Sekarang, Rara bisa melihat jelas wajah anaknya. Mata sipit tanpa bulu mata itu tertutup. Bentuk hidungnya membuat Rara menatap bayinya dan Bagas bergantian, ia tersenyum kecil. Hidung anaknya ini mirip dengan hidung Bagas.

"Assalamualaikum," bisik Rara tepat di telinga sang anak. "Selamat datang ke dunia, sayang."

Bagas ikut mendekatkan wajahnya dengan anaknya ini, ia memandang bayi kecil dan merah itu lama. Tangannya bergerak mengusap pipi tirus anaknya lembut, ia dapat merasakan betapa tipisnya kulit 'Ragas'.

Sepertinya nama Ragas sebentar lagi akan berganti dengan nama aslinya.

"Assalamualaikum, jagoan, Daddy," bisik Bagas mencium kening anaknya lembut.

Bayi itu bergerak pelan lalu disusul suara tangisan kerasnya, sontak hal itu membuat Rara mengerutkan keningnya heran. Suara tangisan anaknya terdengar serak, tubuh kecilnya bergerak seolah tak nyaman berada di pelukan Rara.

Dokter dan suster segera mengambil alih bayi itu, membawanya ke brankar khusus bayi untuk di periksa.

Tubuh Rara bergetar takut, ia meneteskan air matanya sambil memegang tangan Bagas erat.

"Bu, jangan banyak bergerak. Kami sedang menjahit bekas operasi caesar Ibu," ujar Dokter menegur.

"S-saya mau lihat a-anak saya," balas Rara gemetar. "A-anak saya gapapa, kan, Dok?" tanyanya takut.

"Anak Ibu sedang di periksa Dokter lain, harap Ibu tenang."

Jawabn Dokter itu tidak membuat Rara tenang, perasaannya semakin tak karuan begitu dua dokter lain di ruangan ini memeriksa anaknya di sudut ruangan. Rara menelan salivnya kasar, ia menangis dengan hati sesak. Aps yang terjadi dengan anaknya?

"Bagas mau kemana?" tanyanya saat Bagas melepaskan genggaman tangannya.

"Aku mau kesana." Bagas berjalan melihat Dokter yang tengah memeriksa anaknya. Ia menahan napas begitu matanya melihat beberapa alat kini menempel di tubuh kecil itu.

"Ada masalah, Dok?" tanyanya pelan.

"Detak jantung anak bapak tidak normal. Pernapasannya juga tersendat. Anak bapak ini kekurangan oksigen sejak berada di dalam kandungan, dan efek itu terbawa ketika lahir. Kami akan mengecek lebih dalam, harap bapak tenangkan Istri bapak agar tidak kepikiran," jelas Dokter wanita disana menatap Bagas sekilas dan kembali memeriksa.

Bagas meremas rambutnya sambil menutup mata, ia memandang bayi kecil itu sendu, anaknya terlihat lemah dengan berbagai alat menempel di tubuh mungilnya. Kenapa jadi seperti ini? Bukankah tadi semua baik-baik saja?

Anak Daddy kuat, anak Daddy kuat. Kamu belum ketemu kakak kamu. Bangun, ya. Peluk Bunda dan Daddy.

Bagas berbalik ke brankar Rara, ia kembali menggenggam tangan dingin Rara erat. Mencium keningnya seraya menahan air matanya agar tidak turun.

"Kenapa? Nggak kenapa-napa, kan? Baby-nya kuat, kan?" tanya Rara lirih.

"Iya, baby-nya kuat." Bagas tersenyum lembut di hadapan Rara. "Cuma ada sedikit masalah, tapi nanti kita bisa peluk dia lagi. Percaya sama aku," tuturnya.

"Kenapa lama periksanya?"

Bagas menggeleng pelan dengan mata berkaca. "Udah, ya, jangan dipikirin. Sekarang kamu tenang, perut kamu lagi di jahit, jangan banyak gerak. Habis ini kamu langsung operasi lagi, jadi jangan banyak pikiran," ucapnya lembut.

Rara balas memandangnya sendu. "Rara nggak mau operasi kalau gak dengar suara Ragas lagi."

Bagas menutup matanya, membuang muka lalu dengan cepat menghapus air mata di pipinya kasar.

BagasRara [END]Where stories live. Discover now