ARCANE 13

7 5 0
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

Suara ledakan di kantor polisi membuat Brian, Dena, dan Sari terkaget-kaget. Suara teriakan memenuhi kantor polisi itu. Tak berapa lama kemudian, ledakan-ledakan kembali menyusul. Kali ini ledakannya begitu dahsyat sehingga membuat ketiga gadis yang masih bingung atas peristiwa tadi terpental. Ketiganya memuntahkan darah. Sebisa mungkin mereka mempertahankan kesadaran.

"Sepertinya kantor polisi ini diserang," gumam Dena. Dia memegang dadanya yang terasa nyeri dan berusaha bangun. Ia melirik kedua rekannya yang keadaannya tak jauh berbeda dengannya.

"Kita harus hidup dan kabur dari sini," ajak Sari. Ia menjadikan tembok sebagai tumpuan agar bisa berdiri. Ia mengikat rambut menggunakan kaos kaki yang tergeletak di tanah, entah punya siapa yang terpenting dirinya tak merasakan gerah. Lalu menyobek bajunya untuk menahan darah di kaki.

"Ah shit."

Joan, tolong ambil alih tubuh Zurra.

Dena dan Sari panik melihat tubuh Brian ambruk ke lantai. Mereka menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan keadaan aman lalu menggeret badan Brian ke luar dari kantor polisi. Mereka mengeluarkan seluruh tenaga untuk membawa kabur Brian dan tak memperdulikan keadaan mereka yang jauh dari kata baik hanya untuk menyelamatkan Brian.

Butuh waktu 30 menit untuk membawa tubuh berat ini. Mereka membuang kasar kaki Brian setelah memastikan telah jauh dari kantor polisi. Kini ketiganya sedang berada di hutan.

"Berat banget nih anak. Kebanyakan dosa kali, ye? Gue enggak nyangka dia bakalan pingsan gara-gara masalah tadi." Dena mengelap peluhnya menggunakan lengan. Ia menelusuri sekitar dan iris matanya menemukan sumur. Kemudian mendekati sumur itu.

"Mau kemana lo?"

"Mau minum, haus gue."

Sari pun mengikuti Dena dan membantu menimba air. Secara bergantian keduanya meminum air tersebut. Kemudian membawa segelas air untuk menyiram wajah Brian. Joan pun memekik saat wajah dan bajunya basah lalu ia melihat Dena dan Sari tajam.

Bukannya takut, Dena malah berkacak pinggang dan mengangkat dagu. Seolah menantang Joan yang baru tersadar dari pingsan. Sari melengos melihat keduanya dan memilih menyenderkan tubuh ke pohon.

"Apa lo?! Mau marah? Eh, tidak bisa karena kita sudah nolongin lo dari ledakan itu," kata Sari.

Joan mendengkus kasar. Ia meraba bahunya. Ah, shit. Ternyata jahitannya kembali terbuka. Ia menengadahkan kepala dan menatap Dena yang masih menampilkan raut menantang.

"Gue boleh minta tolong?"

"Apa?"

"Tolong ambilkan air."

"Cih, menyusahkan saja." Walaupun hati Dena dongkol kepada Brian, ia tetap mengambilkan air dari sumur dan memberikan kepada Brian.

Joan tersenyum dan mengucapkan terimakasih. Ia menyiram air ke lukanya, mengelapnya dengan hati-hati, menyobek baju, kemudian membalutnya. Tak ada ringisan atau pun raut kesakitan di wajahnya membuat Dena dan Sari menatap Brian penuh selidik. Keduanya penasaran, siapakah gadis di hadapannya ini?

"Suara dan iris mata lo berubah. Sebenarnya lo siapa?" Sari memecahkan keheningan dan menatap Brian.

"Bukan urusan lo."

"Dih!"

Dena tak terima bila Sari mendapatkan balasan ketus dari Brian. Ia berdiri dan ingin menghajar Brian, tapi tak jadi karena Sari mencengkal tangannya dan menyuruh duduk.

"Dia bukan Zurra maupun Brian."

Joan tetap diam. Ia malas membalas pernyataan Sari tentangnya. Namun, di dalam hati, ia merasa penasaran dengan sosok Sari dan Dena. Entah kenapa, hatinya mengatakan bahwa kedua orang ini berbahaya. Terutama mereka memiliki aura yang mencekam, dingin, dan misterius serta hangat secara bersamaan. Joan harus waspada karena ia tak tahu apakah Sari dan Dena kawan atau lawan.

ARCANE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang