9

6.3K 813 19
                                    

Menjadi wanita 30 tahun tidaklah mudah. Terutama masalah percintaan. Dibilang matang dan dewasa tapi nyatanya perasaan tak bisa menyesuaikan. Tetap saja jadi bodoh di hadapan pria masa lalu.

Kalea melewati malam gerimis dengan perasaan kelabu. Dia membuka tirai menikmati gerimis yang tersorot lampu kota. Kenapa harus sakit? Kalea tak terima dengan perasaannya. Itu sebuah kebenaran yang seharusnya dia syukuri. Dia jadi punya alasan kuat untuk berhenti mencintai.

Sendiri menikmati malam dingin, Kalea merapatkan kardigannya. Kesepian adalah teman setia wanita yang menginjak angka tiga puluhan. Lingkaran pertemanan semakin mengecil seiring bertambahnya usia. Kalea menyukai kesendirian, lebih nyaman dengan kesendirian untuk beberapa saat, tapi ada kalanya dia merasa hampa.

Jatuh cinta, patah hati, lalu jatuh cinta lagi mungkin hal biasa untuk beberapa orang tapi baginya itu pengalaman yang dalam. Bukan lagi sekadar enak diajak ngobrol lalu jadian. Tak semudah itu.

Melupakan Bintang dan merelakan juga sulit. Awal fase patah hati segala cara sudah Kalea lakukan, dia bisa melewati hari sampai saat ini. Namun, kehadiran Bintang kembali menggoyahkan meski dia tahu tak akan bisa sama lagi.

Jika dulu dia penasaran dengan alasan Bintang meninggalkannya, kini dia tak memikirkannya lagi. Seharusnya Kalea bisa keluar dari lingkaran Bintang. Tapi nyatanya Kalea tak bisa membohongi diri sendiri bahwa dia masih punya rasa meski kecewa.

Kalea menoleh saat bel apartemennya bunyi. Dia mengusap air mata yang membasahi pipi. Menengok ke cermin, menepuk-nepuk wajahnya agar tak terlihat sendu.

"Lama bener buka pintunya," seru Raisa menerobos masuk tanpa permisi, tangannya membawa banyak tentengan tas berisi makanan.

"Gue bawain lo makanan. Gue baru kedatengan nyokap yang bawa makanan seabrek."

"Kenapa?" Raisa meletakkan makanannya dan menoleh pada Kalea yang berkaca-kaca menatapnya.

Seketika Kalea menangis sesenggukan seperti anak kecil. Kalea menangis masih dengan posisi berdiri menghadap Raisa. Hanya pada Raisa dia berani memperlihatkan perasaannya yang sebenarnya.

"Bintang udah punya pacar," ucap Kalea terbata-bata karena masih menangis.

Pelukan Raisa justru semakin menderaskan air mata Kalea. Dadanya semakin sesak. Dia mencurahkan semua kegalauan dan beban hatinya. Gagal sudah Kalea menahan diri.

Raisa yang sangat hapal dengan Kaela hanya memeluk dan mengusap punggung sahabatnya. Kalea hanya butuh didengar tak membutuhkan saran mau pun ceramah. Dia tahu betul apapun sarannya hanya akan lewat begitu saja dan hilang tertiup angin.

"Apa gue harus melangkah mundur? Kalau gue selalu ketemu gue semakin nggak sanggup buat lupa."

"Apapun pilihan lo gue akan dukung asal pilihan lo nggak ngerugiin orang lain. Lo tahu maksud gue kan?"

"Gue kan akan ngerusak hubungan orang. Nggak akan pernah," ucap Kalea dengan penuh keyakinan.

"Pria yang berani selingkuh meski bukan secara fisik tetap saja bajingan," ucap Raisa.

Kalea mengangguk pelan. Dia akan mengingat-ingat hal itu. Apapun jenisnya tetap saja namanya selingkuh itu menyakiti perasaan. Berbahagia di atas kesakitan orang lain bukan hal baik. Kalea tak mau menanggung beban lebih berat diusianya sekarang ini.

***
Mengingat perkataan Raisa, Kalea kembali semangat. Bagaimanapun perasaannya saat ini jangan sampai menyakiti orang lain. Tak bisa membahagiakan semua orang setidaknya jangan menyakiti orang lain. Apalagi seiring bertambahnya umur, semakin sulit untuk bisa membahagiakan semua orang. Untuk peduli saja sudah kehabisan waktu.

Kalea dalam Dekapan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang