14 - Hanya dengan Waktu

148 7 0
                                    

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

***

Di tempat lain, seorang Sean Almeida sedang berada di rooftop rumahnya. Duduk dengan beberapa botol yang ada dihadapannya. Sendiri dan tak ada siapapun yang menemaninya. Setelah kejadian pagi tadi di sekolah, Sean menghibur diri agar menghilangkan beban di dalam pikirannya.

Desi, mamanya tidak pernah sedikitpun untuk bertanya apakah dia baik-baik saja atau bertanya kenapa tadi pagi ia bertengkar dengan orang. Tidak pernah, perempuan itu hanya mementingkan diri sendiri. Dan sebenarnya, apa yang dikatakan oleh dia tadi pagi kepada Sean, hanya basa-basi. Nyatanya, sepulang sekolah Desi tidak memperdulikan anaknya.

Sean mengacak rambutnya kasar. Pikirannya terus terlarut ke dalam perasaannya. Lalu berpikir, dia memang sudah menjadi laki-laki bangsat setelah ia berhasil menghamili anak orang dan lari dari tanggung jawabnya. Kalaupun bertanggung jawab, apakah dia menjadi ayah yang baik untuk anaknya? Lihatlah sekarang, Sean memilih bermabuk-mabukkan untuk menghilangkan pikirannya.

Kemudian, seorang laki-laki paruh baya membuka pintu rooftop dan melihat anaknya sudah dalam keadaan mabuk tidak sadarkan diri.

"Sampai kapan kamu seperti ini?" Pekik Handoko-ayah Sean yang selalu menakan Sean untuk menjadi laki-laki yang berprestasi.

Sean tersenyum sinis lalu berdiri dengan tumpuan kedua kaki yang sudah lemas, hingga tubuhnya terhuyung ke depan.

"Papa khawatir sama gue? Wow, sejak kapan pa? Bukannya papa selalu bilang 'Sean jadi laki-laki itu harus berprestasi' dan lihat sekarang, Gue udah jadi laki-laki yang berprestasi. Berprestasi dalam menghancurkan hidup orang," ucap Sean yang tak sadarkan diri.

"Apa yang kamu maksud Sean?"

"Papa, papa, Sean terlahir dari keluarga kaya raya dan memiliki harta yang berlimpah. Tapi di dalam hidup Sean hanya kurang satu pa, kasih sayang dari orang tua. Papa dan mama gak pernah kasih sayang ke Sean. Dan lihat mama, sangking sibuknya perempuan itu sudah mengkhianati papa!" Kata Sean.

"Papa tau kalau mama kamu sudah mengkhianati papa-"

"Iya, itulah. Banyak orang yang bilang kalo Sean itu anak sama orang tuanya sama aja. Sama-sama nyakitin hati perempuan," putus Sean lalu mengatakan jika dirinya sudah menyakiti hati seorang perempuan, persis sekali dengan kata-kata Samuel. Karena perkataan dari Samuel itu berhasil membuat dirinya terus berpikir tentang kelakuannya.

Handoko mengernyitkan dahinya, ia berusaha mencerna apa yang dikatakan oleh anak tunggalnya itu. Tapi, nihil. Ia tidak bisa mengerti apa yang dikatakan oleh Sean.

Sean menatap Handoko dengan intens saat laki-laki paruh baya itu terlihat berpikir. Lalu tersenyum smirk dengan mengusap wajahnya dengan kasar. "Iya pa, papa sudah berhasil mendidik Sean untuk jadi berprestasi. Selain berprestasi akademik, Sean juga berprestasi dalam menyakiti hati perempuan. Sean udah menghancurkan gadis itu," ucapnya.

A STORYWhere stories live. Discover now