Bagian 16

129 24 1
                                    

Sedari tadi Annora terdiam di kereta. Giska memandangnya cemas. Semenjak kemarin diperlakukan tak layak di pemakaman keluarga Monaco, nonanya itu sering melamun tak jarang kurang fokus pada sekitar.

"Nona, Anda tidak apa-apa? Jika merasa lelah kita bisa beristirahat. Tidak mengapa jika terlambat ke akademi nanti," ucap Giska membuat Annora mengerjapkan mata pelan.

"Ah, tidak. Lanjutkan saja."

Tak kehabisan akal Giska mencoba cara lain. "Em, saya lapar Nona. Bolehkah saya ke pasar terlebih dahulu?"

Benar saja Annora menoleh dengan cepat. "Kalau lapar?" Diangguki Giska. "Kita berhenti di pasar terdekat."

Sesuai perintah, Giska mengatakannya pada Raven yang duduk di sebelah kusir. Gerakan kereta melambat tak jauh dari keramaian di depan.

Pintu kereta dibuka dan Raven menyodorkan tangannya. "Silakan Mylady."

Annora tersenyum tipis dan segera keluar dari kereta. Manik emasnya memindai ke sekitar. Ia baru sadar semenjak sosoknya terlihat banyak tatapan yang berbeda untuknya. Jika tidak salah lihat kebanyakan dari mereka memberi tatapan ... benci?

"Mari Lady," kata Raven di belakang Annora.

"Oh, iya."

Berusaha mengabaikan, Annora berjalan di arahkan oleh Giska. Pelayannya itu memang sudah biasa menjadi petunjuk arah baginya. Meskipun Giska belum pernah kemari, entah kenapa gadis itu seolah familiar di tempat manapun.

"Kita makan di sini saja. Bagaimana, Nona?"

Mereka berhenti di kedai biasa sesuai selera Annora. Duduk berhadapan dengan pelayan dan kesatria-nya tak membuat Annora jijik.

Sembari menunggu Giska memesan makanan, Annora mengalihkan pandangannya ke luar.

Kepulan asap hitam bersumber dari kobaran api di sebuah hutan menarik atensinya. Anehnya, meski masyarakat mengetahuinya mereka tidak terlihat panik.

"Raven."

"Ya, Nona?"

"Apa itu kebakaran hutan?" Tunjuknya.

Raven ikut mengalihkan pandangan ke arah sana. "Lebih tepatnya memang sengaja dibakar, Nona."

"Sengaja?" Heran Annora, "memangnya raja tidak tahu hal ini?"

"Anda tahu ini hutan perbatasan di antara dua kerajaan yang disebut hutan kematian," ungkapnya perlahan dengan nada sedikit berbisik. Meski Annora sedikit aneh ia diam mendengarkan.

"Kekacauan di kerajaan bermula dari sana." Pandangannya menerawang pada kejadian beberapa bulan lalu.

Saat itu dia belum diangkat menjadi kesatria tetap. Jadi, untuk akses memasuki kawasan istana belum diizinkan.

Pada hari itu lonceng tanda hal darurat dibunyikan. Para kesatria dibuat kalang kabut. Pasalnya tidak ada pemberitahuan apapun.

Awan seketika menggelung berganti pekatnya langit. Petir penanda hujan terdengar menambah kengerian di sekelilingnya.

"Ada apa?" tanya Raven pada salah satu rekannya yang tergesa menuju ke dalam istana.

"Entah, tapi banyak desas-desus terdapat pemberontakan."

Pembicaraan itu terhenti di sana karena rasa khawatir masing-masing. Mereka segera menuju ke kerumunan rekan-rekannya.

"Sial! Mereka terlalu licik hingga lolos dari penjagaan."

"Bagaimana kita masuk? Memangnya tidak bisa diterobos?"

"Kau buta? Sudah berapa kali mereka mencoba?"

2. The Royal Princess Phineas [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang