Bab 7 | Berdebat

816 132 3
                                    

Badar tertegun mendengar kalimat Sarah. Dia memandang istrinya. Ada senyum disana namun kenapa dimata Badar dia melihat sebuah kesedihan. Dia tidak yakin, karena jujur, dia belum pernah pergi ke kerajaan Ameer. Dia hanya dengar negara kecil itu makmur, namun masih menganut tradisional. Kabut dan udara lembab membuat beberapa bahan pangan sulit hidup disana. Semua berbeda dengan di Qattare.

"Tapi disana banyak tanaman obat dan makanan sehat berasal dari alam. Karena itu semua penduduk Ameer sangat sehat dan jarang sekali terkena wabah, saat semua negara sibuk mencari bahan obat, di Ameer semua melimpah. Negara tetangga bersyukur karena adanya Ameer."

"Terima kasih atas pujiannya kakek. Saya sebagai putri Ameer sangat senang mendengarnya...."

"Yah. Baru beberapa hari ya kamu disini? Bagaimana Qattare menurutmu?"

Badar sudah tidak mendengarkan. Dia pikir itu hanya perasaan saja. Lagi-lagi Badar menatap alat pancing dan menghiraukan pembicaraan Sarah dan Bahran.

"Sangat indah. Disini saya bisa melihat bintang. Sungai yang berkilau karena matahari, udara sejuk menerpa pepohonan daun-daun kering bertebrangan. Semua hal yang belum pernah saya lihat di Ameer saya melihatnya disini...."

Termasuk Pangeran Badar....

Sarah menoleh menatap Badar yang tengah sibuk menata kursi kemudian menyiapkan umpan, memasangnya di kail pancing kemudian menancapkan alat pancing itu ke tanah.

Bahran melihat bagaimana Sara menatap Badar. Senyumnya mengembang. Mungkin sebentar lagi dia akan mendapatkan cicit.

"Syukurlah. Mendengarnya, aku mengasumsi kamu akan betah disini."

"Kakek, semua sudah siap...."

Sarah mengerjap kikuk menunduk, takut ketahuan memandang Badar.

"Oke." Bahran menyahut lalu melangkah menuju Badar, Sarah dibelakang mengikuti. "Oh ya, Sarah!"

"Ya kakek...."

Bahran yang sudah duduk di kursinya memutar tubuh menatap Sarah. Senyum mengembang di wajahnya. "Kamu pasti bosan jika menunggu kami. Kamu bisa berjalan-jalan bersama para pelayan. Di sisi utara ada tanah lembab, disana banyak tanaman obat...."

Binar terlihat dimana Sarah, dia mengangguk kemudian menatap Badar. Lelaki itu diam awalnya kemudian menghela napas dan mengangguk.

Selepas kepergian Sarah, Bahran mencoba membuka pembicaraan mengenai hubungan cucunya itu. "Kalian sudah dekat. Mengingat sebelum menikah kalian tidak pernah bertemu sebelumnya...."

"Kami sama-sama tahu tugas kami, Kek. Pernikahan ini penting dan kami sepakat membuatnya berhasil...."

"Tentu dengan cinta didalamnya," tambah Bahran.

Sebenarnya Bahran menunggu komentar Badar, namun cucunya tidak kunjung berkomentar, jadi dia menoleh tertegun melihat wajah Badar tertunduk lemas.

"Tidak ada cinta diantara kalian?"

"Cinta? Aku sudah pernah jatuh cinta, Kek. Itu lama sekali, sampai aku melamarnya, namun takdir tidak menyatukan kami...."

Bahran mendengar soal hal itu dari Alaric. Apa ini ikatan benang merah? Dulu dia mencintai Ibu Alaric, memiliki Alaric adalah sesuatu anugerah dan sekarang hal itu terjadi pada cucunya?

"Kami sudah sepakat. Pernikahan ini untuk kedua negara...."

Menerawang kearah sungai yang tenang, Bahran berkata. "Teruslah berpikir begitu, Badar. Tapi tiba saatnya nanti, kamu tidak tahu takdir apa yang menunggu kalian ke depannya...."

My Princess [TAMAT]Where stories live. Discover now