34 - Hak Asuh Bobby

Start from the beginning
                                    

"Papa baru, papa lama, apanya? Lo bawaan ngantuk, ya?" Katrin jadi kesal sendiri karena Bian nggak serius mengindahkan permintaannya.

Bukannya menjawab perkataan Katrin, Bian malah menambahkan kalimat aneh lainnya. "Bawa santai aja, Kat. Nggak usah dipikirin banget si Garvin. Lo tetap jadi Katrin yang positive vibes terus aja, ntar Garvin luluh sendiri."

"Lo ngomong apa, sih?" dahi Katrin jadi keriting karena mencoba mencerna omongan tersebut.

"Bukan apa-apa sih, tapi coba lo renungin sendiri. Hm, jadi lo cuma mau ngomongin tentang Bobby aja kan? Ini udah, ya? Gue mau lanjut nonton netflix dulu nih, bye." Dengan kurang ajarnya, Bian mematikan sambungan.

Katrin makin sebal karena menanggap ucapan Bian tadi begitu mengganjal. Apa cowok itu tahu sesuatu?

Katrin melemparkan ponselnya ke kasur. Dia kemudian menarik selimut sampai kepala. Selain saat mengerjakan soal trigonometri, baru kali ini dia merasa otaknya seperti mau meledak.

***

"Nggak mungkin Garvin sejahat itu, Kat," ucap Dewi ketika dirinya dan Katrin menghabiskan waktu istirahat di kantin.

Katrin menyedot es tehnya dengan berapi-api. Setelah bercerita panjang lebar tentang kejadian yang menimpanya kemarin rasa dahaganya seolah mencapai titik puncak.

"Pasti ada motif kenapa dia tiba-tiba jauhin lo. Kalau pakai alasan selektif karena lo nggak ngasih dampak positif di hidupnya, itu nggak banget."

"Tapi dia bilangnya begitu," kata Katrin.

"Lo percaya?"

"Iya, Wi. Dia bilangnya pake muka serius bukan main."

"Sejak kapan Garvin nggak pasang muka serius? Itu alasan pasti cuma mengada-ada aja."

"Mengada-ada gimana? Kalau dipikir-pikir mungkin bener juga, Garvin muak sama gue yang sok campur sama kehidupannya." Katrin menjauhkan gelas es tehnya yang sudah tak bersisa.

Helaan napas lolos dari bibir Dewi. Dia memandang sohibnya prihatin. "Jadi lo mau gimana? Nurutin permintaan Garvin buat menjauh?"

"Pasti lah, ogah banget gue negur dia lagi. Males."

"Wait, gue baru sadar, mata lo sembab. Lo nangisin dia semalem?!" Dewi memandang Katrin tak percaya.

Katrin berdecak. "Gue baper sama omongannya kemarin. Entah kenapa sakit aja dengernya."

"Astaga, Kat. Lo suka dia?"

"Eh?! Enggak, kok."

"Lo nggak akan nangis kalau nggak suka dia, Kat. Pasti tanpa lo sadari lo udah naruh hati ke dia."

Katrin terdiam. Apa benar? Kalau iya, kurang ajar banget si Garvin. Bisa-bisanya dia menyelusup masuk ke celah hati Katrin lewat kedekatan mereka akhir-akhir ini. Padahal Katrin nggak pernah secara resmi memberi izin hatinya agar terbuka ke cowok datar tersebut.

Katrin menggeleng. Tidak. Dia tidak naksir Garvin.

Tapi mau disangkal bagaimana pun, memang kenyataannya keberadaan Garvin terlalu nyata. Momen-momen yang mereka habiskan bersama melekat di memori Katrin dan tersimpan baik. Kadang juga memori tersebut membuat lengkung senyum Katrin otomatis terbit apabila mengingatnya.

Karena KatrinaWhere stories live. Discover now