"Sampai nanti." Kepala Annora menyembul di balik pintu sebelum hilang di balik sana.

"Nona, nona." Giska menggelengkan kepala sambil terkekeh mendapati kelakukan unik Annora.

Annora sendiri kini sudah terlentang di kasur, menatap langit-langit kamar yang luas ini. Pikirannya melayang-layang pada percakapan ayahnya di kediamannya sebelum pergi ke sini.

"Ada apa memanggilku kemari?" Annora duduk sebelum dipersilakan oleh ayahnya.

Adolf hanya bisa mendengus melihat kelakuan putri satu-satunya itu. "Jangan berperilaku seperti itu lagi besok dan seterusnya."

Annora mengernyitkan dahi, menunggu penjelasan selanjutnya.

"Yang Mulia Raja memintamu untuk pergi ke Kerajaan Phineas sebagai bentuk kerja sama antar kerajaan," jelasnya.

"Ayah, yakin hanya itu alasannya?"

"Dirimu pikir ayahmu ini bodoh apa? Mungkin saja kau akan ditunangkan dengan bangsawan di sana atau pangeran mahkota?" ledeknya. Putrinya itu tak suka dengan pembahasan hubungan lebih serius dengan laki-laki. Alasannya selalu ...

"Ayah tahu sendiri aku tak suka terikat laki-laki. Mereka bisa membatasi ruang gerakku."

Annora dengan segala kemandiriannya.

Adolf menghela napas lelah, bagaimana masa depan putrinya ini?

"Aku tahu ayah memikirkan hal aneh. Meski kecil kemungkinan nanti aku menikah, jangan bahas saat ini. Aku masih muda jauh dari hal-hal itu."

"Ayah, harap di sana nanti kamu bisa membuat ayah terus bangga padamu dan menemukan cinta."

Raut Annora masam. "Untuk harapan pertama aku berjanji akan mengabulkan, kedua? Jangan berharap lebih."

"Jadi kau mau pergi?"

"Tidak mampu menolak bukan? Bisa-bisa bila aku menolak ayah akan digantung nanti oleh raja."

Pria itu nampak akan mencibir, tak percaya akan pembelaan Annora.

"Kalau mau mati, lebih elegan saja. Misal dalam perang. Jadi, kekayaan ayah menjadi milikku semua. Berbeda kalau digantung raja. Bisa disebut penghianatan lalu harta keluarga juga akan dirampas. Membayangkan saja aku tak tega dengan masa depanku."

Beruntung, gadis di depannya ini putrinya sendiri. Bersabar saja ...

"Sudahlah, kau cepat pergi. Jangan kembali lagi."

"Cih, berlagak mengusir. Nanti merengek untuk aku pulang."

"Jangan harap!"

Annora terkekeh dan menjulurkan lidah sebelum menghilang di balik pintu.

Hah, belum genap satu hari ia sudah rindu dengan ayahnya itu.

***

Seorang lelaki bernetra merah dan bersurai hitam berjalan tergesa-gesa. Di belakangnya lelaki bersurai biru dengan mata kuning mengikuti derap langkah di depan.

"Evan, tahan emosimu!" tekan Derric diacuhkan Evan.

Wajahnya sudah memerah tak lupa kepalan tangan mengerat di samping tubuh.

BRAK!

Bantingan keras pintu membuat seorang pria di dalam terlonjak kaget. Saat dilihat kedatangan Evan, dia memijat kening yang nampak mulai mengeriput.

"Apa lagi sekarang?"

"Kenapa kita kedatangan tamu tak diundang?"

"Dia tamu diundang."

"Anda tak memberitahukan kepada saya?"

Sekali lagi Zay memijat kening. Sepertinya sudah menjadi kebiasannya akhir-akhir ini. Tempramen putranya itu nampak kacau semenjak kejadian itu. Mudah meledak bila ada yang sedikit saja dianggap mengusik.

"Apa maumu? Mengusir dia?" tanyanya pada inti pembicaraan, mudah sekali ditebak.

"Ya, usir saja. Jika Anda sibuk biar saya yang mengusirnya," acuh Evan. Saat akan berbalik, Zay melanjutkan ucapannya.

"Jika kau mau mengusirnya silakan saja. Nanti bila Kerajaan Yanel mengajak berperang kau sendiri yang harus bertanggung jawab."

Langkah Evan terhenti. "Kuasa Anda melemah, ya?" ejeknya tanpa berbalik.

"Terserah apa katamu. Jangan pentingkan emosimu saat ini, kondisi di luar istana masih tahap pemulihan."

Evan nampak terdiam menimbang. "Saya tak akan mengusirnya, tapi jangan harap pangeran ini akan berbaik hati pada tamu Anda itu."

Tanpa pamit Evan berlalu begitu saja. Derric yang sedari tadi setia menjadi pendengar, beranjak mengikuti Evan.

"Derric," panggil Zay.

"Ya, Yang Mulia?"

"Tolong teruslah di sisi Evan, aku takut dia melakukan hal gila."

Derric mengangguk paham akan maksud Zay. "Perintah Anda akan saya laksanakan."

Setelah itu Derric benar-benar pergi. Zay masih bergeming di posisinya.

"Semenjak kepergianmu tanpa sadar kami semua menjadi kacau," gumam Zay. Dadanya terasa sesak mengingat pada kejadian yang merenggut kepergian putrinya,

Glacia Amor.

.
.
.

Bersambung.

Helooo! Gimana part ini?

Udah kenalan, ya, sama Annora.

Cerita ini berhubungan sama cerita pertama "Glacia The Villain's". Bagi yang udah khatam bacanya pasti ketemu sama utusan Kerajaan Yanel yang menghadap raja.

Nah, penting nih, membaca dengan teliti narasi maupun dialog.

Di cerita pertama aku nemuin banyak yang baru tau kalau Joan itu kakak angkat Glacia. Padahal udah dijelasin di narasi dan ada adegan masa lalunya.

Untuk itulah penting membaca dengan cerdas meski itu sebuah cerita atau novel ☺

Oh, iya. Aku usahain, ya update satu minggu sekali. Gak janji karena bagi waktu agak sulit juga.

Sampai ketemu lagi ❤

06/09/2021
Big love,
Okta

2. The Royal Princess Phineas [TERBIT]Where stories live. Discover now