Bab 15 | Menahan Diri

931 141 23
                                    

Alaric bersuara. "Itu pilihan yang kami punya untukmu. Kami tahu...." Alaric melirik Bella kemudian kembali membuka suara. "Kalau kerajaan Ameer hanya memiliki kamu seorang. Jika kamu menikah dengan Tariq. Tariq bisa saja menjadi kandidat sempurna untuk Raja berikutnya Kerajaan Ameer dengan menikahimu. Maksudku, tolong jangan berpikir buruk dulu ... Kami bermaksud baik...." Alaric melirik Bella.

"Saya tahu Yang Mulia. Saya juga sempat berpikir begitu, tapi...." Sarah memandang sedih Alaric dan Bella bergantian. "Maafkan saya, inilah keputusan saya."

Bella hanya menggeleng pelan dan akhirnya Alaric menghela napas. Sepertinya penjelasannya tidak mempengaruhi Sarah. Alaric harus mencari cara lain kan?

"Kamu tahu kalau aku terlahir dari rahim seorang Penari, yang jatuh cinta pada Raja Bahran?"

Sarah mendengar jika Raja terdahulu memiliki istri lain diluar istana, dan mengatakan anaknya menjadi Raja Qattare, setelah kudeta Ratu terdahulu.

"Aku tidak mau sejarah terulang kembali."

"Saya tidak akan melakukan semua itu. Walau Hakim bukan lahir dari rahim saya, saya menyayanginya...."

"Hati, tidak ada yang tahu, Sarah. Ibu tahu kamu perempuan baik hati. Dibesarkan dengan baik, dididik menjadi calon Ratu. Tapi hal lain bisa datang dari orang lain. Bisikan dan hasutan, rasa iri dengki pasti ada walau bukan berasal dari dirimu kamu...." Jelas Bella.

"Saya mencintai, Pangeran Badar, Ayah, Ibu...." Mata Sarah berkaca-kaca. "Mungkin ini hal bodoh yang mungkin akan saya sesali dikemudian hari. Tapi saya merasa nyaman di sisi Pangeran."

"Pangeran pernah berkata, bahwa Pangeran bersyukur memiliki saya sebagai Calon Ratunya. Saya juga ingin berdiri di sisi Pangeran, seperti Ratu Bella, berdiri di sisi Raja Alaric. Saya ingin melihat bagaimana Pangeran Badar membangun negara yang dia cintai...."

"Sarah!" Bella seketika memeluk Sarah dan pecah sudah pertahanan diri Sarah. Dia memeluk Bella kemudian menangis.

Tangan Alaric diatas meja mengepal. Inikah yang dirasakan Ibunya dulu? Walau mereka salah dan menyakiti banyak orang, mereka tetap bertahan dengan dalih cinta.

Benar-benar menyedihkan.

Usaha Alaric sia-sia, kini, semua ada di tangan putranya.

***

Persiapan pernikahan Badar dan Nora sudah hampir selesai. Semua Sarah yang mengatur. Dia yang meninjau sendiri tempat pernikahan dan semua hal yang menunjang kelangsungan acara. Dia sejujurnya iri, karena dulu pernikahan tidak seperti ini.

Sarah menekan dada yang tiba-tiba sesak. Akhir-akhir ini merasa lelah. Mungkin karena persiapan pernikahan ini.

"Sarah...."

Panggilan Badar membuat Sarah seketika menoleh, gerakan cepat itu membuat tubuh Sarah limbung ke depan, untung Badar segera memeluknya.

"Kau sakit?"

"Eh! Tidak!" Sarah seketika menarik diri, menjaga jarak diantara mereka. "Apa yang membawa pangeran kesini?"

"Aku dengar semua persiapannya sudah selesai. Aku hanya—" Badar tidak melanjutkan kalimatnya saat mata Sarah menatapnya penuh minat dan menunggu. "Lupakan...." Bukannya melanjutkan kalimatnya, Badar malah menarik tangan Sarah, membawa perempuan itu masuk kedalam gereja.

Badar ingat, disini juga mereka menikah walau tidak ada pesta perayaan seperti pernikahannya dengan Nora nanti.

"Pangeran...."

"Panggil Badar. Kau lupa?" Badar menyelipkan anak rambut Sarah dibalik telinga perempuan itu. "Akhir-akhir ini kau sibuk...."

"Ya...." Sarah menunduk, dia tidak mau berkontak mata dengan Badar sampai dagunya terangkat, mau tidak mau Sarah bertatapan dengan Badar. "Pangeran...."

My Princess [TAMAT]Where stories live. Discover now