Bagian 1

1.3K 95 5
                                    

Annora Mahalia Adolf.

Gadis bersurai emas itu akhirnya menginjakkan kaki di Ibukota Kerajaan Phineas. Tatapannya mengedar memperhatikan dari balik kereta kuda. Ramainya masyarakat berbanding terbalik di Kerajaan Yanel. Masyarakat lebih suka berladang daripada berpergian ke arena pasar. Sebagai kerajaan pemasok makanan terbesar kekayaan mereka setara dengan Kerajaan Phineas. Ditambah lagi geografi Kerajaan Yanel dikelilingi oleh bukit, berhawa sejuk menjadi tempat berwisata yang cocok untuk menyegarkan pikiran bersama orang terkasih.

"Kita sudah sampai Lady Mahalia," ucap sang kusir membuyarkan lamunan Annora. Ia tersenyum dan mengangguk lantas mengucapkan terima kasih sebelum beranjak keluar.

Senyuman itu masih tak luntur hingga berada di pelataran istana.

"Selamat datang Lady Mahalia, maaf Baginda dan pangeran tidak dapat menyambut kedatangan Anda dikarenakan kesibukan." Seorang prajurit menyapa Annora kala dirinya hanya bergeming di sana sedari tadi.

"Tak masalah, bisa kau antarkan saya ke tempat yang sudah disediakan?" tanyanya penuh pengertian.

Prajurit itu mengangguk dan segera beranjak pergi diikuti Annora dan pelayan setianya, Giska.
Meski senyum lembut terus terpancar di wajah cantik Annora hatinya tak berbohong bahwa dirinya kesal dan merasa tak dihargai di sini.
Sesibuk apapun tuan rumah, tidak seharusnya Annora disambut dengan seorang prajurit alih-alih tangan kanan raja atau orang kepercayaannya.

"Ini tempat kediaman Anda. Bila ada hal yang Anda inginkan bisa panggil saya atau pelayan dan prajurit yang lain."

"Siapa namamu?"

"Ah, ya?" Prajurit itu nampak terkejut mendengar pertanyaan ringan Annora. Baru kali ini ada seorang bangsawan yang bisa bersikap ramah tanpa dibuat-buat pada para bawahan. Kebanyakan dari kalangan atas sering acuh pada kasta lebih rendah dari kedudukannya.

"Namamu. Ada yang salah dengan pertanyaanku?" sahut Annora.

"Ti-tidak, saya Raven, Lady. Kalau begitu selamat beristirahat."

Raven bergegas pergi dengan telinga yang memerah tanpa menunggu tanggapan Annora.
Berbeda dengan Annora, dia menatap punggung Raven yang kian menjauh.

Lucu, batinnya. Annora mengulum senyum.

Ia berbalik dan menatap Giska yang senantiasa berada mengikutinya sedari tadi. "Biar aku yang membawa barangnya. Kau bisa beristirahat."

Giska langsung menggeleng tegas, ia berulangkali tak enak mendapati perlakuan sopan nona mudanya sendiri. Inilah yang membuat Annora mendapat julukan "Bunga Kerajaan". Sifat hangatnya menjadikan orang di sekitar nyaman berada di dekatnya sekaligus diidolakan entah kaum pria ataupun wanita.

"Tidak, Nona. Sudah tugas saya melayani Anda. Lagipula ini terlalu berat untuk Anda bawa."

Annora terkekeh kecil, "Kau lupa aku bisa memukul laki-laki sampai dia masuk ruang kesehatan?"

Tentu saja Giska tak lupa akan hal itu. Tanpa banyak orang tau, nona mudanya ini menguasai ilmu bela diri. Pedang, panah dan alat yang biasa digunakan para prajurit, tanggap ia gunakan.

"Tapi, Nona--"

"Sudahlah, kau lelah juga bukan? Beristirahatlah." Tanpa basa-basi Annora mengambil barang-barang bawaannya di tangan Giska. Toh, ia tak membawa banyak barang. Hanya dua tas, satu tempat pakaian dan lainnya perlengkapan pribadi.

Giska tak bisa mencegah. Annora begitu keras kepala mengenai kemandiriannya. Sampai para pelayan di kediaman Duke Adolf jarang sekali diperintah macam-macam oleh Annora. Gadis itu menjadi kesayangan mereka.

2. The Royal Princess Phineas [TERBIT]Where stories live. Discover now