33. the future

111 27 23
                                    

please vote and leave comment, dear!
thank you <3
.
.
.

"Hei, Jane. Apa yang sedang kau lakukan?"

Amy mengagetkan Jane yang sedang duduk di salah satu bangku di taman kampus mereka. Gadis itu tampak sibuk dengan laptopnya.

"Tidak ada, hanya sedang online." Jane meringis ke arah Amy. Ia tahu kalau hobi konyolnya chatting dengan pemuda-pemuda di dunia maya sangat tidak disukai oleh Amy.

"Aku akan memberitahu Lewis apa yang kau lakukan saat tidak bersamanya, huh!" Amy menyusul duduk di samping Jane.

"Tidak, Amy. Lewis tidak akan mempercayaimu," jawab Jane dengan percaya diri. Ia tersenyum tapi tatapannya masih sibuk menatap layar laptopnya.

"Kenapa? Aku akan menceritakan semuanya."

"Karena aku selalu memperlakukan dan melayani Lewis dengan sangat baik." Jane tertawa.

"Wow, menarik sekali." Amy memutar kedua bola matanya.

"Oh iya, kau akan pulang sekarang?" tanya Jane agak serius.

"Ya, aku sedang menunggu Alex menjemputku. Mungkin sebentar lagi ia sampai."

"Alex, Si Pangeran Berkuda Putih." Jane tertawa lagi. Tak lama ia menutup layar laptopnya dan fokus pada Amy.

"Alex bukan Pangeran Berkuda Putih tapi ber-Mobil Putih." Amy dan Jane tertawa bersama.

"Iya kau benar, BMW putih tepatnya."

Untuk beberapa saat mereka berdua tertawa.

"Oh iya, Am. Kau ingat laki-laki yang kau tabrak di kafe kemarin?" Jane membuka percakapan saat keduanya berhenti tertawa.

"Ya, tapi aku tidak sempat melihat wajahnya. Aku benar-benar ceroboh kemarin karena baru ingat kalau aku harus bertemu Prof. Keane. Memangnya kenapa?"

"Ah, kau benar-benar payah, Am. Kau tahu, laki-laki yang kau tabrak kemarin itu benar-benar tampan. Setampan Andy Biersack. Kau tahu, si vokalis Black Veil Brides!"

Amy tertawa mendengar ucapan Jane.

"Tidak ada laki-laki yang jelek di matamu, Jane. Kau selalu bilang 'Oh Amy laki-laki itu mirip Adam Levine. Oh Amy, laki-laki itu mirip Brad Pitt' dan sekarang kau bilang yang kemarin itu mirip Andy Biersack."

Jane tertawa saat melihat Amy menirukan gayanya.

"Ah, apa aku sejelek itu saat mengatakan semua hal itu?"

Amy yang sadar Jane sedang mengejeknya langsung mencubit perut Jane.

"Jadi maksudmu aku jelek barusan?"

Jane tertawa. "Tidak-tidak. Temanku ini adalah yang tercantik di sini. Khususnya di mata seorang Alex Tunner. Benar kan?"

Amy tersenyum malu mendengar ucapan Jane. "Tidak juga."

"Tapi sungguh, Amy. Laki-laki kemarin itu benar-benar tampan. Kau tidak melihat bagaimana saat ia memandangimu kemarin. Kedua matanya itu–" Jane tampak gemas membayangkan laki-laki kemarin. "Dan kau tahu, lengan dan lehernya penuh dengan tattoo tapi ia tampak rapi dengan kemejanya itu. Dia itu semacam apa ya, Am. A Classy Bad Boy atau A Rich Bad Boy. Ya, semacam itu."

Amy tersenyum melihat Jane yang sedang asyik membayangkan lelaki kemarin. Dalam hatinya Amy teringat Oliver. Olivernya dulu juga memiliki banyak tattoo di lengan dan lehernya. Tiba-tiba saja hati Amy terasa sakit mengingat itu semua.

"Suatu hari mungkin kita perlu kembali ke kafe itu. Siapa tahu kita bertemu dengannya lagi." Jane terkekeh.

"Lalu, mungkin kau bisa menumpahkan kopi di pakaiannya." Amy mencoba melupakan Oliver dari pikirannya dan kembali fokus pada Jane.

𝐎𝐋𝐈𝐕𝐄𝐑Where stories live. Discover now