08

30.6K 1.4K 12
                                    

EMBUN segera beranjak dari duduknya karena kesepakatan mereka sudah selesai, tetapi pergerakannya kembali ditahan Langit saat Embun berpamitan untuk pulang.

"Gue anter." ucap Langit sembari menggenggam tangan Embun.

Entah mengapa Langit sangat suka menggenggam tangan Embun, dia seperti menemukan kehangatan yang membuat hatinya tenang. Hal yang juga sangat dia inginkan dari dulu untuk bersentuhan dengan sang pujaan hati akhir terwujud dan Langit tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu.

"Nggak usah, gue bisa sendiri." ketus Embun, dia berusaha menyentak tangan Langit tetapi percuma karena Langit menggenggamnya dengan kuat.

"Nggak ada penolakan." ucap Langit kemudian membawa Embun pergi.

"Lo maksa sih." kesal Embun.

"Cuma anter doang elah, kayak gue mau ngapain lo aja." kekeh Langit.

"Tangan lo!" protes Embun, dia kembali berusaha melepaskan genggaman tangan Langit

"Pegang tangan boleh 'kan?" sela Langit cepat dan semakin mengeratkan genggamannya.

Embun terjebak dengan syarat yang dia tulis membuat Embun terus saja mengumpat dalam hati. "Langit sialan!"

Langit tersenyum tipis lalu membukakan pintu mobil untuk Embun, "Masuk." titahnya dan Embun terpaksa menurut.

Setelah Embun duduk, Langit segera memutari mobilnya, masuk ke dalam dan duduk di kursi kemudi lalu mengendarai mobilnya dengan santai. Langit sengaja agar waktu yang dihabiskan bersama Embun bisa sedikit lebih lama lagi.

"Alamat lo?" tanya Langit menoleh pada Embun yang sedang sibuk menatap luar jendela.

"Jalan Anggrek." jawab Embun tanpa menoleh pada Langit.

Langit mengangguk lalu melajukan mobilnya menuju alamat yang Embun sebutkan, "Kemana lagi?" tanya Langit saat mereka hampir sampai di sebuah tikungan.

"Belok kiri, rumah yang di ujung sana." jelas Embun sembari menunjuk sebuah rumah sederhana yang terletak paling ujung.

"Ini?" tanya Langit memastikan.

"Iya." jawab Embun dan Langit menghentikan mobilnya.

"Thanks." Embun bergegas pergi dari sana meninggalkan Langit yang tersenyum senang, hatinya berbunga-bunga karena bisa selangkah lebih dekat dengan Embun.

Setelah Embun masuk ke dalam rumah, Langit melajukan mobilnya kembali dan mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang, "Lo di mana?" tanya Langit saat telponnya tersambung.

"Rumah." Itu adalah suara seorang perempuan.

"Siap-siap, gue jemput ntar lagi." ucap Langit.

"Mau kemana?"

Tetapi Langit tidak menjawab dan langsung memutuskan sambungan telpon itu secara sepihak lalu melajukan mobilnya menuju rumah perempuan yang baru saja dia telpon, Laura Pandhita.

Kini Langit sudah berada di depan rumah mewah milik Laura, perempuan itu jika malam selalu berada di rumah sendiri karena ayahnya selalu sibuk bekerja dan ibunya sudah lama meninggal. Para pembantu juga hanya datang di pagi hari dan malamnya akan pulang. Itulah yang membuat Laura hidup bebas tanpa ada yang melarang.

Langit kembali menelpon Laura, "Gue udah di depan." ucapnya sembari melirik jam tangan, ternyata sudah jam 9 lebih.

"Oke, gue turun." ucap Laura dan sambungan telponnya terputus.

DAMN'IT FIANCE || endWhere stories live. Discover now