💍8. Wujudkan atau tidak?💍

465 74 0
                                    

Asap, aroma, suara minyak meletup, air yang mendidih, bunyi wajan yang beradu sudip, serta hiruk-pikuk para staff kitchen menjadi hal biasa untuk telinga Januar yang sudah mengabdikan diri puluhan tahun di industri ini. Yang tidak biasa adalah adanya ikan koki di ujung ruangan. Katanya milik Sous Chef, nanti akan dibawa pulang. Baiklah tidak apa-apa, selama tidak mengganggu kinerja, Januar memaklumi.

Ada banyak staff Kitchen, jumlahnya mencapai 50 orang. Kadang jika ada event atau saat high occupancy mereka membutuhkan staff tambahan, maka akan ada staff DW atau Daily Work —orang-orang yang digaji jika mereka datang dan bekerja. Ini pun harus pilihan. Januar yang tadi menyeleksi secara singkat melalui data yang disodorkan Sous Chef. Januar tak bisa mengambil resiko, jadi para DW dipekerjakan ditempat yang rendah resiko dan minim kerusakan.

Saat ini, hotel tengah high occupancy, menjadikan Januar turun tangan ke kitchen. Beruntung tidak terlalu lama hingga Januar tak perlu mengulang kejadian masa lalu yang harus 15 jam bekerja.

Jadwal pulang sedikit diperpanjang, hingga pukul 18.00. Januar baru keluar gedung Hotel. Di tengah jalan, tak disangka bertemu Eri yang sedang berjalan mengayunkan tangan menyentuh tembok di kirinya.

Laju mobil dipelankan, Januar mengikuti dari belakang. Lantas menekan bel saat melihat Eri menoleh ke arahnya.

Eri memicingkan mata. Dari tampangnya berpikir "Siapa itu?"

Gerak mobil berhenti tepat di depan wanita itu.

"Hey, Cais!" teriak Januar membuka jendela mobil.

Eri masih memicingkan mata, sampai matanya membola melihat Januar. Eri menunjuk diri. "Aku?"

Dan karena tahu gerakan itu, Januar berseru lagi. "Menurutmu Cais ku siapa lagi?"

"Cais itu apa?" Eri mendekati mobil. Sedikit menunduk, nyaris melongok ke dalam. Entah kenapa jantung Januar berdebar aneh. Mungkinkah? Ah tidak!

"Enggak perlu tahu." Memalukan, kenapa bisa pria dewasa sepertinya harus merasa kekanakan seperti ini.

Demi jantung dan perasaan yang dia takutkan, Januar mencoba berpikir tentang masa lalunya yang mengenaskan. Sekarang lebih baik, Januar mengalihkan pembicaraan.

"Mau kuantar?"

"Calon istri, ya?"

Keduanya berbicara bersamaan. Januar dan Eri sama-sama mengerjap.

Batuk menyerang tiba-tiba. Tenggorokan Januar gatal minta digaruk pakai garu rumput sapi, mungkin ada kuman sebesar biji nangka.

"Wah!" pekik Eri sedikit tegak. Lantas menepuk pipi kanan kiri bergantian. Dia juga sempatkan mengecek suhu tubuh di keningnya. "Apa aku sedang bermimpi? Mimpi ini indah sekali. Chef Januar yang terkenal bermulut pedas, bahkan lebih pedas dari carolina reaper mengajakku pulang together. Ya, Allah berkah sekali."

Kemana rasa malu Eri tadi? Hilang, lenyap ditelan lumpur isap, kah? Atau dia sebenarnya sedang kesurupan jin trotoar?

"Bisa mundur," ucap Januar.

Eri menurut. Mundur dua langkah.

"Maaf, enggak jadi kuantar." Januar tancap gas, benar-benar meninggalkan Eri yang mematung di tempat. "Rasain." Januar sebal. Beginilah Januar kadang tak punya hati dan perasaan. Tega meninggalkan seorang wanita di tengah jalan. Namun, sialnya perasaan yang seharusnya tanpa empati, mendadak hilang. Dia kepikiran Eri.

"Ash! Sial!" Januar menyalakan lampu sen kanan, berbelok, kembali ke tempat tadi. Sayang, begitu kembali Eri sudah tidak ada di sana. Rasa was-was kembali menyerang. Segera dia melakukan panggilan.

GercepWhere stories live. Discover now