Not A Wrong Bride || 28. Pecel

15.1K 1.1K 68
                                    

Elena menang, entah sudah berapa kali namun ia tetap merasa senang. Wajah masam Tiffany terlihat seperti badut, sangat menghiburnya. Anak kecil pun akan tahu jika Reza lebih memihak padanya, hanya saja Tiffany terlalu bodoh untuk mundur. Wajahnya sudah setebal tembok hingga terus muncul di antara Elena dan Reza.

"Sekretaris saya akan mengantar-mu kerumah sakit. Maaf sudah membatalkan janji kita, sampai jumpa."

Jika saja hanya ada dirinya dan Tiffany, pasti dia akan melakukan selebrasi dengan heboh. Mengejek perempuan itu habis-habisan. Lihat kan, Reza langsung membatalkan janjinya dengan Tiffany karena Elena berkata 'anak mereka ingin sesuatu'. Sikap calon ayah siaga Reza benar-benar membuatnya senang. Jika sudah menyangkut anak mereka, Reza tidak akan bisa berkutik sedikitpun.

Kamu memang benar-benar anugrah, Nak.

Kehamilan Elena sudah masuk trimester kedua. Setelah melewati masa sulit awal-awal kehamilan, akhirnya Elena diperbolehkan untuk liburan. Tadinya dia ingin menunggu akhir pekan dimana Reza libur, akan tetapi mendengar jika Reza memiliki janji dengan Tiffany membuat dia mengubah rencana.

Malam ini, mereka langsung terbang ke Kepulauan Riau. Besok, barulah mereka akan melanjutkan perjalanan menuju Pulau Pangkil, salah satu pulau pribadi yang bisa disewa. Menurutnya lebih baik menyewa ketimbang membeli, lebih baik dia meminta yacht.

Rombongan mereka -yang berisi Reza dan Elena juga beberapa bodyguard tak lupa dokter pribadi- sampai di Pulau Pangkil tanpa kendala. Walau dadakan, Reza bisa menyiapkan semuanya dalam waktu singkat. Kekuatan uang memang tidak akan berkhianat.

Tadinya dia ingin bermain air di pesisir pantai. Pantai bersih nan jernih itu seolah mengundangnya untuk berenang disana. Terik sinar matahari juga hamparan pantai bersih membuatnya ingin menanggalkan pakaiannya -menyisakan underwear-nya saja- lalu berjemur. Khayalannya mungkin terlalu tinggi, karena pada nyatanya Reza sangat posesif. Pria itu mengancam akan mengurungnya di kamar selama liburan jika berani berpakaian minim disini.

Walau pulau pribadi, bukan berarti hanya ada mereka berdua saja disana bukan. Terlebih para bodyguard Reza, juga orang-orang yang mengurus resort. Reza memang tipe orang yang tidak suka berbagi.

"Kalau lihat pantai, aku jadi pengin pecel deh."

Celetukan Elena menarik perhatian Reza. Dahi pria itu berkerut tanda tidak mengerti. Memang apa hubungan salad sayur khas Indonesia dengan pantai?

"Dulu aku pernah ke daerah mana gitu -lupa, sama Galih. Pantai disana memang tidak sebagus pantai disini maupun Bali, tapi ada makanan enak yang bikin aku nambah. Galih saja sampai heran."

Cerita Elena tidak ada yang salah. Itu hanyalah sebuah masalalu yang sudah terlewat. Mungkin saja sudah lama sampai Elena melupakan nama tempatnya. Hanya saja, ada nama pria lain di kalimat Elena terdengar tidak nyaman saat masuk ke telinganya. "Pecel?" tanyanya mencoba biasa saja.

"He'em." Elena menoleh, menatap Reza yang berdiri tepat di sampingnya. "Kok aku jadi pengin makan pecel, ya?"

Senyum tipis terbit di paras tampan Reza. Pembicaraan berputar tentang pecel ternyata hanyalah sebuah intro? Karena pada intinya Elena menginginkan makanan khas tersebut.

"Mau sekarang atau nanti?"

"Kamu pesen dulu gimana? Sayurnya yang kayak biasa ya."

Beberapa saat kemudian, Reza berlalu seraya menempelkan ponselnya ke telinga. Meninggalkan Elena yang masih menikmati indahnya laut di sore hari. Mungkin sekitar satu jam lagi matahari akan bertukar shift dengan bulan.

Pantai memiliki banyak kenangan untuknya. Bersama orangtuanya, dia pernah berlibur ke pantai bahkan sejak kecil. Saat dia masih suka bermain air sampai dia mulai rewel karena kulitnya menghitam karena sinar matahari. Ibunya sangat menyukai pantai, oleh karena itu ayahnya selalu membawa mereka ke pantai.

Not A Wrong Bride (#4 Wiratama's)Where stories live. Discover now