapasan dengan Eliot yang menelepon dengan panik.

"Hei, kau kenapa?" Jeno yang kondisinya sedikit membaik karena minum obat bertanya kepada Eliot. Eliot menoleh.

"Anne muntah muntah. Aku sedang menelepon dokter tapi tidak ada yang menjawab. Ini masih pagi, klinik tidak ada. Aku tidak tahu Anne kenapa" panik Eliot. Yeji melirik jam. Masih tiga jam dari penerbangan.

"Biarkan Jeno memeriksa" Jeno mengangguk mengiyakan ucapan yeji. Eliot menatap Jeno ragu.

"Aku seorang dokter" mayat, tentu saja kata terakhir tidak Jeno ucapkan. Kenapa sih orang orang menganggap Jeno hanya bisa mengobati mayat mayat, eh bukan mengobati mayat, menangani orang yang sudah meninggal. Padahal Jeno empat tahun belajar kedokteran dan total enam hampir tujuh tahun dia menjadi seorang dokter umum sama seperti dokter yang lain. Orang orang nih biasanya meragukan kemampuan dirinya. Belum saja dia jadi pasien Jeno di ruang bedah alias terkapar tanpa nyawa.

Jeno kemudian masuk ke kamar Eliot dan Anne bersama yeji. Disana Anne tengah berbaring lemas. Wajahnya nampak pucat.

"El, permisi aku izin memeriksanya" Jeno kemudian memeriksa kondisi Anne.

"Jen, dia tidak kenapa napa, bukan?" Jeno menggelengkan kepalanya selepas memeriksa Anne.

"Dia sepertinya terkena alergi makanan. Ada makanan yang dimakan tadi?" Mereka berdua mengingat-ingat.

"Ah rumput laut. Dia tidak sengaja makan itu karena letaknya berada di bawah makanan utama. Jadi dia tidak apa apa, kan, Jen?" Jeno hanya menganggukkan kepalanya. Ia kemudian mengeluarkan kertas dan bolpoin dari tas miliknya. Menuliskan resep obat untuk dibeli Eliot di apotek nanti.

"Ini ada beberapa obat yang mungkin membantu" ujar Jeno.  Mereka berdua nampak berbincang sebentar. Yeji juga nampak mengusap usap lengan Anne.

"Kalian akan pulang sekarang? Kenapa mendadak sekali? Kukira kalian masih lama" Jeno tersenyum tipis.

"Ada hal mendesak yang membuat kami pulang lebih cepat" kejiwaannya, lanjut Jeno dalam hati.

"Ah, aku tidak tahu. Tapi hati-hati. Semoga kita dapat bertemu lagi suatu saat nanti" ujar Eliot. Jeno hanya tersenyum tipis.

"yang, yuk ke bandara" ajak jeno kepada yeji. Yeji mengusap rambut Anne sekilas.

"Kami berdua pamit, El. Terima kasih telah menemani kami berdua untuk berlibur" ujar Jeno. Eliot hanya tersenyum.

"Sama sama. Sampai jumpa lagi, yeji dan Jeno"

=====================================

Terima kasih telah membaca, jangan lupa untuk tinggalkan jejak disini ❤️

ROYALS Where stories live. Discover now