💍Bab 32. Sebuah Keputusan 💍

249 31 3
                                    

Holla. Tumben daku up malam-malam. Ekekek. Karena baru selesai ditulis. 🤣

Selamat membaca semua.

💍💍💍

Sebuah kertas iklan sedot wc terbawa angin. Menempel tepat pada jendela kaca mobil Januar yang terparkir di pelataran parkir minimarket. Penumpang di dalamnya tidak ada yang peduli karena diselimuti oleh percakapan serius.

Eri yang duduk di samping Januar memainkan tali tasnya. Tampak gusar. Wanita itu beberapa kali melirik. Januar melihatnya dari kaca spion dalam.

"Jadi bagaimana, Bang?" tanya Eri setelah beberapa menit tidak bersuara. Dari nadanya terlihat takut-takut.

Januar mengembuskan napas pelan. "Tapi kenapa kamu harus resign, Ri?"

"Alasannya sudah kujabarkan tadi, kan, Bang. Ini demi Cyhou. Anak itu butuh perhatian lebih agar sindrom chuunibyou yang dideritanya bisa cepat hilang. Memang benar kata psikolog bahwa sindrom itu akan hilang seiring waktu. Tapi melihat betapa kasihan Chyou tadi, aku sungguh tidak tahan."

"Dan kamu memutuskan berhenti untuk merawatnya?"

Eri mengangguk yakin. "Iya, Bang. Jadi Abang setuju, kan?"

Untuk urusan penting seperti ini, Januar membutuhkan waktu untuk berpikir. Menimang apa ini memang keputusan yang bijak. Usulan Eri untuk bisa fokus merawat Chyou agar sembuh memang bagus, tapi jika harus mengorbankan profesi ...? Entahlah. Januar ragu untuk bisa setuju.

"Beri aku dua hari. Setelah dua hari, aku akan memberi keputusan. Sementara itu kuharap kamu bisa mengurus kepindahan Chyou ke sekolah baru."

Eri diam. Merebahkan kepala ke sandaran kursi. "Bang, aku rasa Chyou harus home schooling. Bagaimana?"

Sebuah notifikasi pesan singkat mengurungkan niat Januar menjawab usulan Eri.

"Dari siapa?" tanya Eri sudah menutup mata.

"Dari Bibi, kita disuruh cepat pulang. Perlu diskusi katanya."

Eri menjawab hanya dengan gumaman. Terlihat sekali kalau istrinya itu sangat lelah dan mengantuk.

Intuisi Januar ternyata terbukti. Sejak jam tujuh pagi, perasaanya mendadak tidak enak. Dia memikirkan Chyou. Bahkan saat rapat tahunan antar para petinggi, dia benar-benar kehilangan fokusnya. Sampai beberapa kali mendapat teguran oleh General Manager.

Jalan raya sangat lengang. Lampu lalu lintas hanya berkedip kuning, tanda hati-hati. Roda melindas jalan kampung. Kini mereka sudah memasuki pekarangan rumah dan berhenti di parkiran.

Rumah Januar memang besar. Sesekali dalam seminggu ada satu atau dua orang yang akan dipekerjakan membantu Bibi membersihkan rumah atau halaman depan. Tapi untuk pekarangan belakang, Bibi biasanya tidak membutuhkan bantuan. Katanya dia senang berkebun karena bisa membunuh kebosanan.

"Eri, kita sudah—." Januar terhenti tatkala dia menengok sang istri yang tertidur pulas di sampingnya. Pria itu tersenyum seraya melepas sabuk pengaman miliknya.

Dengkuran halus terdengar dari bibir Eri. Wanita itu bahkan tidak terganggu ketika Januar membuka sabuk pengaman yang melingkari tubuh Eri. Agaknya terlampau indah mimpi wanita itu.

Begitu saja Januar keluar dari mobil dan membuka pintu samping Eri. Dia sudah bersiap mengangkat tubuh istrinya. Walaupun tubuh Eri tampak ramping, tubuh istrinya berat juga. Butuh ekstra tenaga agar Januar berhasil menggendong Eri.

Beberapa helai rambut menutupi wajah tenang istrinya. Andai Eri bisa setenang ini ketika bangun, mungkin ... ya, mungkin dunia takkan seberwarna biasanya.

GercepWhere stories live. Discover now