7

7.5K 857 24
                                    

Tak ada waktu untuk bergalau ria saat sudah berada di kantor. Itu yang seharusnya terjadi tapi Kalea masih sempat terlena saat melihat bunga matahari yang tergeletak di mejanya. Tangan kirinya menyentuh lembut bunga berwarna kuning itu.

"Buat kamu." Bintang menyerahkan setangkai bunga matahari yang dibungkus koran tapi terlihat aesthetic.

"Makasih. Kamu habis jadi tukang kebun di rumah Pak Leman lagi ya?"

"Iya, lumayan jadi dapet bunga buat nyenengin pacar. Seneng kan?"

"Banget! Makasih, Sayang." Kalea memeluk erat Bintang yang memakai kemeja kotak-kotak hijau tua. Bintang pun membalas pelukannya dan mencium puncak kepala Kalea.

Kalea sangat menyukai bunga matahari, bunga yang mengisyaratkan kesetiaan baginya. Selalu condong mengarah ke matahari di mana pun matahari berada. Tak pernah berubah hingga dia layu dan mati. Itu yang Kalea inginkan dalam sebuah hubungan. Seperti kedua orang tuanya.

"Siang, Pak," ucap semua karyawan yang kaget melihat kedatangan Bintang kecuali Kalea yang masih sibuk membelai bunga. Tak menyadari kedatangan bosnya.

"Pak Bintang, ada yang bisa saya bantu?" Bu Rima melangkah lebar, mendekat dengan cepat ketika melihat bosnya ada di ruangannya.

"Besok siapa yang ke pabrik mengambil sample produk?"

"Oh itu..." Bu Rima kaget tiba-tiba ditanya seperti itu, apalagi Bintang yang bertanya. Kedatangannya saja cukup membuat Bu Rima panik.

"Kamu yang lagi melamun, besok pergi dengan saya ke pabrik!" Bintang menunjuk Kalea yang masih belum menyadari kedatangannya.

Kalea yang ditunjuk masih duduk diam mengamati dan memegangi kelopak bunga matahari.

"Kalea," panggil Bu Rima sembari mengetuk meja Kalea.

"Ya, Bu?" Kalea menengadah, kaget.

Mata Bu Rima mengisyaratkan Kalea untuk melihat ke belakang di mana ada bosnya berdiri. Mengikuti isyarat Bu Rima, mata Kalea melebar melihat ada Bintang di belakang Bu Rima. Sejak kapan pria itu berdiri di sana?

"Besok kamu yang pergi ke pabrik mengambil sample produk."

"Baik, Bu."

"Bersama Pak Bintang," lanjut Bu Rima

"Bisa Jena saja, Bu? Saya besok ada..."

"Sepertinya kamu senggang sampai bisa melamun di jam kerja," potong Bu Rima.

Kalea mengangguk, lesu, tak berani membantah karena mengakui sudah salah. Dia melirik Bintang yang tersenyum tipis diam-diam tapi dia sangat paham gesture mantan pacarnya itu.

"Besok, jangan telat. Saya tunggu di ruangan saya. Kita berangkat jam 8 ke pabrik."

"Baik, Pak."

"Jangan kebanyakan melamun. Apa pekerjaanmu masih kurang?" ucap Bu Rima sebelum kembali ke mejanya.

Ketegangan mencair saat Bintang dan Bu Rima sudah kembali ke habitatnya. Kalea mengambil napas panjang dan mengembuskan perlahan. Benar kata Bu Rima bahwa dia seperti tak punya kerjaan saja sampai sempat melamun padahal pekerjaan menumpuk di depan mata.

"Lucky day," bisik Jena, mencondongkan dirinya pada Kalea.

Kalea heran kenapa hari ini begitu sial. Tapi dia harus mengabaikan kesialannya dan fokus bekerja. Dia harus optimis bisa melewati hari ini tanpa drama.

"Apa B itu Pak Bintang?" celetuk Rigel yang diam sejak tadi mengamati Bintang.

"Gue mau jadi Kalea kalau sampai itu terjadi," balas Jena. "Digosipkan dengan Pak Owen dan ditaksir Pak Bintang. Apa ini drama percintaan di salah satu channel TV?"

Kalea dalam Dekapan BintangWhere stories live. Discover now