0.8 | Permintaan Maaf

9.5K 1.2K 1.6K
                                    

Jujur ya, tanganku cape ngetik huaa😭

Makasih untuk antusias kalian ya, tete% semangat buat ramein setiap part!

Ily💜💜

Jadiin emot 💜 emot kebanggan Tanzira! Spam!

***

"Lo pikir bagus lo yang kayak setan gini hah?!"

"Kalo mau bertindak itu mikir dulu, anjing!"

"Emosi boleh, bego jangan!"

"Tanzil yang gue kenal nggak gini!"

Boy terus-terusan mengungkapkan kekesalannya, pada sosok laki-laki yang tadi hampir membuat nyawa seseorang melayang. Dia sungguh tidak habis pikir, kenapa bisa Tanzil yang sekarang sebegitu menyeramkannya.

"Lo mau Rora jadi ilfil sama lo? Enggak 'kan?!" timpal Varez ikut kesal. "Babi lo Zil! Emosi gue!" lagi, Gahar juga ikut andil.

Tanzil hanya diam tanpa berniat membalas sama sekali, dia masih berpikir tentang tindakannya sendiri. Benar, dia tidak seperti ini. Ini bukanlah dirinya, ia terlalu takut Rora tak lagi mencintainya.

"Gue cum---"

"Zil! Dengerin gue! Ubah sikap lo, lo deket sama Luby aja Rora nggak ngelarang. Kenapa lo larang dia deket sama Raja hah?!"

Lagi, Tanzil tidak bisa menjawab pertanyaan yang Boy lontarkan.  "Boy, gu---"

"Boy! Lo playboy jangan sok keras, njir!"

"Apasih Rez?! Diem bisa nggak?!"

"Nggak! Lo playboy, nggak pantes ngomong soal setia."

Boy dibuat mengelus dada sabar, kenapa Varez menyebalkan? Saat ini yang sedang mereka jadikan bahan amarah adalah Tanzil! Kenapa Boy kena juga?

"Rez! Lo gue ajak ke pembuangan sampah mampus!" ancamnya. Tentu saja itu membuat Varez diam, mana mau dia ke tempat kotor seperti itu.  "Iya gue diem." cicit Varez sedikit tak terima.

"Ekhem, oke lanjut. Zil, kali ini lo kelewatan."

Kelewatan? Tidak salah? Ini hanya hal kecil yang sudah biasa Tanzil lakukan. Bukan, bukan hanya Tanzil tapi juga Aster dan sahabatnya yang lain. Memukul orang hingga babak belur itu hal biasa, bahkan ia sama sekali belum bermain dengan pisau lipatnya.

"Gak. Ini hal kecil, nggak usah dibesar-besarin. Gue nggak suka!" elak Tanzil dengan wajah yang sulit diartikan.

Boy, Gahar, dan juga Varez saling tatap. Susah emang kalo ngomong sama batu. Mau sampe suara hilang'pun belum tentu di denger.

"Terserah lo lah Zil, menglelah diri ini." ucap Gahar mendramatisir.

Cowok itu bangkit dari duduknya, lebih dulu pergi meninggalkan yang lain. Lebih baik dia pulang, kepalanya bisa pecah jika terus berada disini.

Varez menengok kala bahunya ditepuk. Ia menggerakan kepalanya seolah bertanya, menunggu Boy mengeluarkan kata. "Apa?"

"Gue pulang, lo temenin Tanzil. Kasih penjelasan lah gue pusing."

Memang diantara mereka bertiga, yang paling bisa mengerti dan paham bagaimana harus menyikapi Tanzil.  Ia mendekat ke arah Tanzil, duduk disamping cowok itu.

"Sampai kapan lo kayak gini? Yakin mau selesain semua ini sendirian?"

"Rez, tol---"

"Zil, gue ini temen lo. Lo bisa berbagi cerita sama gue, gue tau lo lakuin semua ini demi Rora tapi karna ini tanpa sadar lo udah buat dia sakit."

TANZIRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang