Bagian 4

471 41 1
                                    

Kalau ada typo tandain, ya!

***

Tubuh Annora merinding sepanjang jalan menuju kamarnya. Mengingat ujung pedang tadi yang kapan saja merampas nyawanya.

"Siapa sebenarnya dia? Apa kerabat raja?" terkanya. Tidak sembarang orang bisa memasuki istana begitu mudah apalagi mengetahui ruangan rahasia.

Mengenai ruangan rahasia itu pikirannya berkelana kala sebuah peti masih jelas diingatan. Perbuatan yang jelas melanggar norma agama. Menyimpan mayat yang seharusnya beritirahat tenang di nirwana harus terhalang karena keegoisan sendiri.

"Aku harus melaporkannya pada raja besok."

***

Pagi menjelang kembali membangunkan raga yang telah menyelami mimpi. Giska berjalan tergesa menuju kamar nonanya. Diketuknya pelan seraya memanggil nama, menunggu beberapa saat tapi nihil tak ada jawaban.

Mengernyitkan alis bingung sebab baru kali ini Annora belum bangun dari lelapnya. Kebiasaan gadis itu selalu bangun terlebih dahulu bahkan sebelum para pelayan membangunkan. Jelas saja Giska merasa heran.

"Ah, Nona pasti kelelahan akibat perjalanan," gumamnya sebelum membuka pintu perlahan.

Di atas ranjang, tubuh gadis itu terbalut selimut sepenuhnya tak menyisakan celah untuk mengintip.

Giska membuka tirai membuat sinar mentari perlahan menerobos masuk. Melangkah mendekat pada ranjang dan menepuk pelan bahu sang nona tanpa membuka mulut.

Gerakan samar terlihat di dalam selimut. Dalam sekali gerakan selimut itu meluruh berganti kepala Annora yang menyembul.

"Giska?" ucapnya serak.

"Maaf, saya membangunkan Anda nona. Saya membawa amanat untuk Anda." Giska menunduk.

Mengerjapkan mata agar penglihatan kembali normal sambil memulihkan kesadaran. Meski begitu telinganya begitu jelas mendengar ucapan Giska.

"Kau tak perlu merasa bersalah begitu. Aku hanya sedikit kelelahan hingga telat bangun," alibinya menutupi alasan sebenarnya. "Apa yang mau kau sampaikan?"

"Raja meminta Anda untuk sarapan bersama."

Annora diam sejenak mencerna ucapan Giska. Benaknya terbesit niat ingin mengadukan sosok lelaki yang hampir menebas lehernya semalam.

"Siapkan air dan aroma bunga mawar seperti biasa."

"Baik, Nona."

Sepeninggal Giska, Annora menyiapkan kata-kata yang sekiranya tak menyinggung raja. Sekaligus membicarakan tujuannya ke kerajaan ini.

Beberapa menit menunggu semua persiapan membersihkan diri telah siap. Bergegas melakukan ritual pagi seperti biasa dengan cepat tanpa bantuan Giska. Toh, selama dirinya di kediamannya sudah biasa melakukan semuanya sendiri.

Rasa segar dan aroma semerbak mawar mengiri langkah Annora keluar dari kamar mandi. Berganti gaun yang telah disiapkan, bewarna biru laut dengan aksen pita di pinggang sebelah kanan. Tak ada pernak-pernik lain. Amat sederhana. Cukup memancarkan keanggunan dan kecantikan Annora.

Setelah dirasa siap mereka berdua menuju ke arah ruang makan dimana raja menunggu mereka.

"Siapkan kereta kuda dan uang, setelah sarapan aku akan pergi ke pasar," titah Annora di sela langkahnya.

"Baik, Nona. Anda perlu apa lagi?" tanya Giska semangat yang tak tertutupi. Kapan lagi bisa melaksanakan perintah Annora yang jarang dititahkan untuk para pelayannya.

2. The Royal Princess Phineas [TERBIT]Where stories live. Discover now