Chapter 15 [Edited]

7.7K 756 22
                                    

Don't forget to vomments.

<><><>

Ia menjalankan mobil begitu cepat dan pada akhirnya kami berbincang-bincang. Sekilas aku melihat ada truk yang melaju ke arah kami.

"Baal awas!"

'BRAK...'

Kepalaku sangat pusing, kutatap banyak sekali asap yang keluar dari bagian depan mobil iqbaal. Aku menoleh ke arah kanan.

Iqbaal.

Kepalanya banyak mengeluarkan darah, dia tak sadarkan diri. Aku berusaha keluar dari mobil. Kepalaku sangat pusing.

sangat.

sangat.

pusing.

Dan tiba-tiba badanku ambruk ke bawah, semuanya putih. Sampai akhirnya aku terseret ke dalam dunia bawah sadarku.

<><><>

'Iqbaal.. Iqbaal.. Kamu dimana baal?'

'baal'

'Iqbaal!!'

'Aku disini (namakamu).' Aku membalikkan badan, ada seorang laki-laki dengan jas putih. Aku langsung berlari kearahnya dan memeluknya. Dia membalas pelukanku.

'(namakamu).'

'Aku, aku merasa tak bisa hidup bersamamu lagi.'

'Apa maksud kamu baal?'

'Sebentar lagi kita akan berbeda dunia.'

'Berbeda dunia?'

'Kita akan berpisah (namakamu). Aku tidak akan hidup di dunia lagi.'

'Baal. Aku gak mau sendirian, lebih baik aku ikut bersamamu.'

'Kamu harus tetap hidup (namakamu). Siapa yang akan menemani kedua orang tuamu jika kau ikut bersamaku. Aku yakin, tuhan akan mempertemukan kita di surga suatu saat nanti.' Aku menangis sekeras yang aku bisa.

'Hei bidadariku, kenapa kamu menangis, kumohon jangan menangis, air matamu sangat berharga, jika hanya untuk menangisiku, itu tidaklah pantas.'

'Iqbaal, kumohon jangan pergi, kumohon.'

'Maafkan aku (namakamu) maafkan aku.' Dia melepaskan pelukanku lalu menjauh dariku. Kakiku terasa sangat berat untuk mengejarnya. Aku hanya bisa terus menangis, hingga sosok lelaki yang kucintai.

Telah pergi dari hadapanku.

<><><>

Kupaksakan kedua mataku untuk terbuka, Ya Tuhan, ini sangat sulit, ku coba, dan kucoba lagi dan akhirnya kedua mataku terbuka, kulihat aku sedang terbaring di atas ranjang rumah sakit. Kuedarkan pandanganku kesegala arah.

Dimana Iqbaal?

Aku hanya melihat ada mami yang duduk di atas kursi sebelah kiriku.

"(namakamu)? Kamu sudah bangun? Biar mami panggilkan dokter dulu." Mamiku dengan cepat berlari keluar dari ruangan ini. Aku berusaha bangun tapi sangat sulit. Ya Tuhan aku mengkhawatirkan Iqbaal sekarang.

Tidak beberapa lama, ada dokter dan 2 perawat yang memasuki ruanganku, sang dokter sibuk memeriksa kondisiku.

"Nona (namakamu), Anda harus banyak beristirahat, jangan terlalu banyak bergerak, karena itu dapat mempengaruhi jangka waktu penyembuhanmu." Aku hanya mengangguk lemah dan dokter itu tersenyum. Ketiga orang itu dengan cepat meninggalkan aku berdua dengan mami.

"Mi, iqbaal dimana?" Kataku sangat lemah, nyaris tak terdengar.

"Iqbaal.. Iqbaal.."

"Iqbaal kenapa mi?" Tanyaku lebih besar lagi.

"Iqbaal.. Iqbaal.."

"Mi, (namakamu) serius."

"(Namakamu) dengerin mami. Iqbaal mengalami benturan yang sangat keras dikepalanya, itu yang membuatnya harus dirawat di rumah sakit yang berada di Jepang, sudah 3 bulan yang lalu Iqbaal dibawa ke sana tapi tak ada kabar." Ucap mamiku menahan tangis.

"3 bulan mi?" Aku menyergit bingung.

"Kamu sudah koma selama 4 bulan. Kamu bahkan pernah di diagnosa telah meninggal tapi ternyata Tuhan berkehendak lain, kamu masih diberikan mukzizat." Aku tersenyum miris, selama itukah aku tidur? terbaring disini? Kini airmataku turun, mengingat apa yang dikatakan Iqbaal didalam mimpiku. Bagaimana keadaan iqbaal, Tuhan? Aku harus apa? Apa dia sudah berpulang pada-Mu?

"Kamu kenapa (namakamu)?" Aku menatap mamiku, berusaha untuk memeluknya.

"Jangan seperti itu, mami tak mau iqbaal disana bersedih melihat airmatamu jatuh." Mami menyela air mataku. Aku tersenyum.

"Istirahatlah." Aku mengangguk lalu berusaha tidur.

<><><>

3 tahun berlalu setelah peristiwa yang menimpaku dan cinta abadiku.

Iqbaal.

Jika kalian tanya apa aku masih mencintainya? Tentu saja jawabanku adalah iya. Walaupun sekarang aku sudah memiliki seorang kekasih. Bastian.

Aku sekarang sudah bekerja. Aku lulus kuliah dengan nilai yang sangat. Sangat. Sangat memuaskan. Sekarang aku bekerja sebagai asisten dari pak Tito. Kepala Direktur bagian Administrasi. Itu memang melelahkan, tapi semua ini harus ku jalani.

Harus.

Ini tekadku.

'cause all of me, love all of you..'

Lagu itu tak pernah ku ubah sampai sekarang. Bahkan wallpaperku adalah fotoku bersama iqbaal, bukan dengan bastian. Apa bastian marah? Tidak. Dia bilang kalau wajar aku masih memikirkan Iqbaal. Bastian sangat baik, aku tak pantas untuknya. Aku harus mengakhiri semuanya. Harus. Sebelum semuanya terlambat.

'Bastian's Calling.'

Harus bisa! Ayolah (namakamu)

'Hallo (namakamu).'

"Hallo bas. Aku mau ngomong boleh gak?"

'Ngomong aja.' Aku menghembuskan nafas beratku.

"Maaf bas, aku gak bisa lanjutin hubungan ini, aku gak bisa. Maafin aku."Dia terdiam. Tak ada tanda-tanda kalau dia akan menjawab.

"Bas.."

'Oh, maaf (namakamu). Iya gak papa kok.'

"Serius?"

'Iya'

"Kamu memang baik bas."

'Oke, aku mau ke jalan dulu, aku matiin ya?'

"Oke"

'tut..tut..tut..'

Aku bernafas lega.

Apa yang akan terjadi selanjutnya?

Apa aku akan tetap begini?

Atau mencari orang lain?

Aku sibuk dengan lamunanku dan tanpa sadar aku telah menabrak seseorang.

"Aduh.." Ringisku.

"Oh maaf nona, apa Anda baik-baik saja?" Ucapnya sambil mengulurkan tangan, aku meraih tangannya lalu dengan sigap dia membantuku berdiri.

"Aku tak apa, terima kasih tuan."

"Apa saya boleh tahu nama Anda nona?"

"(namakamu)." Jawabku dengan penuh senyuman. Tiba-tiba wajahnya menjadi muram. Ada apa?

"(namakamu)?"

"Iya, ada apa?"

"Aku aldi. Alvaro Maldini." Aku terdiam. Aldi? Saudara iqbaal?

"Dimana iqbaal, di?" Dia terdiam.

"Maaf (namakamu,  iqbaal sudah—"

TBC

Love LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang