Gadis kecil itu tak menjawab. Joana hanya tersenyum lalu memeluk bundanya sangat erat yang dibalas Any tak kalah erat.

"Oke. Maaf ya bunda."

Wajah Any berubah pucat. Sekalipun itu hanya ucapan tak berarti seorang anak kecil tapi tetap saja Any takut dan hatinya sakit saat membayangkannya. Ia memeluk Joana erat dan menciumi puncak kepalanya berulang-ulang.
***

Waktu menunjukan pukul sebelas siang saat Tama muncul di hadapan rumah orang tua Any. Pria itu nampak kusut dan tidak serapi biasanya. Rita yang tengah menyapu halaman rumah segera menghentikan aktivitasnya saat pria itu muncul. Sebelumnya ia merasa sedikit aneh saat melihat sebuah mobil terparkir di seberang jalan yang berada di depan rrumahnya dan saat melihat pemilik mobil itu keluar ia semakin was-was.

"Selamat siang bu," sapa Tama ramah.

"Siang juga nak Tama. Mau cari Joana dan Any ya? Anynya ada tapi Joana lagi keluar sama opanya."

Tama hanya tersenyum.

"Tidak apa-apa bu. Saya ada perlu   dengan Any," jawab Tama.

"Kalau begitu masuk dulu. Sekalian saya panggil kan Any. Tunggu di dalam saja," balas Rita.

"Tidak usah bu, terima kasih. Saya tunggu di sini saja."

Rita hanya mengangguk sebelum pergi memanggil Any yang berada di dalam rumah. Walau sejujurnya perasaannya tak enak. Ia tetap berjalan masuk memanggil putrinya itu.

Tama berdiri diam di tempatnya. Wajahnya kusut, ia juga terlihat tak rapih. Ia nampak lelah.

"Ngapain kamu ke sini?" suara dingin Any menyadarkan Tama dari keterdiamannya.

"Aku perlu bicara sama kamu," balasnya tak kalah dingin.

"Kita enggak punya urusan apa-apa! Masalah kita sudah selesai. Seharusnya kamu sudah tidak punya muka lagi untuk muncul kembali di sini!"

"Enggak usah keras kepala! Aku hanya akan bicara sebentar!"

Any tersenyum mengejek. Mengingat kembali apa yang pria itu katakan kemarin membuatnya benar-benar marah dan sesak.

"Hebat sekali. Kamu dan tunangan kamu itu memang betul-betul berjodoh. Kalian sama-sama kurang ajar dan tidak tau malu!" Any berucap tajam dengan amarah yang tak ia tutupi sama sekali.

"Apa yang kamu katakan ke Bella! Bukannya aku sudah bilang jangan bawa-bawa Bella di masalah kita. Dia tidak ada sangkut-pautnya dengan masalah di antara kita!" Tama mendesis marah.

Membuat Any terpancing ingin meneriaki pria itu.

"Siapa yang bawa-bawa tunangan kamu itu!  Aku enggak ada niat berurusan dengan dia. Enggak sekali pun. Kenapa tidak kamu tanyakan pada calon istri kamu itu apa yang terjadi, dari pada menuduh aku seenaknya seperti ini!"

"Kalau memang kamu tidak mau berurusan dengan dia. Seharusnya kamu tidak perlu angkat telponnya. Apalagi mengatakan sesuatu padanya!"

"Mana aku tau kalau yang telpon itu calon istri kamu. Dan kenapa tidak kamu yang bicara sama tunangan kamu itu untuk tidak menganggu aku dan anakku. Untuk tidak menghubungi aku dan suruh dia untuk tutup mulut jahatnya itu. Aku muak berurusan dengan kalian berdua!"

"Kalau bisa pun aku tidak ingin berurusan dengan kamu. Seharunya kamu belajar untuk menjaga mulut kamu agar tidak mengatakan apa pun!"

Any terdiam. Emosinya memuncak. Hingga membuat matanya memanas.

"Apa aku dan anak ku sehina itu sehingga kamu tidak ingin siapapun tahu mengenai putri kandung kamu sendiri? Apa kami ini sampah yang tidak berharga?! Apa kamu tidak melihat kami seperti manusia?! Apa kami kotoran binatang yang menjijikan hingga buat kamu berpikir kami terlalu memalukan untuk ada di dalam kehidupan kamu?!" teriak Any penuh amarah.

Ia maju langkah demi langkah sembari mendorong Tama mundur. Ia memukul dada pria itu sekuat tenaga hingga Tama terdorong mundur.

"Pergi kamu sialan. Pergi menjauh. Jangan pernah muncul di hadapan kami lagi. Pergi! Pergi!" teriak Any.

Tama terdiam di tempatnya sebelum mengepalkan kedua tangannya lalu berbalik pergi meninggalkan Any yang  menangis dengan piluh. Pria itu tidak berbalik lagi, kakinya melangkah dengan lebar menyeberangi jalan menuju tempat mobilnya berada.

Ia bahkan tak mendengar panggilan Joana yang baru saja pulang berjalan-jalan dengan opanya dari arah belakang. Saat melihat Tama keluar dari pekarangan rumah oma dan opanya, gadis kecil itu nampak sangat senang hingga membuatnya melepas pegangan pada sang opa dan berlari mengikuti Tama yang tengah menyeberang. Gadis kecil itu tak sempat melirik kiri dan kanan. Ia berlari begitu saja saat melihat sosok yang dirindukannya muncul di hadapanya. Jadi saat sebuah mobil melintas dengan kecepatan tinggi menuju tubuh mungil gadis kecil itu, tabrakan tak bisa dihindari.

Tepat di depan matanya Any melihat tubuh mungil putrinya ditabrak dengan kencang hingga membuat tubuh itu terpental jauh dan terseret dengan mengerikan di jalan raya.

"Joana!!!"

Teriakan itu telambat. Tubuh kecil itu terpental sangat jauh. Joana tergeletak di tengah jalan tak sadarkan diri dengan darah yang memenuhi tubuhnya.
***









Bersambung..














Tunggu lagi besok ya.

ReplaceWhere stories live. Discover now