29 - Shock.

51 5 0
                                    

Tekan bintang terlebih dahulu sebelum kalian membaca cerita ini.

Terima kasih ><

______

Gue balas seadanya sapaan Dio.
Selain karena sekarang gue sudah punya Kak Nandra, gue juga malu sebenarnya buat ketemu Dio lagi.


Yap, he know i loved him until six years.

Perbuatan bodoh dimasa lalu gue.
Di tahun 2020, gue pernah confess perasaan gue ke dia. Tapi ya gitu, dia memang nggak bisa buat membalas perasaan gue ini.

Perasaan memang nggak bisa dipaksa. Gue cukup tahu diri ketika Dio bilang gitu.



"Sendirian aja?" dia berpindah posisi disamping gue. Ikut nunggu busway.

Gue tersenyum canggung. "Keliatannya?"

Dia nggak menjawab. Sehabis itu dia tersenyum dan menatap gue dalam beberapa detik.

Gue nggak mau ambil pusing, jadi gue bersikap biasa aja. Lagian juga, kejadian itu sudah lama dan perasaan gue ke Dio beneran sudah selesai.

Busway yang gue tunggu akhirnya datang juga. Gue senang karena dapat tempat duduk dan di bus ini juga nggak terlalu banyak penumpang.


Drrt drrtt


"Hall—"

"Aku tunggu dihalte biasa,"

Pip.


Sambungan telpon terputus.
Aneh banget cowok gue.

Tadi dia bilang kalau dia sibuk sampai nanti malam. Kenapa dia nyuruh gue buat ketemuan?


Ga mungkin dia bolos kan?


Ya enggaklah, memangnya Kak Nandra itu kayak gue yang hobi nitip absen dan bolos mata kuliah.


"Cowok lo, ya?"

Sebenarnya gue nggak tahu si Dio ini memang menuju arah yang sama dengan gue atau gimana, tapi sekarang dia duduk tepat dibangku sebelah kanan gue.
Otomatis dia pasti mendengar obrolan singkat gue sama Kak Nandra.



"Iya, as you see." Jawab gue tanpa melihat ke arah dia.

Dio nggak ngomong apapun setelah gue jawab begitu. Gue juga nggak mikirin, sibuk chatan sama Kak Nandra.
Ternyata dia mau mengambil barang penting yang ketinggalan di rumah gue.

Ingat ketika gue dan Kak Nandra ketahuan ciuman di depan El?
Nah di sana dia ketinggalan buku jadwal operasi, dan alat tempurnya yang kebanyakan gue nggak ngerti.




Lima belas menit kemudian gue tiba dihalte tujuan gue.
Dibelakang gue ada penumpang lain yang ikut turun.


"Sayang, ayo."

Seolah-olah bisa membaca pikiran gue, Kak Nandra menggadeng tangan gue dan membawa pergi dari halte ini.
Iya, penumpang dibelakang tadi itu Dio.

"Ketemu mantan nih ceritanya?"

Kita berdua lagi ada dimobil menuju ke rumah gue.


"Nggak sengaja ketemu,"

Kak Nandra mengangguk-angguk setelah gue jawab gitu.
"Seneng ngga?" tanyanya lagi.

Walaupun dia berusaha membuat senyuman dibibirnya tapi gue tahu dia cemburu. How cute, right?


"Aku nggak seneng ketemu dia, aku cuma senangnya ketemu Kakak."

Dia menatap gue sekilas lalu fokus menyetir dibelakang kemudinya.

"Kamu masih sayang ya sama dia?"

"Pfttt," gue ketawa karena melihat Kak Nandra yang cemburu. "Kalau aku masih sayang sama dia harusnya aku nggak disini, harusnya aku tadi jalan bareng aja sama dia, kan?"

Gue masih menatap Kak Nandra yang masih bergeming. "I'm pretty sure kalau perasaan aku ke dia udah selesai. Setelah enam tahun yang panjang, ternyata cuma Kak Nandra yang berhasil membuat aku jatuh cinta lagi."

Dia tersenyum menatap gue. "Iya Kakak tahu. Udah ah stop jangan kayak gitu,"

Kami berdua tersenyum. Walaupun Kak Nandra nggak bilang, tapi gue tahu dia salting. Dan gue tahu, kalau dia memang percaya sama kalimat yang gue lontarkan.


_____


"Lo udah tau kabar terkini belum?"

Lagi fokus baca buku buat praktikum nanti, Yuna tiba-tiba datang ke meja gue.
Anak ini suka banget membahas kelakuan aneh manusia-manusia disini.

"Nggak," jawab gue acuh.

Dia mencibir. "Udah gue duga sih," wajahnya mendekat ke gue, Yuna berbisik. "Gino jadian sama cewek."


Gino jadian? sama Wafa?

"Bukan sama Wafa," kata Yuna seolah-olah bisa membaca pikiran gue.


"Hah?!"


Totally shock, gue ngeblank sama ucapan Yuna. Kalau dia nggak jadian sama Wafa, terus dia jadian sama siapa dong?

"Emang Gino brengsek, dia jadian sama anak sasing. Baru aja tadi, gue denger kabarnya dari Alin."

"Terus sekarang Wafa ada dimana?"


Gue nggak peduli mau Gino jadian sama cewek lain. Gue cuma khawatir sama Wafa, pasti dia nggak baik-baik aja sekarang.
Sebagai orang yang pernah mengalami hts, gue tahu kalau posisi Wafa sekarang nggak mudah.

Ya lo bayangin aja, setahun sama orang tanpa hubungan tuh benar-benar bikin mental capek.


"Gue juga nggak tahu, tadi gue telpon nggak diangkat."

Makin khawatirlah gue mendengar ucapan Yuna. Dia bolos matkul hari ini.



"Yun, gue titip absen ya."

Tanpa mendengar jawaban dari Yuna, gue bergegas menuju lokasi yang menurut gue Wafa pasti ada disana.


Nggak ada waktu buat naik busway, jadi gue  memustuskan buat naik Bajaj.


"Ke atrium ya pak."

Jangan heran kalau di Jakarta masih ada Bajaj. Transportasi ini masih bermanfaat ketika gue lagi telat dan ingin menghemat duit.



Setengah jam kemudian gue sudah sampai didepan Atrium. Dengan modal nekat dan feeling, gue mencoba menuju ke restaurant favoritnya Wafa.


Dia pernah cerita sekali ketika dia ada masalah dulu. Kalau dia lagi sedih, atau banyak pikiran pasti dia pergi ke sini.

"Mbak, Bakso Afung ada disebelah mana ya?"

"Ada dilantai dua Kak, dekat lift." Jawab pegawai disini.

Setelah ngucapin terima kasih gue bergegas ke tampat tadi. Naik lift saja biar cepat sampai. Gue benar-benar khawatir sama Wafa, semoga dia beneran ada di sana.


Setelah sampai mata gue memicing mencari Wafa. Bakso Afung tempatnya nggak seluas itu dan gue nggak bisa melihat Wafa disini.


Dia dimana?

Gue hopeless. Gue memutuskan buat pergi dari sini dengan perasaan sedih.





"Ira?"

Merasa ada yang manggil nama gue, gue menoleh ke arah suara.
Dengan perasaan kaget, gue nggak merespon panggilan itu.

Yang bikin gue kaget adalah, ada Dio dan Wafa disampingnya.








Mereka saling kenal?
















TBC

Asisten Dokter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang