24. Berakhir

6.2K 510 1
                                    

Pinasti Rara Anjani

Semua yang aku lihat di video yang Mas Danu rekam bukanlah rekayasa, apa yang terlihat di depan mata sudah cukup bahkan sangat jelas untuk menjelaskan apa arti diriku untuk Chandra sebenarnya. Melihat dengan mata kepalaku sendiri atas perselingkuhan yang dilakukannya dengan Lala membuatku seketika tersadar betapa bodoh dan tololnya aku selama ini. Cinta dan kasih sayang yang kupunya untuknya selama ini sudah membutakan mata dan hatiku.

Aku langsung menerjang dan memukul wajah Chandra dengan tas jinjing yang kubawa berkali-kali tanpa ampun. Menumpahkan semua amarah yang bercokol dalam dada kepadanya. Chandra berusaha meminta maaf dan menghalangi wajahnya dengan kedua tangan sementara sang wanita sibuk menghentikan aksiku dengan menarik-narik tubuhku agar menjauh dari Chandra, tapi mungkin karena masih dikuasai marah aku mampu mendorong tubuh Lala hingga dia terjatuh.

“Lala!” teriak Chandra begitu dia melihat Lala jatuh karena doronganku.

“Kamu apa-apaan sih, As?!” bentaknya yang sudah berdiri dan mencengkeram kedua tanganku kencang.

“Lepasin aku dasar berengsek!” umpatku padanya sambil meronta minta dilepaskan.

Saat itu keadaan di basecamp Chandra sangat sepi entah ke mana semua orang yang biasa aku temui jika berkunjung ke sana. Begitu aku tiba yang aku lihat hanya sepasang sejoli itu yang sedang duduk di sofa sambil bercumbu mesra. Bagaimana aku tidak meradang melihatnya?

“Sejak kapan kamu selingkuh sama dia?” tanyaku menyalak.

“Kamu salah paham, aku bisa jelasin.” Kata-kata sampah yang hanya bisa diucapkan laki-laki jika sudah kepergok selingkuh.

“Salah paham apa? Semua yang aku lihat tadi masih kamu bilang salah paham!” dadaku terasa seperti terbakar dari dalam. Apinya semakin membesar dan asapnya meluap naik menguasai paru-paruku hingga membuatku kesulitan bernapas.

“Kamu tenang dulu. Aku bisa jelaskan,” bujuknya.

“Lepasin!” aku kembali meronta tapi cengkeraman Chandra malah semakin erat hingga membuatku kesakitan.

“Tega kamu, Chand! Selama ini aku percaya sama kamu ...,” suaraku tercekat air mata yang mulai menguasai.

Segala macam umpatan yang sudah aku siapkan sejak perjalanan menuju kemari meleleh tak bersisa dan hanya tergantikan oleh air mata yang kian deras tak terkendali. Aku sangat ingin memakinya sampai puas, tapi yang bisa keluar hanya isakan saja.

“As, dengerin aku dulu.”

“Kita putus!” aku mencoba meronta sekali lagi tapi Chandra tak juga mau menuruti perintahku.

Aku meronta semakin kuat, sudah tidak sudi melihat wajah kedua pengkhianat itu di depan mataku. Aku pergi dengan tergesa sambil menyeret kakiku yang masih nyeri dengan langkah terseok, tapi Chandra ternyata mengejar dan menahanku sebelum kakiku melewati pintu gerbang. Dia kembali mencengkeram tanganku lagi.

Please maafin aku, As. Aku khilaf,” pintanya.

“Lepas!”

“Asti, jangan begini dong. Aku cint—”

Belum menuntaskan ucapannya, aku sudah melihat Chandra tersungkur di tanah begitu saja setelah ditonjok Mas Danu. Entah sejak kapan dia datang dan bagaimana bisa Mas Danu tahu kalau aku sedang berada di sini?

“Kalau Asti bilang lepas, ya lepas!” bentak Mas Danu pada Chandra.

Chandra langsung berdiri dan mulai membalas pukulan Mas Danu, tapi Mas Danu bisa menghindar dengan baik sehingga Chandra hanya memukul angin. Tak terima, Chandra kembali mencoba menyerang namun Mas Danu lebih gesit melayangkan bogem kedua padanya.

“Masih mau lanjut? Ayok!” tantang Mas Danu lagi.

“Mas, udah.” Aku mencoba menghentikan perkelahian mereka. “Chandra aku mau ini hari terakhir kita ketemu, kamu nggak usah jelasin apa-apa lagi karena aku tahu itu pasti bohong. Mulai sekarang kita putus dan kamu jangan pernah ganggu hidup aku lagi.”

Aku menggenggam tangan Mas Danu sambil berlalu pergi karena aku butuh kekuatan dan saluran energi dari genggaman Mas Danu yang mampu memberikannya. Setelah mendekati motor, aku hanya bisa terdiam seperti patung. Semua cerita tentang aku dan Chandra berakhir sudah.

“Kamu nggak apa-apa?” tanya Mas Danu.

“Apa begini juga rasanya waktu Mas putus dari Mbak Anggun?” tanyaku dengan suara bergetar dan mulai menangis. Sebenarnya aku sudah lelah menangis, tapi air mata ini sulit sekali aku kendalikan.

Mas Danu tidak menjawab, dia hanya menatapku iba lalu melepas jaketnya dan menyelimuti kepalaku.

“Jangan nangis di sini, As. Aku nggak mau kamu jadi bahan tontonan orang,” pesannya sebelum menaiki motornya.

Begitu motor melaju, air mataku secara otomatis kembali berproduksi lagi. Aku memeluk erat tubuh Mas Danu dan menyandarkan kepalaku di punggungnya yang hangat. Aku seolah telah menemukan tempat yang tepat untuk menumpahkan semua air mata yang masih tersisa untuk Chandra.

Aku mau menangis sepuasnya sekarang. Menangisi sekaligus menertawakan kebodohanku selama ini yang dibutakan atas nama cinta. Aku ingin menuntaskan semuanya sekarang, mencuci habis perasaan yang aku punya untuk Chandra lalu setelahnya aku akan kembali menjadi Pinasti yang baru. Akan kutuntaskan hari ini juga.

OOOO

Menikah Denganmu (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang