40- 200 Lilin SMA Lintang Angkasa

288 6 1
                                    

"Haaa, Samson!" Seru Rendra dengan menutupi wajahnya.

"Kenapa tiba-tiba? Gak ada angin, gak ada hujan," timpal Yudha.

Berita duka sudah menyebar luas hingga pelosok sekolah SMA Lintang Angkasa. Semua guru dan juga siswa dari kelas sepuluh hingga kelas dua belas merasa kehilangan sosok Samuel yang sangat berprestasi di sekolahnya. Cowok yang selalu menyumbangkan berbagai piala untuk sekolahan dan cowok dingin selalu menjadi incaran para siswi di sekolah.

Terutama Rendra dan Yudha, mereka berdua tampak bersedih setelah mendengar kepergian sahabatnya yang sangat tiba-tiba. Padahal, sebelum dia pergi, dia sempat nongkrong bareng dan tertawa bersama. Namun, setelah Samuel pulang, kedua sahabatnya mendapatkan berita duka.

"Nanti malam ada camping, kelas sebelas dan dua belas wajib ikut!" Kata Feran, ketua kelas dua belas IPA satu.

"Gue gak pergi, gue sedang berduka, hikss!" Ucap Yudha pada ketua kelasnya.

"Gak bisa, kita wajib mengikuti camping ini. Karena juga ada acara penting malam ini yang diselenggarakan oleh OSIS untuk mengenang almarhum Samson," jelas Feran pada seluruh temannya.

"Demi Samson! Kita ikut Ren," timpal Yudha dengan menepuk pundak Rendra lalu menelungkup kan wajahnya di atas meja.

***

Sore hari menjelas malam, seluruh siswa kelas sebelas dan dua belas mengadakan camping di sekolahan. Karena setiap tahunnya khusus untuk dua angkatan, selalu mengadakan acara tersebut.

Namun, menariknya malam ini adalah acara menyalakan lilin sebanyak dua ratus. Entah mengapa alasan OSIS mengganti acara api unggun dengan menyalakan lilin sebanyak dua ratus batang.

Yudha dan Rendra tampak tak bersemangat sama sekali. Mereka berdua duduk di bawah tenda yang telah ia bangun dengan menopang dagunya menggunakan kedua tangannya. Mereka masih merasa sedih meskipun mereka telah mengunjungi rumah sahabatnya untuk mengucapkan bela sungkawa dan juga mengunjungi tempat istirahat terakhir sahabatnya itu. Ikhlas tidak ikhlas, rela tidak rela, mereka harus berusaha merelakan kepergian sahabatnya.

"Kak Rendra, ayo makan! Nanti sakit lho," ajak Chita, anak kelas sebelas IPS lima yang katanya sangat menyukai Rendra.

Namun, Rendra tetap diam dan menatap depan dengan kosong.

"Kak Ren, ayo!" Ajaknya lagi.

Rendra berdecak kemudian berdiri menatap cewek yang selalu mengganggunya itu. "Gak tertarik!" Ujar Rendra kemudian pergi meninggalkan Yudha dan ketiga cewek.

"Kak Yudha, ini makanan-" perkataan Tia, teman dari Chita itu menggantung dan lirih saat ia melihat kepergian Yudha begitu saja tanpa mengatakan apapun.

Di sisi lain, Sean menyandarkan tubuhnya di bawah pohon rindang dengan menatap situasi sekitar yang tampak ramai. Namun, berbeda dengan dirinya. Ia merasa sepi dan juga sendirian.

Jujur, ketika Sean mendengar jika Samuel telah tiada, perasaannya seperti disayat belati yang sangat tajam. Sahabat kecilnya itu telah pergi meninggalkan dirinya. Ada rasa bersalah ketika ia mengingat keluarganya yang mengusik kehidupan Samuel. Berawal dari nyokapnya hingga ia merusak kehidupan seorang gadis yang kini telah menjadi istri dari kakak Samuel.

Sean menghela napasnya dengan menggelengkan kepalanya untuk mengusir rasa bersalahnya pada sahabatnya.

"Sean!" Panggil Chiko.

Sean menatap kehadiran Chiko dengan membawa dua lilin di tangan kanannya.

"Ngapain lo ngelamun? Entar kesambet mampus lo," imbuh Chiko.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 14, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

A STORYWhere stories live. Discover now