Chapter 39 : Menerima Kenyataan

105 49 234
                                    

Haloo Readers! Gimana kabarnya?? Semoga sehat selalu yaaa... Eh, ya udah, Author tau Readers enggak sabar bacaa... Oke deh!
Happy Reading and Enjoy!

Hujan masih setia menemani Kay yang bersedih. Masih di bawah derasnya hujan, Kay menangis di pelukan Rion. Hanya pelukan Rion yang membuat Kay nyaman dan tenang di saat hatinya tengah hancur berkeping-keping. Rion tak bisa melakukan apa-apa, selain mengikhlaskan tubuhnya untuk menjadi tameng dan tempat Kay meluapkan kesedihannya.

“Lo tenang aja ya, gue akan selalu ada di samping lo. Gue enggak akan pernah ninggalin lo lagi, enggak akan.” Rion kembali mengucapkan perkataan yang sebelumnya ia katakan, dengan penuh penekanan.

“Tapi lo kenapa tinggalin gue waktu itu? Gue enggak punya bahu lagi untuk bersandar,” lirih Kay masih berada di pelukan Rion.

“Bokap harus pindah tempat kerja. Mau enggak mau gue dan keluarga harus ikut. Waktu SMP, gue sempet cari lo ke rumah yang dulu. Tapi, orang-orang sekitar bilang, kalau lo udah pindah dari sana. Usaha gue enggak berhenti di situ, gue terus cari lo. Bahkan gue rela jadi kurir, untuk cari lo. Dan akhirnya ketemu,” jelas Rion panjang lebar.

"Gue sempet mohon untuk enggak pindah sama bokap nyokap, tapi kerjaan bokap yang maksa gue sekeluarga harus pindah. Walau jauh dari lo, gue tetep inget janji gue. Gue tetep mau bertanggung jawab sama ucapan gue itu."

Penjelasan Rion bisa Kay terima. Selama ini Kay hanya tahu sisi negatifnya saja, tanpa mencari tahu sisi positifnya.

“Dan ternyata Kay yang pendiam, pemurung, dan enggak banyak omong itu sekarang udah berubah. Jadi murid tengil dan banyak gaya,” sindir Rion dengan tawa pelan yang mengiringi.

Mendengar perkataan Rion, Kay tak bisa membendung tangisnya. Tangis Kay malah semakin pecah setelah mendengar perkataan Rion itu.

“Kenapa lo enggak jelasin dari awal?” tanya Kay masih dengan kepala yang menempel di dada bidang Rion. “Gue emang pindah. Karena nyokap mau gue lupain semua kenangan buruk itu. Kenangan menyakitkan dengan Bokap, juga dengan lo. Nyokap mau mulai kehidupan yang baru dengan gue berdua.”

Kay menangis tersedu-sedu, “Tapi sayangnya... Bokap gue tau alamat baru gue. Dan dengan enggak tau dirinya, dia balik lagi ke hadapan gue. Bukan hanya menampar pipi gue, dia juga menampar hati gue ketika kembali membawa dua anak kembar yang tak tahu siapa ibunya.” Dengan susah payah Kay berkata demikian, rasanya tak kuat jika harus mengingat kejadian itu.

“Lo boleh nangis, lo juga boleh marah. Tapi lo jangan lupa untuk kembali pada keadaan lo sekarang, lo harus terima keadaan sekarang,” bisik Rion lembut.

Apa yang dikatakan Rion memang benar. Kay tak bisa lari dari kenyataan. Tapi, Kay tak bisa menghadapi ini semua, ini semua terlalu berat. Kay benar-benar tak sanggup.

Kedua tangan Rion mengangkat kepala Kay dengan lembut, menatap mata Kay yang memerah. “Lo harus balik ke rumah, lo harus hadapi masalah ini. Sebesar apa pun masalahnya, lari bukan jalan keluar suatu masalah. Gue akan temenin lo pulang, gue akan ada di samping lo untuk menyelesaikan semuanya.”

Kay terus berusaha menunduk, merasa malu jika harus memperlihatkan sisi lemah dirinya. Namun, Rion terus menahannya, tangannya terus membersihkan air hujan yang menetes di wajah Kay.

“Lo kuat, lo pasti bisa keluar dari masalah ini. Gue yakin itu.”


***

Hati Kay belum siap sempuran menghadapi Dirga, belum siap merasakan sakit kembali. Tangisnya pun belum juga mereda. Sudah berbagai cara Rion lakukan, namun tak ada satu pun cara yang berhasil membuat Kay berhenti dari tangisnya.

Past Courier (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang