Not A Wrong Bride || 31. Fakta Baru

15.5K 1K 129
                                    

Bagaimana rasanya jika kalian pergi check up kandungan bersama suami dan wanita lain? Jika kalian berada di posisi Elena sekarang, apa yang akan kamu lakukan?

Jika wanita ini Helena, dia tidak akan sulit menyingkirkannya karena semua orang membencinya. Tapi ini, Tiffany, wanita yang telah menarik simpati Reza untuk menolong. Dari sekian orang yang kesusahan di negeri ini, kenapa harus Tiffany? Kenapa suaminya ini tidak menjadi pahlawan bagi para gelandangan diluar sana. Dia tidak keberatan untuk menjual koleksinya untuk disumbangkan, asalkan Tiffany lenyap dari bumi.

Berada di posisi ini, ia merasa seperti istri kedua. Seolah dia lah sang perebut suami orang disini. Jangan lupakan tatapan orang-orang yang sebagian besar begitu menyebalkan baginya. Seolah menghakimi bahwa dia pelakor.

Mengusap perut buncitnya, ia mencoba sabar. Ibu hamil memang banyak ujiannya. Jadi harus sabar.

"Kalian tunggu disini atau mau langsung ke parkiran?" Reza bertanya pada keduanya. Seolah ia tengah mengurus anak-anaknya saat ini.

"Aku tunggu disini." jawab Elena tegas. Yang sialnya, si wanita lain itu juga mengikuti jawabannya. Cih! Seperti tidak ada pilihan lain saja.

"Aku ambil vitamin dulu," usapan lembut Reza pada sisi kepalanya membuat Elena tersenyum senang. Walau hanya usapan sekilas, hatinya sudah berbunga-bunga. Memang sangat murah sekali dirinya kan? Kalau begini, kapan dia bisa marah pada Reza?

"Kamu merasa jelek sekarang?" pertanyaan tak bertatakrama itu keluar dari mulut Tiffany. Usai melihat punggung suaminya menghilang setelah berbelok, ia pun menoleh. Menatap wanita berdiri disampingnya dari atas sampai bawah dengan pandangan menilai.

"Kalau yang kamu bicara fisik, kamu jelas lebih buruk. Dan soal wajah, memang kapan kamu bisa menang dariku?" Menyunggingkan senyum sinis, ia mengibaskan rambutnya ke belakang. "Tanpa make-up, kamu pasti terlihat sangat buruk." lanjutnya penuh ejekan.

Alih-alih merasa sedih, Tiffany malah tersenyum. Wanita yang tengah hamil besar itu mengusap perutnya. "Kamu nggak jelek Fany, wajar badan kamu sekarang begini. Artinya kamu sehat, bayi kamu sehat, itu yang penting. Jangan dengarkan ucapan orang lain." gaya bicaranya seolah tengah menirukan cara bicara orang lain. Tiffany kembali menatap Elena, menyunggingkan senyum tipis. "Itu yang suami-mu katakan padaku."

Reza berkata seperti itu? Pada Tiffany. Okay, berlebihan jika dia merasa marah karena Gibran pun pernah memberikan kalimat penenang soal bentuk tubuh. Revika, Gava, bahkan mertuanya pun pernah. Seharusnya itu hal wajar kan? Itu hanyalah bentuk support untuk ibu hamil.

Tapi kenapa rasanya berbeda saat tahu Reza melakukan hal serupa. Terlebih kepada Tiffany.

"Ah, ya, Lena. Apa kamu tidak merasa penasaran kenapa Reza begitu peduli padaku?" Jarak antar keduanya menipis ketika Tiffany maju satu langkah. Posisi keduanya berhadapan sekarang. "Apa Reza tidak pernah bercerita masalalunya?" wanita itu menelengkan kepalanya, menatap Elena menilai. "Dia pernah melamarku dulu."

Kelanjutan kalimat dari Tiffany bak suara petir di telinganya. Begitu memekam telinga hingga membuat tubuhnya menegang. Ia menatap lamat-lamat wanita di hadapannya. Mencari sebuah kebohongan.

Nihil. Wajah pongah Tiffany seolah berkata jika wanita itu memanglah pemenangnya sedari dulu. Seolah memang dia yang dicintai oleh Reza, bukan Elena.

"Kamu boleh bertanya pada suami-mu jika tidak percaya." Tiffany tersenyum manis sebelum beranjak dari sana. Ketempat dimana Reza berlalu tadi.

Tubuh Elena terasa lemas. Seolah tulang-tulang yang menyangga tubuhnya meleleh detik itu juga. Mencoba mengatur nafas, ia memegangi kepalanya yang mendadak pusing. Kebenaran macam apa ini?

Not A Wrong Bride (#4 Wiratama's)Where stories live. Discover now