35. regret

117 24 28
                                    

please vote and leave comment, dear!
thank you <3
.
.
.

"Amy tunggu dulu, aku mohon, apa yang terjadi?" Alex setengah berlari mengikuti Amy yang masuk terburu-buru ke dalam kamarnya di rumah Bibi Becca.

Terakhir di kafe tadi, Alex melihat Amy berlari ke arah luar dengan berurai air mata. Alex tidak tahu apa yang sudah terjadi pada Amy di toilet tadi. Amy menolak saat Alex menarik tangannya, tubuhnya bergetar seperti baru saja melihat hantu. Amy menatap Alex dengan penuh kebencian. Dan terus menolak saat Alex berusaha menyentuhnya. Membuat Alex terpaksa harus sedikit memaksa gadis itu untuk masuk ke dalam mobilnya.

Alex berhasil menyusul Amy dan menutup pintu kamar. Keadaan rumah itu sudah sangat sepi. Bibi Becca yang memang hanya tinggal seorang diri di rumah itu pun pasti sudah terlelap.

"Amy, katakan padaku apa yang terjadi?" tanya Alex bingung. Amy berdiri membelakanginya. Gadis itu sudah tidak menangis tapi tampak masih sangat syok. Amy membalikkan tubuhnya dan menatap Alex.

"Kau tidak akan percaya dengan apa yang akan kukatakan, Alex," bisik Amy. Wajahnya memerah, basah karena air mata dan keringat.

"Apa yang terjadi, Amy? Aku tidak mengerti." Alex mencoba mendekati Amy tapi Amy menahannya.

"Jangan mendekat, Alex. Aku mohon."

Hati Alex terasa sakit melihat penolakan Amy. Baru saja beberapa hari ia merasakan kebahagiaan karena Amy menerima cintanya, tapi sekarang semua itu telah berubah. Amy, gadis yang paling dicintainya itu sekarang bahkan tampak sangat membencinya.

"Amy, aku mohon. Katakan apa yang terjadi."

"Aku bertemu dengan Oliver di kafe tadi, Alex! Kau dengar aku? AKU BERTEMU DENGAN OLIVER!!!" Amy berteriak.

Seperti mendapat sebuah hantaman keras di wajahnya, Alex terdiam mendengar ucapan Amy. Ia merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

"Kenapa kau diam, Alex? Apa kau tidak percaya dengan perkataanku barusan?" Amy tertawa. Menertawai Alex dan keadaannya sendiri. Mengapa takdirnya sungguh menyedihkan. Memiliki orang tua yang sering sekali menyakitinya dan sekarang Alex, lelaki yang ia kenal paling baik pun ikut membohonginya.

"Tidak mungkin Oliver, Amy. Kau pasti salah orang." Alex mencoba menenangkan Amy.

"Tidak, Alex. Itu benar-benar Oliver. Aku tahu semua tattoo yang ada di tubuhnya. Kau sudah membohongiku, Alex." Amy menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

"Dengarkan penjelasanku dulu, Amy."

"Tidak ada yang perlu dijelaskan, Alex. Aku benar-benar tidak percaya kau membohongiku selama bertahun-tahun. Aku terima jika Mum dan Dad melakukan semua ini padaku. TAPI KAU? KAU IKUT-IKUTAN MEMBOHONGIKU!!!"

Amy berteriak sambil menunjuk Alex dengan telunjuknya. Hampir saja Alex menangis melihat reaksi Amy terhadapnya saat ini.

"Aku mohon jangan berteriak, Amy. Kau bisa membangunkan Bibi Becca. Tenangkan dirimu dulu."

Alex mendekati Amy dan berusaha memegangi tangannya. Amy mengalihkan pandangannya, ia merasa benci melihat wajah Alex saat ini.

"Bagaimana bisa aku tenang, Alex? Kau telah melakukan kebohongan yang sangat besar padaku. Kau sudah membohongiku, Alex. KAU SUDAH MEMBOHONGIKU!!!" ucap Amy dengan gigi yang terkatup di hadapan Alex. Tatapan kebencian dari mata Amy benar-benar menghancurkan jiwa Alex.

Alex tidak tahu lagi apa yang harus dikatakan. Amy begitu meledak-ledak saat ini dan Alex yakin apa pun yang akan dikatakannya tidak akan didengar oleh gadis itu.

𝐎𝐋𝐈𝐕𝐄𝐑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang