🍃25~Rasa Sayang🍃

35.4K 4.3K 192
                                    

🍃 Happy Reading 🍃

"Naya, sayang makan ya," bujuk Siska entah yang ke berapa kalinya.

"Hiks ... Nggak mau! Naya maunya Bang Alvin!!" teriak Naya histeris.

Dirga memijat pangkal hidungnya. Kenapa putri satu satunya ini sangat lengket dengan Alvin.

"Sama Bang Alvan aja ya?" tanya Alvan yang duduk di atas brankarnya baru saja selesai makan. Kondisinya sudah lebih baik karena memang hanya terdapat luka ringan.

Naya menggeleng. "Nggak, Naya mau sama Bang Alvin!!"

"Naya, dengerin Ayah. Makan dulu ya, biar cepet sembuh," bujuk Dirga.

"Nggak mau!! Ayah jahat sama Bang Alvin! Tadi Naya denger Ayah bilang ke Bang Alvin nggak boleh ketemu Naya ... Hiks. Naya juga tadi liat Bang Alvin di jendela," ucap Naya yang terisak. Tangan kecilnya menunjuk ke arah jendela.

Kayra yang melihat itu tak tega. Ia mencoba ikut membujuknya tapi tetap gagal. Akhirnya Kayra mengetikkan sesuatu di ponselnya.

"Mas, apa nggak sebaiknya biarin aja Alvin masuk. Demi kebaikan Naya," ucap Siska pelan agar hanya Dirga yang mendengarnya.

"Nggak," tolak Dirga.

<><><>

Sudah satu jam sejak Alvin tak diperbolehkan masuk ke ruangan oleh Dirga. Cowok itu duduk di kursi yang ada di depan ruang rawat Alvan dan Naya sambil memainkan ponselnya untuk mengusir bosan.

Tadi Alvin bersikeras untuk masuk, tapi Dirga mengancamnya.

Karena tak ada yang menarik dari ponselnya, Alvin berdiri dan mendekat ke arah jendela untuk melihat adiknya yang terus menangis sejak lima belas menit yang lalu.

Rasanya Alvin ingin sekali menghibur Naya, tapi Dirga tetap saja melarang keras dirinya untuk masuk ke dalam.

TING!

Ponsel Alvin berbunyi menandakan notifikasi pesan. Dari Kayra. Alvin kembali duduk.

Kay

Vin, mending lo masuk aja udah.

Naya nangis nggak mau makan, dia maunya ketemu sama lo.

Ayah nggak izinin.

Katanya kalau gue maksa masuk, gue nggak boleh ngomong sama Naya maupun Alvan lagi.

"Woi!"

Mendengar itu, Alvin mendongak. Seorang cowok pecinta permen karet berdiri di hadapannya, tak lupa dengan cengiran khasnya.

"Vin, kok lo malah di sini? Nggak nemenin adek sama kembaran lo, gitu?" tanya Raka.

"Nggak boleh sama Ayah, padahal gue nggak tega liat Naya nangis terus," ucap Alvin dengan nada lirih.

"Ayoklah masuk aja kuy, masalah bokap lo gampang."

Raka menarik Alvin agar mengikutinya masuk ke dalam ruangan.

Sama tapi Berbeda [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang