14. Perjanjian

6.3K 499 2
                                    

Danu Aji Putrasena

Malam sudah bergerak larut, tapi Asti masih belum juga menunjukkan tanda-tanda akan pulang ke rumah. Seperti biasa, aku pergi menjemputnya di butik setelah jam operasional butik tutup namun info yang aku dapat dari Yuli kalau Asti malah sudah pergi meninggalkan butik sejak tadi sore dan tidak kembali lagi. Sudah dicoba telepon tapi tidak tersambung! Ke mana anak itu pergi sebenarnya, bikin orang panik saja!

Sudah aku coba mencarinya ke tempat biasa dia nongkrong sesuai arahan Yuli tapi tetap tidak ketemu. Apa saking terkejutnya dengan perjodohan ini sampai membuatnya marah dan tidak ingin pulang? Bagaimana jika sampai terjadi sesuatu padanya? Rasa cemas dan pikiran liar langsung menghantui.

"Coba cari ke butik sekali lagi, Nu. Mungkin saja sekarang Asti ada di sana!" titah Ibu yang masih tak juga kunjung mau tidur. Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam saat itu.

Aku lantas meraih kunci dan baru saja membuka pintu mobil malah dikejutkan dengan kedatangan Asti yang sudah sampai di depan rumah dengan diantar ojol. Aku yang sudah diliputi rasa cemas terhadapnya juga rasa khawatir dengan kesehatan Ibu langsung membanting pintu mobil dan memarahinya saat itu juga.

"Kamu ke mana aja sih? Jam segini baru pulang! Handphone kamu juga kenapa susah dihubungi? Kamu tahu nggak satu rumah pada panik nyariin kamu tahu!" cecarku.

Mungkin karena mendengar suaraku, Bapak dan Ibu keluar dan menghampiri kami. Sementara orang yang menjadi objek kemarahanku hanya terdiam dengan arah pandangan menatap lurus pada kami bertiga secara bergantian.

"Ada yang mau aku bicarakan sama Bapak dan Ibu," ucapnya, "sama Mas Danu juga!" Setelahnya Asti langsung berjalan mendahului kami masuk ke dalam rumah.

OOOO

"Aku cuma mau minta penjelasan sejelas-jelasnya tentang masalah ini. Karena dari jawaban Bapak tadi ditelepon masih belum masuk akal buat aku. Sebenarnya ada apa? Kenapa tiba-tiba Bapak dan Ibu punya ide untuk menjodohkan aku sama Mas Danu?" Asti terlihat emosional kala itu.

"Apa Bapak dan Ibu segitu putus asanya sama Chandra? Aku pasti akan bawa Chandra untuk ketemu Bapak dan Ibu, tapi aku minta waktu," tambahnya lagi.

"Jadi kamu pergi dari sore buat ketemu sama dia?" selaku tiba-tiba. Setelah bertemu langsung dengan anak itu dan melihat sekilas tentang caranya menyapaku, aku langsung tidak suka pada anak bernama Chandra itu.

"Aku perlu ketemu dia untuk meluruskan kesalahpahaman yang Mas buat! Gara-gara ucapan Mas Danu tadi, Chandra ngambek dan nggak mau jawab telepon aku. Aku sampai harus susul dia ke Semarang untuk menjelaskan semuanya-"

"Kamu pergi ke Semarang, As?" potong Ibu kaget.

Menyadari kalau dia keceplosan, Asti tertunduk dan mengangguk. "Aku nggak mau berantem sama dia, Bu. Aku nggak mau Chandra salah paham sama Mas Danu."

"Terus kamu pulang diantar dia?" Tanya Ibu lagi.

Asti menggeleng. "Aku pulang sendiri. Chandra masih ada rekaman jadi nggak bisa antar aku pulang."

Seketika emosiku kembali naik mendengarnya. Laki-laki macam apa yang tega membiarkan pacarnya pulang-pergi ke luar kota sendirian? Larut malam lagi. Terlebih sejak kecil Asti tidak pernah dibiarkan ke luar kota sendiri dan tidak pernah tidak pamit pergi jauh pada orang tuaku. Tapi ini, demi mengejar laki-laki pengecut seperti Chandra dia bahkan rela tidak pamit dan pergi ke Semarang sendirian.

Menikah Denganmu (Completed)Where stories live. Discover now