[Season 2] -6- Drarry : Him

7.7K 1K 68
                                    

Draco

Laki-laki dengan rambut blonde tersebut mengerjap, sedikit membuka matanya saat kantuk tidak lagi menyapa kedua matanya. Ia menyingkap selimut yang sejak semalam menempel pada tubuhnya. Setelah itu beranjak kearah kamar mandi yang berada didalam kamar miliknya. Melihat sebentar pantulan dirinya yang berada dicermin, memejamkan kedua matanya sebentar dan membasuh muka.

Ia melangkah keluar, diatas meja makan miliknya masih ada dua bungkus roti. Setelah mengambil satu gelas penuh air putih, Draco mendudukkan dirinya diatas kursi. Memakan satu bungkus roti. Ia menghela napas lelah, sampai kapan ia akan hidup seperti ini. Pekerjaan saja tidak tentu seperti ini, tidak seperti yang ia bayangkan dan harapkan.

Masih ada beberapa minggu lagi untuknya bebas dari club sialan yang mengurungnya. Ia harus kembali kesana agar bisa membayar biaya rumah sakit untuk sang ibu.

Lalu, ia terdiam. Mengingat kejadian tadi malam, bagaimana ia menghindar saat ia mengetahui siapa orang tersebut.

Ia menggeram kesal, memukul kepalan tangannya keatas meja. Ia tidak bisa, ia tidak bisa menemui Harry saat keadaannya seperti ini. Ia harus lebih baik dari ini jika ingin menemui Harry secara langsung.

Setelah membersihkan diri, Draco melangkahkan kakinya keluar. Mungkin ia harus melihat ibunya agar perasaannya sedikit tenang. Jarak rumahnya menuju ke rumah sakit bisa terbilang cukup dekat. Ia hanya perlu berjalan selama sepuluh hingga lima belas menit.

Ia melewati beberapa kamar inap pasian, menundukkan kepalanya saat tidak sengaja beradu tatap dengan pasien atau dokter yang berada disana. Bisa dibilang, sejak datang kedunia baru ini Draco lebih bisa menghargai orang lain. Sifat angkuh dan sombong yang sudah ia punya sejak kecil berangsur hilang. Meski tak sepenuhnya hilang, tapi sifat baru Draco kali ini bisa kita apresiasi.

Menetralkan napasnya, Draco memegang gagang pintu. Ia memejamkan kedua matanya sejenak sebelum ia membuka pintu yang berada didepannya.

Ia melangkah masuk, bisa dilihat sang ibu masih terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit. Selang oksigen masih terpasang rapi, beberapa alat medis terlihat masih menempel dibadan sang ibu. Draco mendudukkan dirinya disamping tempat tidur. Menggenggam tangan ibu yang terkulai lemas.

"Aku harap ibu cepat membuka mata." Lirihnya.

.

Draco melangkahkan kakinya asal, ia tidak tau kemana ia akan pergi. Hari masih terlalu siang untuknya mulai bekerja. Lagi pula, ia hanya bekerja paruh waktu disana. Di club sialan yang membuat seluruh badannya terasa sakit. Mungkin memang sudah saatnya ia mulai mencari pekerjaan lagi.

Beberapa kali Draco membaca tulisan-tulisan yang tertempel pada papan pengumuman dipinggir jalan. Biasanya banyak sekali lembaran kertas yang bertuliskan lowongan pekerjaan. Tapi hari ini, kosong. Tidak ada satupun dari beberapa berita ini yang memberitahunya akan lowongan pekerjaan.

Ia melangkahkan kakinya menjauh. Mungkin ia harus berjalan lebih lama lagi dan mencari apakah ada toko yang sedang membutuhkan pekerja tambahan.

Setelah berkeliling cukup jauh, sampailah Draco disini. Didepan café yang hari ini bisa dibilang cukup ramai. Ia menelisik kedalam, kedua matanya memindai apa yang ada didalam café tersebut. Lalu, keduanya matanya menangkap seseorang yang sangat ia kenal. Buru-buru ia menyembunyikan tubuhnya dibalik pohon besar yang berdiri didepan café.

Sesekali ia mengintip, orang tersayangnya disana. Harry. Harry Potter.

Draco tersenyum samar, bisa melihat Harry dari jarak dekat seperti ini membuatnya merasa bahagia. Apalagi melihat keadaan Harry yang sepertinya baik-baik saja. Harry terasenyum saat mengantarkan pesanan pelanggan. Bahkan Draco merindukan kacamata bundar yang dengan setia menggantung dihidung sang terkasih. Saat dirasa Harry sudah kembali ketempatnya, Draco keluar dari persembunyian. Lalu melanjutkan perjalanannya. Ia masih harus mencari pekerjaan yang layak.

Harry Potter and The Secret of DrarryWhere stories live. Discover now