34. Interogasi

6.7K 483 2
                                    

Pinasti Rara Anjani

Seperti yang sudah ditebak sebelumnya, pagi ini Yuli menginterogasiku. Dia sengaja datang ke rumah dan menjemputku untuk berangkat ke butik bersama-sama. Alhasil, Mas Danu yang sudah siap mengantarku jadi urung karena sudah keduluan Yuli.

Kami duduk berdua saling berhadapan di dalam ruang kerjaku. Dia terus meminta penjelasan tentang apa yang terjadi semalam. Yuli merasa pelukanku dan Mas Danu yang dilihatnya kemarin malam bukanlah perilaku wajar antara saudara. Aku pun juga berpikir bahwa tidak bisa selamanya menyembunyikan fakta yang ada dari sahabatku itu. bagaimanapun Yuli juga berhak tahu apa yang terjadi.

Pelan-pelan aku mencoba menjelaskan kepadanya. Secara runut dan gamblang, karena seorang Yuli dengan tingkat kekepoan akutnya itu akan terus-menerus memenuhi kepalanya dengan berbagai macam pertanyaan jika ada hal janggal atau sesuatu yang dia kurang bisa pahami dan ujung-ujungnya akan terus meneror meminta jawaban sedetail-detailnya agar rasa penasarannya terpuaskan.

“Kalau kemarin handphoneku nggak ketinggalan terus aku balik lagi ke sini, mungkin aku nggak akan pernah tahu. Kamu juga pasti nggak akan cerita, to?”

“Cerita, aku mau cerita tapi aku bingung harus mulai dari mana ceritanya.”

“Jujur aku kaget banget, sih. Nggak nyangka kalau kamu sama Mas Danu malah mau nikah. Kamu juga nggak pernah cerita kalau sebenarnya Mas Danu itu bukan kakak kandung kamu. Makanya aku kaget banget.”

“Masa sih aku belum cerita sama kamu kalau Mas Danu itu bukan kakak kandungku?”

Bagian ini aku lupa, aku merasa sudah menceritakan banyak hal pada Yuli, tapi mana bisa aku lupa bercerita padanya tentang asal-usul Mas Danu? Pantas saja kemarin saat Yuli memergoki kami, ekspresi wajahnya sangat syok. Kami seperti pendosa di matanya karena cinta sedarah yang faktanya tidak demikian.

Jika ingat bagaimana cara Yuli memandang aku dan Mas Danu kemarin, tatapannya penuh kengerian dan seolah jijik pada kami karena cinta terlarang yang amat menyalahi kodrat. Tawaku tiba-tiba pecah membahana memenuhi seisi ruangan.

“Kenapa ketawa?” tanya Yuli lagi.

“Mukamu kemarin itu loh, Yul. Coba aku foto terus aku lihatin sama kamu, kamu juga pasti ketawa sendiri.”

“Ya itu semua salah kamu juga kenapa nggak pernah cerita. Wajar aku salah paham sama kalian, tak pikir kalian kok bisa-bisanya pacaran apa nggak takut kena azab.”

Tawaku kembali berderai. Aku terpingkal-pingkal sampai memegangi perut saking lucunya mendengar ucapan Yuli.

“Terus aja ketawa, puas-puasin deh ngeledekin aku yang kayak orang bego semalam.”

“Iya, maaf. Aku juga mungkin lupa cerita sama kamu siapa Mas Danu sebenarnya, makanya kamu jadi kaget begitu.” Aku mengusap air mataku yang keluar setelah puas tertawa.

“Aku jadi kepikiran waktu Mas Danu sama Chandra ketemu di depan. Jadi, waktu Mas Danu bilang kalau dia itu calon suami kamu itu dia serius?”

Aku mengangguk sebagai tanda jawaban.

“Jadi kalian udah mulai pacaran dari sana? Berarti benar dong kalau kamu duain Chandra waktu itu?”

Pikiran ngawur Yuli harus segera diluruskan jika tidak akan bercabang ke mana-mana dan semakin sulit dikendalikan apalagi jika sudah berkolaborasi dengan lambenya yang sangat tajam itu. Bisa jadi berita macam-macam dibuatnya bahkan hebohnya bisa sampai mengalahkan gosip artis. Itulah Yuli yang aku kenal.

“Nggak!” sergahku cepat, “waktu itu memang aku sudah dijodohkan tapi aku belum nerima Mas Danu karena aku masih mengharapkan Chandra. Aku nggak selingkuh, kok.”

“Oh, tak pikir kamu memang selingkuh dari Chandra.”

“Justru aku yang diselingkuhi. Di saat aku mulai putus asa sama Chandra, Mas Danu datang dan selalu ada di sampingku.”

Yuli manggut-manggut. “Makanya kamu bisa dengan mudah jatuh cinta sama dia? Tapi kok bisa perasaan kamu cepat banget berubah sama Mas Danu? Seingatku, kamu itu susah jatuh cinta loh. Waktu dulu Chandra deketin kamu aja perlu waktu satu tahun kan sampai akhirnya kamu terima dan pacaran sama dia?”

Aku mengernyitkan dahi mencerna kalimat Yuli tadi. Benar, jika dipikir ulang aku memang begitu mudah berubah hati pada Mas Danu. Dia seolah begitu pandai merebut hatiku hingga aku tidak sempat berlama-lama memikirkan sakit hati atas perlakuan Chandra. Dalam waktu sekejap saja, Mas Danu sudah berhasil menguasai seluruh hatiku ini. Aku tersenyum tanpa peringatan.

“Itu namanya takdir.” Sosok Mas Danu masuk dan memenggal percakapanku dan Yuli. “Kalau sudah jodoh nggak akan susah untuk bersatu. Iya nggak, Sayang?” Mas Danu langsung melingkarkan tangan kanannya di bahuku.

“Mas sejak kapan datang?”

“Baru kok. Aku mampir sebentar sebelum ke kantor, cuma mau memastikan kalau Yuli nggak tanya macam-macam soal kita.”

“Idih, memangnya aku mau tanya macam-macam soal apa, to?” semprot Yuli.

“Mas, aku udah jelasin semuanya sama Yuli biar dia nggak salah paham lagi.”

“Baguslah kalau dia udah tahu, jadi kita nggak perlu sembunyi-sembunyi lagi.”

“Eh, Mas nggak lupa kan kalau hari ini kita mau cari souvenir? Nanti jemputnya sebelum makan siang aja.”

“Nah, justru itu aku ke sini. Aku mau ngasih tahu kalau aku ada meeting dadakan hari ini jadi kayaknya nggak bisa tepat waktu.”

“Yah, masa aku sendirian, sih?” keluhku.

“Sama aku aja, As. Tak antar pokoknya.” Yuli mengajukan diri.

“Nah, iya sama Yuli aja. Nanti kalau meeting-nya udah selesai, aku pasti langsung nyusul.”

“Ya udah.”

“Titip calon pengantinku ya, Yul. Ya udah aku pergi sekarang ya, takut telat.”

Sebelum pergi Mas Danu dengan tak disangka mengecup keningku. Air mukaku langsung merah padam dibuatnya apalagi ditambah teriakan Yuli yang semakin membuat heboh suasana.

So sweet banget sih Mas Danu itu. Jantan banget lagi. Nggak salah kalau aku pernah naksir dia.”

“Tadi kamu bilang apa?”

“Aku nggak salah naksir masmu,” gamblangnya.

“Oh, kamu naksir calon suamiku?” godaku berpura-pura melipat tangan di dada.

Aku sama sekali tak marah atau cemburu saat Yuli dengan terang-terangan berucap kalau dia naksir Mas Danu, sebab aku tahu Yuli. Dia tipe perempuan yang memang mudah tertarik pada lawan jenisnya tapi tidak pernah ada yang sampai meninggalkan kesan begitu mendalam baginya.

“Naksir aja kan nggak apa-apa, to? Anggap aja aku kagum gitu, kayak ngefans sama artis-artis nganteng gitu, loh. Jangan diambil hati ya, As.”

Aku cekikikan melihat tingkah Yuli yang gelagapan memberi penjelasan agar aku tidak salah paham.

“Iya, aku tahu.”

OOOO

Menikah Denganmu (Completed)Where stories live. Discover now