01. Time

336 89 6
                                    

"Tapi kenapa pelangi cuma muncul sebentar?"

"Karena di dunia ini sesuatu yang indah nggak akan bertahan lama. Karena pelangi terlalu cantik, makanya kita cuma boleh lihat sebentar."

✩┈┈┈🌙┈┈┈✩

Buku sudah rapi di atas meja. Pensil, bolpoin, penghapus, dan penggaris. Sepertinya tidak ada yang tertinggal. Pagi ini harus diawali dengan kesempurnaan, mengingat hari ini adalah hari pertamanya masuk sekolah setelah MOS selesai. Akhirnya masa SMA yang sesungguhnya datang.

Kelas milik Saddam ada di lantai pertama, tepat di samping koridor sebelum kantin. Tadi pagi saat Saddam mencari namanya di deretan kertas di papan pengumuman, namanya ada di kolom teratas, dia masuk ke kelas 10 IPA 1. Sepertinya sih kelas unggulan.

Pukul tujuh kurang lima menit, hampir seluruh kursi terisi, murid-murid banyak yang sudah berdatangan. Dari wajah-wajah baru yang hilir mudik memasuki ruangan berukuran 14×15 meter persegi itu, tidak ada satu pun yang merupakan kenalan Saddam. Tidak ada seorang pun yang berasal dari sekolahnya yang dulu. Inilah yang membuat kursi di sebelah Saddam masih kosong, tidak ada yang mau duduk dengannya, sungguh menyedihkan.

Seorang wanita paruh baya dengan sanggul tinggi mengembang seperti adonan roti bolu memasuki ruang kelas. Dari pakaiannya yang berwarna keki dengan sepatu high heels lima senti mengetuk-ngetuk lantai, Saddam tahu, kalau wanita itu merupakan guru sekolahnya. "Selamat pagi semuanyaaaa," sapanya dengan kemayu.

"Selamat pagi, Buuuuuu!" Seisi kelas menjawab serempak.

Setelah membetulkan letak kacamata bulatnya di pangkal hidung, guru itu berdiri di depan kelas, mengenalkan diri, "Perkenalkan, nama Ibu adalah Endang Kusuma. Kalian bisa memanggil Ibu dengan sebutan Bu Endang. Ibu mengajar mata pelajaran fisika. Tahun ini Ibu akan menjadi wali kelas kalian, salam kenal semuanyaaa, Ibu senang sekali melihat wajah-wajah baru yang segar dan bersemangat!" suara kemayu Bu Endang mengalun lembut enak didengar, meski tetap terdengar tegas.

Murid-murid di dalam kelas antusias menyaksikan perkenalan wali kelas mereka. Demikian pula dengan Saddam, ia senang mendapatkan wali kelas baru yang nampaknya baik hati dan ramah. Kunci bahagia di sekolah menengah atas itu sederhana, jauh dari guru-guru killer. Dan Saddam berhasil mendapatkan kebahagiaan itu melalui Bu Endang.

Suara pintu diketuk dua kali membuat seisi kelas menoleh.

Suasana canggung berlangsung selama tiga detik.

"Hai," anak laki-laki dengan seragam necis dari ujung kaki sampai kepala meringis, melambaikan tangan kepada penghuni kelas dengan gerik kaku, memecah suasana canggung. Namun tidak ada satu pun yang membalas sapanya.

"Murid kelas ini?" Bu Endang berinisiatif bertanya.

"Iya, Bu. Maaf sedikit terlambat," ucap anak itu dengan sopan santun.

Bu Endang tersenyum sembari menyuruh anak itu masuk kelas, "Masih hari pertama jadi Ibu maklum kalau sedikit terlambat, ayo duduk di kursimu."

"Baik, Bu."

Saddam berdecak takjub sembari menatap nyalang ke arah pintu masuk. Terlambat lagi? Sudah gila!

Saat anak itu melangkahkan kaki memasuki kelas, sinyal dari indra penglihat Saddam mengirimkan perintah kepada sel otaknya untuk menolak menjadi teman sebangku anak itu. Buru-buru tangannya memindah tas punggungnya yang berada di laci meja ke kursi kosong di sebelahnya. Saddam membuang muka saat anak itu membuat kontak mata dengannya. Siaga level 3! Pokoknya tidak mau satu bangku dengan anak itu! Tidak mau!

From Me, Your NeverlandWhere stories live. Discover now