03. Mellifluous

312 78 12
                                    

"Kamu tau, di dunia ini jatuh yang tidak sakit hanya jatuh cinta."

"Bohong. Yang namanya jatuh pasti sakit. Setiap jatuh pasti lara. Jatuh cinta juga menyakitkan meski kita tidak menyadarinya, karena cinta terus menipu kita untuk selalu terlihat bahagia."

***

Di keluarga kecilnya yang hanya terdiri dari tiga orang, Saddam sering merasa kesepian karena takdirnya yang terlahir sebagai anak semata wayang. Temannya sehari-hari di rumah hanya buku-buku yang dibelikan ibunya untuk menemani waktu luangnya. Rumahnya yang sedikit jauh dari pusat kota membuatnya tidak memiliki teman selain di sekolah. Maka dari itu sejak dulu Saddam ingin sekali tinggal di sekolah yang memiliki asrama atau pesantren sekalian. Namun sampai menginjak SMA keinginannya tidak pernah terwujud. Bapak dan ibunya menolak mengabulkan. Alasannya karena rumah pasti akan jadi sangat sepi jika Saddam tinggal di asrama. Terlebih ibunya pasti akan merindukan Saddam setiap hari. Oleh karena itu, tanpa persetujuan Saddam orangtuanya memasukkannya ke SMA Garuda. Berakhirlah Saddam di sekolah itu dengan teman-teman anehnya.

"Saddam, ayo turun makan malam dulu, Nak." Winda, ibu Saddam menyembulkan kepalanya dari pintu kamar putranya. Wanita dengan paras ayu itu tersenyum hangat.

Saddam meninggalkan kursi belajarnya, meletakkan kembali buku Peter Pan karya J.M. Barrie yang tengah dibaca ulangnya ke seribu satu kali ke rak buku miliknya di deretan buku-buku fantasi seperti The Wonderful Wizard of Oz karya L. Frank Baum, The Snow Queen and Other Tales karya Hans Christian Anderson, dan juga Le Petit Prince karya Antoine de Saint-Exupéry.

"Hari ini menu makan malamnya apa, Bu?" tanya Saddam saat keduanya menuruni tangga, berjalan bersisian dengan lengan Winda merangkul bahu putranya.

"Hari ini Ibu masak semur ayam dan capcai sayur kesukaan kamu."

"Pasti enak."

Di kursi utama pria dengan perawakan tinggi besar sudah menunggu. Zulfikar Cahyo Narendra, pria yang selalu Saddam sebut dengan panggilan Bapak tersenyum lebar dengan lesung pipit di kedua pipi. Pria itu menyambut senang putranya yang turun untuk makan malam bersama. Mereka duduk mengitari meja makan.

Makan malam diselingi dengan bincang-bincang ringan mengenai kegiatan mereka sehari-hari. Zulfikar yang seorang pengusaha mebel ukiran bercerita panjang lebar mengenai pekerjaannya hari ini yang kewalahan menangani pesanan dari luar kota bahkan luar negeri. Mengatakan bahwa dirinya akan sangat sibuk untuk beberapa minggu ke depan, namun sangat bersyukur karena Tuhan memberikannya banyak rezeki.

"Meski sibuk, Bapak jangan sampai lupa makan dan harus selalu jaga kesehatan." Winda menambahkan lagi lauk pauk ke piring suaminya.

"Iya, Bu. Tenang saja, Bapak pasti akan jaga kesehatan."

"Padahal Bapak baru bisa istirahat awal bulan ini, tapi malah harus sibuk lagi. Jangan terlalu memaksakan diri ya, Pak? Kalau capek, istirahat." Saddam memandangi tangan pekerja keras milik bapaknya. Sebagai anak dia tidak ingin Zulfikar bekerja terlalu keras, Saddam lebih senang jika Zulfikar bekerja secukupnya saja, karena Saddam tidak masalah jika dia harus hidup dengan sederhana. Tidak perlu hidup mewah seperti orang lain. Bagi Saddam kehidupannya yang sekarang sudah cukup, dia sudah merasa berkecukupan.

"Nak, kita harus bersyukur karena Bapak masih diberikan banyak pekerjaan. Tandanya Allah masih ingin Bapak untuk terus bekerja keras, bersyukur karena kita terus dilimpahi banyak kenikmatan. Tidak perlu khawatir dengan Bapak, Bapak merasa senang dengan pekerjaan ini dan insyaallah Bapak akan tetap sehat selalu." Saddam tersenyum sambil balas menatap Zulfikar, bersyukur sekali mempunyai orangtua sepertinya.

From Me, Your NeverlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang