08 - BPH.

85 15 0
                                    

Tekan bintang terlebih dahulu
sebelum kalian membaca cerita ini.

Terima kasih ><


°°°°°

Ucapan Alin kemarin membuat gue ga bisa tidur malam ini.
Gue takut, tapi gue bingung mau ngapain.

Haruskah gue menemui Kak Nandra lagi? ya harus. Nggak ada pilihan lain dan deadline tugasnya juga sebentar lagi.





Pagi ini gue memutuskan untuk bolos mata kuliah jam pertama.
Karena gue mau ketemu Kak Nandra di tempat ia koas, alias Rumah Sakit.

Karena gue malas bertanya akhirnya gue mengikuti insting.

"Dia kan calon dokter bedah, masa iya dia ruang OP sekarang?" kalau Kak Nandra ada di ruang operasi, gagal rencana gue buat ketemu sama dia.

Iseng, gue mencoba mencari dia ke ruangan pribadinya.
Dan kebetulan banget gue ketemu dia pas dia mau masuk ke ruangannya.

"Kak Nandra!"

Langkah Kak Nandra terhenti dia megerutkan keningnya mungkin bingung kenapa gue ada di sini lagi.

"Kak, bisa bicara sebentar dengan saya?"

"Tumben kamu. Yaudah ayo masuk."



"Maaf Kak saya menganggu waktunya," kata gue sambil duduk berhadapan sama dia.

"Ya tidak apa," sahutnya. "Saya juga tidak terlalu sibuk saat ini."

Setelah itu gue menceritakan alasan gue ketemu dia. Kak Nandra mendengarkan dengan baik sehabis gue berbicara semuanya.

"Saya hanya menyarankan tiga penyakit yang kemarin," katanya. "Atau nggak kamu ngambil kasus penyakit BPH aja, bukannya disemester ini kamu sedang mempelajari penyakit di bagian reproduksi?"

Kak Nandra memang benar.
Di setiap semester emang ada materi membuat pathway, tapi nggak semua materi dijadiin pathway.
Kebetulan aja semester ke empat ini ada tugas buat membuat pathway atau biasa yang disebut kasus penyakit.

"Iya sih kak," gue menghela napas. Udah pasrah.

Masalahnya BPH itu penyakit reproduksi khusus pria. Ya gue agak malu masa nanti wawancarain cowok sih anjir.

"Kenapa? kamu malu karena BPH itu penyakit khusus laki-laki?" tanya Kak Nandra seolah bisa baca pemikiran gue.

"Hehehe," gue meringis malu.

"Ga usah malu, pasiennya salah satu teman dekat saya, nanti saya bantu kamu buat wawancarain dia."

Wah tawarannya yang bagus. Tapi gue tetep malu.

"Ga usah malu, kamu jadi perawat juga nanti disumpah kan agar tidak membedakan kelamin, kasta, umur dan lain-lain."

Gue tersenyum masam.
Kenapasih ucapan dia bener semua? kalau kayak gini kan gue bingung mau balas apa.

"Yaudah deh Kak, saya mau."

Terserah deh gue udah pasrah sama keadaan.
Semoga aja nanti gue bisa menghadapi pasiennya dan bisa membuat tugas ini dengan lancar.

"Oke," Kak Nandra mengambil buku. "Kamu bisa baca buku ini sebagai revensi buat kamu nanti. Kamu juga cari ya contoh pathway itu seperti apa dan kalau ada kamu juga cari contoh pathway dari BPH."

Gue menangguk lalu ngucapin terima kasih sama dia.
"Oh iya kak kapan saya bisa bertemu dengan pasiennya?"

"Lusa paling, kamu catat kontak saya aja biar kamu bisa tanya-tanya."

Gue agak meragukan ucapannya Kak Nandra.
Karena kata anak-anak yang lain Kak Nandra kalau di wa itu ngartis, jarang balas pesan mahasiswanya yang bertanya.

"Ini kakak nanti bakalan balas wa saya, kan?" tanya gue, waspada.

Kak Nandra malah ketawa. "Yaiyalah, ngapain kamu tanya pertanyaan yang jelas kamu sudah tahu jawabannya?"

"Kata yang lain kan Kakak suka ngartis," jawab gue jujur.

Hal itu membuat Kak Nandra ketawa lagi.
"Mereka itu ga punya hal penting sama saya, ngapain saya balas pesan yang ga penting?"

"Kenali saya dari diri saya sendiri, bukan orang lain, Iryana." Lanjut Kak Nandra.

Hnggg ngomong apasih lo Kak.
Gue kan hanya mencegah biar dia ga ngartis sama gue.

"Yaudah kak saya permisi, terima kasih."

"Ya sama-sama, goodluck Iryana." Kak Nandra senyum.

"Iya kak, terima kasih banyak. Assalamualaikum." Kata gue sebelum meninggalkan ruangan Kak Nandra.


Kamu jadi perawat juga nanti disumpah kan agar tidak membedakan jenis kelamin.

Ucapan Kak Nandra tadi membuat gue pusing seketika.

"Oke Ira, lo harus tenang. Ini belum seberapa." Kata gue mencoba meyakinkan diri sendiri.

Iya gue tahu kok nanti ketika wisuda S1 gue akan disumpah agar tidak membedakan segalanya, agar selalu melayani pasien tanpa membedakan apapun.

Gue cuma agak syok, gue yakin lama-lama gue akan terbiasa mengobati dan merawat pasien laki-laki.

Gue baru inget sekarang masih ada kelas kuliah.
Ya ampun Ira kenapa lo bisa lupa kalau masih ada matkul? emang bego banget gue.

Buru-buru gue mesen grab buat ke fakultas. Karena nggak ada waktu buat naik busway ke sana.

°°°°

Asisten Dokter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang