Not A Wrong Bride || 06. Rencana

17.2K 1.2K 36
                                    

Mereka tinggal dalam satu tempat namun seperti orang asing. Elena sengaja pulang larut malam agar meminimalisir bertemu dengan Reza. Ia muak dengan pria itu. Pria yang selalu saja membela adiknya entah itu benar atau tidak.

Sebenarnya Elena cukup keteteran karena mengurus perusahaan ayahnya. Beruntung Tristan -general manager di perusahaannya- mau berbaik hati membantu. Harinya biasa diisi oleh angka perumusan bangunan bukan laporan-laporan yang tiada hentinya. Tangannya biasa memegang pensil untuk membuat seketsa bukan memegang bolpion untuk memberi tanda tangan.

Akhir pekan, Elena memulai harinya dengan olahraga. Suaminya? Masih tertidur di kamar. Kemarin Reza pulang ke rumah orangtuanya, entah untuk apa ia tidak peduli. Tadinya Elena juga diajak namun ia menolak. Berkumpul dengan para Wiratama yang membuat hidupnya hancur? Yang benar saja.

Mengenai hidupnya, pemikiran balas dendam yang dulu ingin ia lakukan lama-lama terkikis karena sibuk. Perusahaan lama dan barunya sama-sama membuatnya sibuk. Makanya ketika ia berlari diatas treadmill, barulah ia teringat akan keinginannya dulu. Membuat Wiratama hancur.

"Tapi gimana?" gumam Elena pusing sendiri. Wiratama tidak memiliki celah. Putri bungsu mereka sudah bahagia bersama pangerannya. "Mencelakai Vika?Bukan pilihan yang bagus," lanjutnya kemudian menghentikan larinya.

Pagi-pagi seperti ini sudah ada pelayan datang, tidak heran jika sudah tersedia susu dan sandwich di meja makan. Sengaja Elena meminta hal itu sedangkan Reza dimasakkan nasi goreng.

"Apa perlu gue pake cara Nadya?" disela makannya pun ia bermonolog. Menjejalkan sandwich kedalam mulutnya, ia menelan dengan susah payah kemudian menenggak susunya hingga tandas. "Saya mau keluar, kalau Reza mencari bilang saja kerumah teman." Elena memberi pesan pada salah satu pelayannya yang tengah membersihkan perabotan.

"Baik Nyonya."

🍁🍁🍁

"Jadi lo bingung mau balas dendam atau nggak?"

"Bukan bingung, tapi belum."

Kepala Nadya mengangguk-angguk pelan. Nadya adalah teman baik Elena, bisa dibilang tong sampah Elena. Keduanya kerap kali berbagi cerita entah itu senang ataupun susah. Nadya sendiri pernah mengalami kegagalan oleh karena itu sampai sekarang masih enggan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis lagi.

"Terus niat lo pagi-pagi gini ke apartemen gue apa?" tanya Nadya malas. Mungkin perempuan itu merasa terganggu karena kedatangan Elena, namun Elena tidak peduli. "Kalau orang lain mungkin bakal kasih saran 'jangan balas dendam, nggak baik' tapi gue... Mereka terlalu seenaknya sama lo."

Kepala Elena mengangguk mantap. Sangat setuju dengan ucapan Nadya.

"Mau make ajaran gue dulu?" Elena nampak bimbang mendengar pertanyaan Nadya. "Buat Reza jatuh cinta habis itu hempas dia kayak Galih hempas lo. Pasaran emang, tapi gue yakin bakal berpengaruh besar buat Wiratama. Mereka itu kekeluargaan, satu sakit yang lain ikut. Karena lo nggak mungkin bisa nyentuh Vika."

Memang. Revika tidak bisa Elena sentuh. Pernah terbesit di kepalanya untuk menculik bungsu Wiratama lalu menjualnya. Tapi bagaimana bisa ia melakukannya jika perempuan itu dijaga dengan begitu baik oleh keluarganya? Kalaupun ia bisa menyentuh Revika, ia akan sulit menghadapi serangan Wiratama. Wajah manis keluarga itu bisa berubah menjadi singa ketika si bungsu di ganggu.

"Menurut lo itu bakal berhasil?"

Bukannya memberi keyakinan, Nadya malah menggedikan bahu yang membuat Elena berdecak. "Asal Reza sampai bucin sama lo, cinta mati sama lo, percaya deh, dia bakal nangis-nangis kalau lo tinggalin."

Elena menghela nafas panjang. Merebahkan tubuhnya di sofa, dengan sembarangan menaikan kedua kakinya di pangkuan Nadya yang duduk di ujung lainnya.

Apa rencana seperti ini akan berhasil? Membuat Reza jatuh cinta? Bagaimana caranya?

"Gue nggak tahu cara buat Reza jatuh cinta sama gue."

"Galih aja gagal lo buat jatuh cinta," terdengar seperti ejekan, namun memang begitulah faktanya. Elena lagi-lagi menghela nafas. "Gue harus gimana? Sama Galih, gue kasih perhatian, gue kasih apapun tapi tetep aja nggak mempan. Galih aja gagal apalagi orang kayak Reza?!"

Bukannya kasihan, Nadya malah tergelak. "Kasih badan lo aja, gue yakin Reza nggak bakal nolak."

Mata Elena menatap horor pada Nadya. Kemudian bergidik ngeri ketika bayangan ia menggoda Reza terlintas di kepalanya. Memakai pakaian seksi, lalu berjalan mendekati Reza dengan tatapan nakal, bergelayut pada pria itu, lalu memberikan gerakan sensual. Gila! Mana mungkin ia bisa melakukan hal itu apalagi pada Reza!

"Mikir apa lo?" gantian kini Nadya yang menatap horor Elena. "Daripada menghayal doang, mending langsung praktekin aja. Perlu gue beliin lingirie?"

"Hih! Ogah ya!" Elena beranjak duduk kemudian melempar bantal sofa pada Nadya. Menatap kesal teman baiknya itu.

"Gini aja deh, Na," wajah Nadya berubah serius. Pengacara satu ini memang sangat pandai memainkan ekspresi. "Lo pelan-pelan aja, senatural mungkin deketin  si Reza. Sepinter lo aja lah. Buat dia nyaman sama kehadiran lo. Nah, kalau udah gitu, coba lo deket sama cowok lain."

"Buat apa?" dahi Elena berkerut. Padahal sedari tadi ia serius menyimak penjelasan Nadya.

"Biar dia cemburu lah! Makanya jangan kerja mulu, sekali-kali baca novel kek biar paham. Ini tuh trik pasaran banget." Nadya bersungut-sungut menjelaskannya. "Nah, kalau Reza cemburu, berarti tuh cowok dah suka sama lo. Paham?"

Selayaknya murid baik, Elena mengangguk khidmat. Walaupun otaknya masih menerka-nerka apa yang harus dilakukannya agar bisa dekat dengan Reza.

"Terus lo bikin dia bucin deh. Mungkin badan lo bisa digunain," Nadya menaik-turunkan alisnya.

"Otak lo parah sumpah!"

Nadya terbahak mendengarnya. Elena memang sudah terlihat dewasa, tapi gadis itu tidak pernah terjerumus pada pergaulan bebas. Gadis itu terlihat elegan, berkelas. Pergi ke club' untung bersenang-senang jelas bukan gaya Elena. Ia lebih memilih datang ke acara fashion show ataupun liburan untuk mengisi waktu kosongnya. Oh, jangan lupakan kesibukan karir perempuan ini. Padahal Elena sudah terlahir kaya, tapi tetap ingin berjuang untuk berkarir sendiri. Keluar dari zona nyamannya. Tipikal orang ambis.

"Sekali-kali lo harus ngerasain kali, Na. Surga dunia, yakin nggak mau lo rasain?"

"Nggak ya Nad! Ngaco lo lama-lama!"

"Kalau lo udah putusin buat ninggalin Reza, lo bisa hubungin gue buat ngurus surat cerai kalian. Gimana? Setuju sama cara gue?"

Apakah dia ada ide lain hingga menolak cara dari Nadya ini? Dia hanya perlu melakukan pendekatan, lalu membuat pria itu nyaman padanya. Terbiasa akan kehadirannya. Ia rasa itu tidak sulit dan bisa dilakukan ditengah kesibukannya.

"Gue bakal buat dia jatuh sejatuh-jatuhnya." ujar Elena penuh tekad.

Disisi lain, Nadya tersenyum tipis melihatnya. Gue yakin lo juga bakal jatuh cinta sama Reza nanti. "Harus berhasil, Na. Lo berhak bahagia."

🍁🍁🍁🍁

To be continue


Pagi semuaaaa. Ada yang nungguin kapal satu gak nih?

Btw, thanks buat 2k pembacanya. Jangan lupa kasih vote ya, biar ga jomplang amat gitu wkwk.

Makasih udah baca cerita ini. Jangan lupa tinggalkan jejak! See you...

Not A Wrong Bride (#4 Wiratama's)Where stories live. Discover now