21

4.6K 679 47
                                    

Kalea duduk di samping kasur tanpa mengganti pakaian kerjanya terlebih dahulu. Dia lelah, lelah raga, hati, dan pikiran. Menangis pun tak ada lagi air mata. Perasaanya hampa tak tahu harus bagaimana. Ketika dua insan saling jatuh cinta ternyata tak selamanya mereka berjodoh. Mungkin inilah takdirnya.

Kalea memeluk kakinya, matanya memandang kosong lemari yang pernah untuk sembunyi Bintang. Berpura-pura kejam ternyata melelahkan. Bisakah dia terus melakukannya? Kalea tersenyum miris mengingat kejamnya nasib percintaannya.

Kalea memasuki Fairmont -restoran elit yang terletak tak jauh dari Mahanta. Cahaya temaram dengan desain mewah ala eropa menyambutnya. Kalea melangkah dengan hati berdebar. Bagaimana tidak jika tiba-tiba Serena mengajaknya bertemu untuk makan siang.

Serena menyambutnya dengan senyuman. Makanan sudah tersaji di meja siap dinikmati tapi Kalea kehilangan selera makan meski Serena tersenyum manis dan menyapanya ramah.

"Kamu pasti bingung ya? Tenang saja."

Kalea mengangguk kaku, dia menyesap lemon tea hangat yang sudah ada di depannya.

"Kamu sudah lama kerja di Mahanta?"

"Sudah, Bu," jawab Kalea singkat dan kaku. Bibirnya sulit untuk membuka lebih sering, mulutnya terasa kering.

"Bagaimana kerja di Mahanta? Maksudku apa menyenangkan? Atau terlalu menguras tenaga?" tanya Serena dengan nada bergurau.

"Oh, nggak. Sangat menyenangkan karena itu saya masih bertahan," jawab Kalea yang mulai relaks.

"Makasih sudah membuat Owen berubah. Berkatmu dia sedikit layak bisa disebut manusia."

Kalea tak tahu harus merespon bagaimana. Dia sendiri tak melakukan apapun untuk Owen. Tiba-tiba dia jadi kembali takut dengan apa yang akan terjadi.

"Menurutmu Owen bagaimana?" tanya Serena setelah menyesap teh hangatnya.

"Maaf, saya punya pacar." Kalea berinisiatif menyudahi pembahasan yang sepertinya akan menjurus.

"Benarkah? Sayang sekali. Apakah pacarmu juga bekerja di Mahanta?"

"Ya," jawab Kalea ragu-ragu.

"Bintang. Pacar saya Bintang."

"Bintang? Bintang anak saya?" Serena melepas kacamata, kaget. Mengubah posisi duduknya sedikit condomg ke arah Kalea.

Kalea mengangguk kaku tak berani menatap mata Serena.

"Sejak kapan? Oh aku nggak perlu mengetahuinya. Tapi apa kamu tahu Owen dan Bintang?"

"Ya, saya tahu."

"Oh, ya Tuhan." Bahu Serena merosot, bingung. Bagaimana bisa kedua anaknya selalu menyukai hal yang sama.

"Kalea, aku sangat menyukaimu. Bahkan berharap kamu menjadi menantuku. Aku nggak peduli asal usulmu karena tahu anakku tertarik dengamu aku sudah sangat bahagia. Tapi aku nggak mengharapkan kedua anakku menyukaimu." Serena menghela napas, panik. Cukup sudah ketegangan di dalam keluarga antara Owen dan Bintang. Serena tak menginginkan perpecahan. Dia menyayangi semua anaknya tak terkecuali.

"Apa Bintang pernah membicarakan soal Owen?" tanya Serena.

"Nggak, Bu. Sama sekali."

Serena meraih tangan dan mengusap punggung tangan Kalea. Dia menghela napas sekali lagi karena rasanya berat saat akan berbicara lagi. "Sebenarnya hubungan Owen dan Bintang nggak terlalu baik. Tapi bagi kami sangat cukup ketika kami bisa berkumpul makan bersama meski mereka saling diam. Aku nggak menginginkan ada perpecahan."

Kalea dalam Dekapan BintangWhere stories live. Discover now