Chapter 27

10.3K 310 36
                                    

Keberangkatan Jaehyun menyisakan kesedihan mendalam bagi seorang Johnny yes papa. Juniornya adalah jiwanya. Jadi, jika tidak ada yang rela membelainya, apakah dia bisa hidup?

Johnny menghela napas. Jiwanya terasa rapuh tanpa Jaehyun di sisinya. Baru saja ia menyesap nikmatnya kebersamaan seperti pasangan bulan madu, kini ia harus menelan pahit rasanya ditinggalkan. Seperti menduda. Selama lima hari.

“Puasa sajalah aku,” bisiknya pada sang junior yang hanya bisa diam.

...
Hari pertama tanpa Jaehyun pun dimulai. Sejak semalam dirinya mendengar kabar Jaehyun telah sampai dengan selamat, tak mampu membunuh rasa sepinya. Merana.

“Istirahatlah, sayang. Meskipun tanpa aku, jangan berpikir untuk pergi malam ya..”

..
Rupanya ancaman dari istrinya mendapat respon dari alam. Seorang Taeyong datang, Johnny sudah duduk di kursinya. Lebih pagi dari biasanya. Tentu saja karena durasi untuk sarapan ia skip.

“Selamat pagi, pak,” sapa Taeyong ramah.

“Selamat pagi, pak,” sapa Taeyong ramah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


“Ehm.. pagi,” jawab Johnny sekilas saja.

“Pagi sekali bapak datang,”

“Ya, aku tak sarapan. Istriku ke luar kota,”

Kabar itu tentunya Taeyong sudah mengetahuinya. Dia berpura untuk membangun komunikasi lagi dengan Johnny setelah sekian lama diabaikan.

“Oh ya? Kebetulan saya membawa bekal. Silakan bapak sarapan saja,” Taeyong tersenyum menawari.

“Tidak usah. Nanti kau makan apa?,”

“Nanti siang saya akan temani bapak makan di kantin. Sayang sekali pria seperti bapak harus makan sendirian,”

Akhirnya dengan rayuan beserta gombal mukiyo terkatakan oleh mulut manis Taeyong yang super ulala. Pria waras pun akan terbius, apalagi Johnny yes papa. Dia tersenyum demi melihat sekretarisnya senang.

...
Benar saja, makan siang Johnny ditemani oleh Taeyong. Mereka hanya berdua. Satu dua pasang mata melirik, tapi tak berani mengatakan apapun. Hukumnya dosa, bahkan jika membatin tentang mereka berdua.

Hingga pulang sore hari, Johnny begitu letih. Rasanya percuma ketika pulang pun tak ada yang bisa melemaskan otot-ototnya yang tegang. Ototnya yang tegang. Jaehyun jauh darinya.

“Pak, bolehkah aku menumpang mobilmu untuk pulang?,” Taeyong bertanya.

“Ehm.. bagaimana ya? Aku sebenarnya.. ehmm.. harus ke rumah mamah mertuaku untuk menengok anakku. Ehm.. iya itu,” jawab Johnny tergugup.

Johnny berusaha agar tak tergoda dengan pesona Taeyong. Entah mengapa hari ini penampilannya membuatny terus memikirkan hal yang tidak-tidak.

“Ya ampun, pak. Tega nian membiarkan anak gadis pulang sendirian. Tapi ya sudahlah, aku tak punya kuasa untuk memaksamu. Aku akan meminta Hendery saja untuk menjemput,”

Taeyong tersenyum kecut. Dia mengambil ponsel di tasnya dan bersiap membukanya untuk menghubungi Hendery. Tapi tak sempat ia membuka pesan, Johnny melakukan sesuatu.

Johnny memeluk Taeyong. Tanpa aba-aba dan persiapan, Taeyong sudah ada di pelukan Johnny yang kekar. Taeyong hanya bisa pasrah, karena itu memang yang dia inginkan.

..
Mereka pun berada di bawah atap mobil yang sama. Keduanya saling bergantian memandang. Saat Johnny fokus, maka Taeyong memandangnya sembari tersenyum. Begitupun sebaliknya. Ada rasa terpendam yang ingin luah.

Johnny melajukan mobilnya ke arah yang berbeda menuju rumah Taeyong. Hanya kegelapan dan sunyi yang mengitari. Hanya bertemankan angin yang mendesau meminta desahan.

“Tempat apa ini, pak? Sepi sekali,” tanya Taeyong.

“Apa kau lupa sebuah panggilan?,”

Taeyong terheran. Tapi detik berikutnya, ia tersenyum. Seolah tahu apa yang dimaksudkan oleh bosnya itu. Ehm, daddy-nya.

“Juniorku butuh belaian, Kitty,”

Mmmhhh Aaahhh (End)Where stories live. Discover now