44. Harus mulai Terbiasa

48 3 1
                                    

"Akhir-akhir ini banyak hal yang dulu aku suka,sekarang ga suka" Calvin dan Devan nampak saling melempar pandangan saat mendengar suara Exsel yang nampaknya sedang sibuk menelpon seseorang di sebrang sana.

"Ko bisa gitu?"

"Iya kaya sekarang ini,dulu aku suka banget tanggal merah,tapi semenjak ada kamu aku ga suka,soalnya libur cuman bisa memisahkan kita" Slebew

"LAMA-LAMA GUA HANCURIN NI DUNIA!" Teriak Devan prustasi.

"bucin tinggal bucin,sirik aja lo!" Timbal Exsel yang langsung berlari keluar markas untuk dapat leluasa menelpon dengan kekasihnya,tentu saja Ivi.

"Jodoh gue kapan dateng ya...." gumam Devan tidak lama kemudian satu notifikasi muncul.

Ting

"Noh kan beneran dateng, Heran gue kenapa Devan doanya manjur," Ucap Calvin.

"Doa aja tau mana yang ganteng" Timbal Bian sambil terkekeh.

"Dengan tidak sengaja lo mencoreng harga diri gue,kit hati gue Bi" balas Calvin mendramatis.

Devan buru-buru membuka beranda chat nya.
"Ck,gue kira putri kayangan,nyatanya putri kena serangan"

"Siapa?" Tanya Bian.

"ga penting"

"Lah Bi,lo kaya ga tau Devan aja, cuman Wulan yang dianggap ga penting kan?" Bian nampak mengangguk dengan ucapan Calvin.

"Bacot lo pada!" Devan nampak berdiri dari duduknya lalu menyambar jaket jeans nya yang tergeletak di atas sofa,setelah itu meronggoh kunci motornya yang ada di saku celana jeans.

"Dih baperan" ledek Calvin yang melihat gerak-gerik Devan yang sepertinya akan meninggalkan markas.

Sedangkan disisi lain laki-laki berpunggung tegap itu nampak berdiri melihat sebuah layar yang menunjukan janin sehat milik perempuan yang tengah berbaring dengan mata yang ikut sibuk memandang layar tersebut.

Sang Dokter yang memeriksa nampak tersenyum memandang Gilda dan Aska silih berganti.

"Janin nya sehat,tapi ibu Gilda jangan sampe kurang vitamin dan istirahat ya," Ujar Dokter tersebut sambil tersenyum manis.

"Iya dokter" Jawab Gilda sambil tersenyum.

Setelah pemeriksaan janin tersebut, Gilda dan Aska nampak keluar dari rumah sakit menuju Parkiran.

Setelah menghabiskan keheningan yang sangat panjang,akhirnya Gilda memberanikan diri untuk bersuara di saat lampu merah jalanan kota menyala.

"Lo udah makan Ka?" Tanya Gilda dengan Hati-hati karena sejak tadi di Rumah sakit Aska hanya diam. Itu bukan hal yang aneh, akhir-akhir ini sikap dingin Aska sepertinya kembali. Bahkan lebih dingin dari sebelumnya.

"Udah" Hanya itu. Aska nampak memandang lampu merah kota yang masih menyala di dalam mobil nya,lalu ia memainkan ponselnya sebentar.

"Oiya..." Gilda nampak datar memandang perutnya yang semakin membesar, pandangannya pun tidak luput dari kalung yang terpasang di leher jenjangnya. Kalung yang diberikan Aska atas tanda pertanggung jawabannnya saat lamaran.

"Lo laper?" Gilda nampak tersentak dengan suara Aska yang tiba-tiba, saat itu juga Aska memajukan  kendaraannya.

"I-iya tapi kalo misalkan lo lagi buru-buru atau apa,gue bisa makan di rumah" Gilda nampak tersenyum ke Arah Aska.

"Oh oke, lo mau pulang kemana?" Ini bukan Hal aneh bagi Gilda,Aska nampak menjaga jarak namun jarak yang ia berikan tidak pernah terlihat. Semenjak mengandung Gilda jadi sering menginap di rumah Calvin dan Cakra.

ASKAWo Geschichten leben. Entdecke jetzt