21 - Busway.

53 7 0
                                    

Tekan bintang terlebih dahulu sebelum kalian membaca cerita ini.

Terima kasih ><



_____


"Lo tahu darimana semua itu, Yun?"

Sambil mencoba berhenti nangis, gue memulai bicara lagi sama Yuna.

"Dari dianya sendiri," Yuna menjawab. "Apa lo nggak sadar Ra? dokter Nandra jadi kurus banget semenjak break up sama lo."

Mendengar kata break up membuat gue ketawa.
Sejak kapan gue sama Kak Nandra jadian?

"Kita nggak pernah jadian kalau lo lupa." Timpal gue.

Yuna meringis. "Ya setidaknya nanti juga bakalan jadian, kan?"

Ntahlah.

"Terus sekarang gue harus gimana?"

Yuna diam sejenak. "Tungguin dia sampe chat lo lagi, Ra."


____


Sehabis hangout sama Yuna, gue langsung pulang naik busway.

Sekarang jam 5 sore. Jamnya orang-orang pada pulang kerja.
Gue paling males kalau naik busway dijam segini, pasti rame.

Cuma ya mau gimana lagi?
Daripada gue naik gojek buat menghemat waktu, mending uangnya buat dipake makan.


"Mbak, maaf, lagi haid ya?"

Omongan orang disebelah gue, reflek gue langsung ngeliat ke belakang celana gue.

Tembus, ternyata.

Kenapa harus sekarang sih?


"Mas, maaf disini ad-"

Belum selesai gue ngomong sama mas mas busway, tiba-tiba ada yang narik tangan gue.

Kak Nandra.
Ngapain dia dihalte busway? dia kan udah punya mobil pribadi.

"Kak, mau kemana?"

Kak Nandra masih nggak menjawab pernyataan gue.

"Ayo ke indomart dulu, beli pembalut."

Kenapa?

Kenapa dia tiba-tiba muncul dihadapan gue?

Gue berhenti, melepas pegangan tangan gue darinya.

"Ira," panggil Kak Nandra lembut karena gue masih tertunduk diam.

"Kak, ngapain kakak dihalte busway?"

Kak Nandra diam sejenak. Ia menatap gue dengan teduh.

"Kakak nyariin kamu," jawabnya. "Itu kamu tembus, kita ke indomart dulu ya? baru kita ngobrol. Ada banyak hal yang mau kakak omongin ke kamu."

Gue nggak membantah.

Kita masuk ke indomart dan beli pembalut yang gue butuhin.
Ternyata, Kak Nandra masih hapal pembalut yang gue pakai.
Padahal, kita udah lebih dari satu tahun lost kontak.

"Bener kan yang itu pembalutnya?"

Gue mengangguk tanpa menjawab.

Setelah itu gue langsung ke kamar mandi indomart dan ganti pembalutnya.


Gue sama Kak Nandra berjalan ke arah mobilnya.

Satu kata, canggung.

Perasaan gue sangat campur sekarang.
Gue seneng, sedih dan excited disaat yang bersamaan.

"Are you okay, Anandara?"

That 'Anandara' membuat gue merinding seketika.
Kenapa dia manggil nama depan gue?

"Kenapa kamu makin kurus?" tanya Kak Nandra kemudian. Gue menatapnya.

"Stress Kak, i guess?" jawab gue tersenyum miris. "Tapi kenapa Kakak juga makin kurus?"

"Kakak kira, dengan menjauh dari kamu itu akan membuat kamu bahagia. Tapi kenapa kamu sekurus ini?" tanyanya lagi.
"Banyak hal yang mau Kakak omongin ke kamu, Ra."

Gue terdiam, menyimak apa yang diomongin sama dia.

"Setelah kejadian itu, saya nggak pernah bohong atas apa yang pernah saya omongin ke kamu," Kak Nandra masih berbicara. "Saya benar-benar udah mencintai kamu, Ira."

I love you too, Kak.

"Tapi keliatannya kamu udah sangat benci sama Kakak. Setiap penolakan yang kamu kasih ke kakak membuat kakak sakit," ia tersenyum miris. "That's okay. Mengingat kejadian dan perlakuan Kakak ke kamu dulu membuat saya sadar, i deserve this."

"Lewat Yuna dan Wafa, Kakak selalu memantau kamu dari kejauhan.
Karena Kakak tau, kamu udah benci sama Kakak jadi Kakak selalu memperhatikan kamu dari belakang,"

Apa semua kotak bekal yang selalu ada diloker gue itu dari Kak Nandra?

"Kenapa Kakak ngelakuin itu?" akhirnya gue berbicara.

"Karena Kakak sayang sama kamu." Ucapnya, tatapan mata Kak Nandra ke gue beda.

"Ngeliat kamu baik-baik aja tanpa Kakak, Kakak jadi bersyukur."

"Kalau aku baik-baik aja, aku nggak akan sekurus ini kak." Timpal gue.

Kak Nandra cukup kaget mendengar ucapan gue barusan.
Mungkin dia kira selama ini gue baik-baik aja tanpa dia, tapi dia salah besar.

"Ra, maksud kamu?"

Gue tersenyum sebelum menjawab ucapan Kak Nandra. "Aku juga sakit, jauh dari Kakak."

"Kenyataannya selama ini aku masih sayang sama Kakak. Aku denial," Gue menarik napas. "Aku sengaja menhindari Kakak, aku terlalu takut kalau Kakak selama ini cuma pura-pura sayang sama Aku.
Aku menutup mata dan telinga ketika Yuna selalu bilang kalau Kakak beneran sayang sama aku."

Pertahanan gue runtuh. Ego yang selama ini selalu mendominasi gue akhirnya hilang.

Sehabis mengucapkan itu gue memalingkan wajah ke kaca mobil, menghindari tatapan Kak Nandra.

Kak Nandra nggak menjawab omongan gue. Sampai akhirnya, dia menarik gue ke pelukannya.

Dia mengecup kepala gue dengan lembut. "Aku sayang sama kamu."

TBC

Asisten Dokter Kde žijí příběhy. Začni objevovat