1.0 | Hati Nggak Bisa Dibagi

8.4K 1K 597
                                    

Jangan lupa vote dan coment dulu gih, biar aku semangat.

Spam 💜💜💜:

Spam coment setiap paragraf dong:)

***

Mereka duduk termenung menunggu dokter keluar dari ruang IGD, tidak ada seorang pun yang berani menghubungi Altas tentang hal ini.

"Gue masih nggak percaya, Raja ternyata ketua Gaeros." celetuk Gahar sangat kentara bingung.

Boy menyibakkan rambutnya ke belakang, menatap Gahar lalu berkata. "Selama ini ketua Gaeros emang rahasia, tapi gue juga bener-bener nggak nyangka."

"Heran, patner Devz tapi kita yang bagian dari Devz aja nggak tau." Varez menimpali.

Bak kejutan di hari ulang tahun, kenyataan bahwa Raja adalah ketua Gaeros sangat tidak di prediksi. Gaeros itu wilayahnya Bandung, bagaimana mungkin ketua mereka di Jakarta? Apa dia tidak ikut andil dengan semua kegiatan Gaeros?

"Dia nggak akan semudah itu kalah dari gue kalo dia beneran ketua Gaeros."

"Lo bener Zil. Bisa aja dia pura-pura supaya identitas aslinya nggak kebongkar." ujar Boy setuju.

"Mending lo telfon Aster, tanya siapa ketua Gaeros. Cepetan!" titah Varez pada Tanzil merasa hanya cowok itu yang dapat menjawab ini.

"Mendingan sekarang kita fokus ke tiga cewek itu dulu deh," usul Gahar merasa itu lebih penting.

Ketua Gaeros tidak mungkin orang yang tidak handal bela diri. Sedangkan waktu Tanzil menghajar Raja, cowok itu sungguh apik berpura-pura tidak handal dalam hal itu.

Sebenarnya apa motif cowok itu menyembunyikan identitas aslinya? Jika itu motif baik tidak apa-apa, tapi andai itu motif buruk?

Ceklek

Saat dokter keluar, Tanzil dan yang lain segera mendekat untuk menanyakan bagaimana keadaan ketiganya.

"Gimana dok?"

"Untung saja kalian cepat membawa mereka kemari, jika tadi telat sebentar saja saya sudah tidak bisa jamin mereka bisa selamat."

Mereka bernafas lega, setidaknya ketiga perempuan itu selamat. Tapi nyatanya kelegaan itu hanyalah sesaat, karna tiba-tiba Altas datang di dampingi oleh Patrick dan juga Tama. Seketika Gahar, Boy, dan Varez memucat. Berbeda dengan Tanzil yang terlihat lebih tenang.

"Tanzil, ikut Papah sebentar." titah Tama langsung menarik Tanzil jauh dari Altas dan yang lain.

Wajah Altas tidak berekspresi, sangat sulit untuk ditebak apakah pria itu marah atau tidak. Dia hanya diam menatap Gahar, Boy, dan Varez. "Terimakasih sudah menyelamatkan putri saya."

Untuk beberapa saat baik Boy,Gahar, maupun Varez terdiam. Cukup tertegun karna respon Altas benar-benar diluar dugaan, sangat mengejutkan.

"Sa---saya minta maaf Om. Tadi saya yang membawa Rora ke tempat itu. Saya juga bingung kenapa bisa---"

"Saya sudah tau, ini bukan salahmu." Altas memotong ucapan Varez.

Patrick yang sedaritadi diam, tiba-tiba mengkode sesuatu pada Altas. Sampai akhirnya mereka pamit dan pergi menjauh dari ketiganya. Dan entah kenapa perasaan Boy dan yang lain lega, berada di dekat Altas seolah mereka tengah berhadapan dengan presiden Korut.

"Ayo masuk, sapa tau mereka udah sadar."

Mereka bertiga masuk, dan melihat Inggit sudah sadarkan diri. Tapi wajah perempuan itu terlihat pucat, seperti orang yang ketakutan.

TANZIRAWhere stories live. Discover now