Tiga puluh

15.2K 808 67
                                    

Ara tidur dipelukan Aldrick namun keduanya tidak benar-benar tidur, mereka hanya memejamkan mata sambil menikmati kenyamanan mereka dalam berpelukan. Sejak kejadian kemarin kematian Teresa dan dua hari Ara kehilangan kontrol emosionalnya. Ara mendapatkan sedikit ketenangan disaat Aldrick berusaha mencegah emosional yang hendak akan menguasai tubuh Ara.

Kini Ara tau, penyakit itu hanya bisa diobati dengan orang yang berpengaruh pada Ara, yang tak lain adalah Aldrick. Ara hanya bisa mengonsumsi obat-obatan untuk mencegah emosional itu menguasai tubuhnya saja, tapi kali ini Ara tau kalau obatnya adalah Aldrick, Aldrick bisa menyembuhkan penyakitnya.

Dan sejak kejadian dimana Ara melanggar peraturan, Ara menyesal dengan itu semua. Ini bukan salah Aldrick, tapi kesalahannya yang tak pernah mendengarkan. Ara juga tidak mau mengulangi hal sama seperti sebelumnya.

Ara membuka matanya lalu melihat leher Aldrick yang terdapat luka gigitan yang belum sepenuhnya kering, Ara menyentuhnya dan mengusapnya lembut membuat Aldrick membuka matanya.

"Apa ini Ara yang menggigitnya saat Ara mabuk?" Tanya Ara terus mengusap luka itu.

Aldrick tersenyum. "Em. Saat kau mabuk kau mengataiku kalau aku Aldrick kw lalu mengatakan kalau aku tampan seperti calon suamimu, tapi kau marah karena wajahku mirip dengan calon suamimu dan menggigit leherku, padahal aku memang calon suamimu. Bahkan kau juga memaksaku untuk menciummu dan--"

"Hentikan! Itu memalukan." Saut Ara yang malu mendengar cerita Aldrick dan menyusupkan wajahnya ke leher Aldrick. Bukan Ara tidak mengingatnya, tentu saja Ara mengingat kejadian itu semua dan itu sangat memalukan saat dirinya lepas kontrol saat mabuk.

Aldrick terkekeh memeluk Ara erat. "Kenapa? Biasanya kau tidak malu saat aku bercerita kalau kau ingin aku menciu--"

"Itu beda, saat itu Ara mabuk. Mabuk dan tidak mabuk itu berbeda."

"Tapi aku lebih suka saat kau mabuk, kau mengatakan kalau kau rindu padaku saat aku perjalanan bisnis keluar negeri dan memintaku menciummu." Goda Aldrick lagi.

"Hentikan!" Kesal Ara menggigit leher Aldrick membuat Aldrick meringis nyeri.

"Baik-baiklah, maafkan calon suamimu."

"Tidak dimaafkan."

Hendak Aldrick menjawab, suara dering ponsel Ara bersuara menandakan sebuah panggilan masuk. Ara langsung melepaskan pelukannya dan meraih ponselnya yang diletakkan dinakas, Ara melihat nama Raga dilayarnya, tanpa mau menunggu Ara menggeser tombol hijau.

"Iya Pa, ada apa?"

"Pulanglah dengan Aldrick." Suara Raga berbeda dari bisanya, terdengar sangat datar.

"Kenapa?"

"Kakek meninggal."

Deg




***




Ara menangis didepan pemakaman Axel yang baru saja selesai dimakamkan beberapa menit lalu. Semua keluarga masih ada disini dengan pakaian serba hitam, Raga, Sheryl, Artha, Riri, Bara, Arthur, Laura yang menggendong Qurren kecil, Aldrick. Kepergian Axel setelah Tasya dua bulan lalu membuat Ara terpukul karena Ara paling dekat dan manja dengan Axel.

Dikepergian Tasya bulan lalu Axel sempatkan drop dan berakhir sakit sampai meninggal, Axel sepertinya memang tidak bisa lama ditinggal Tasya pergi, terbukti Axel menyusul Tasya dilangit. Kepergian Axel sangat membuat semuanya merasa sangat kehilangan apa lagi Axel merupakan sosok pahlawan bagi mereka, tapi mereka juga tidak bisa mencegah kematian yang datang dikapan saja dia mau.

Ara tidak henti-hentinya menangis didepan makam Axel. Tidak usah ditanya lagi, karena Ara memang sangat terpukul dengan kepergian Axel, padahal Ara sudah berjanji pada Axel untuk memberikan Axel cicit yang Axel minta, tapi nyatanya Axel sudah pergi dulu sebelum Ara menikah dan memberikan cicit yang Axel mau.

Aldrick's Mine [END] Where stories live. Discover now