20 - Selfish.

57 9 0
                                    

Tekan bintang terlebih dahulu sebelum kalian membaca cerita ini.

Terima kasih ><





______



"Kita perlu bicara, Iryana."

Gue natap wajah kak Nandra dengan kesal. Dia membawa gue masuk ke dalam mobilnya dengan paksa.

"Dok," gue menarik napas emosi. "Saya rasa nggak ada yang perlu dibicarakan. Kita udah tidak ada urusan lagi."

Jujur sebenarnya hati gue rada senang ketika Kak Nandra ngomong gitu.
Tapi logika gue nggak. Perasaan gue campur aduk, gue marah sama dia tapi hati kecil ini nggak bisa dibohongi.

Hati gue kangen sama dia. Hati gue selalu luluh sama hal-hal kecil yang bikin gue bahagia.

"Kamu udah benci ya sama Kakak?"*

"Kenapasih Kak?" lirih gue.

Kak Nandra menunduk, dia masih diem. Wajahnya lesu, dan pucet.
Apa dia sakit?


"Ira, Kakak sayang sama kamu. Maaf kakak telat menyadari itu." Dengan wajah tertunduk, Kak Nandra mulai berbicara. "Kakak kira, kakak masih sayang sama Anggun, tapi ternyata salah. Setelah kamu pergi, kakak nggak baik-baik aja."

Sama kak, aku juga.

"Kakak selalu pengen nyapa kamu, kakak selalu ingin memperbaiki semuanya," kak Nandra bergumam. "Kakak selalu merasa bersalah ketika kamu menghindar, i know kakak berengsek."

Gue masih bergeming. Tanpa menatap dia, gue alihin wajah gue ke kaca.

"Kakak sayang sama kamu,"

Entahlah gue bingung mau respon apa. Hati gue senang, tapi otak gue nggak.
Masih ada rasa marah yang gue rasakan.

"Kenapa baru sekarang? kemarin kakak kemana aja?"

Setelah ngomong gitu, gue membuka pintu mobilnya.
Meninggalkan Kak Nandra dengan lamunannya.


Sorry kak, diri gue masih terlalu sakit buat maafin lo.





____


"Are you happy now?"

"Not really, today kinda hard for me."

Sebutlah gue gila, gue nggak permasalahin itu.
Gue main dating apps sekarang. Setelah kejadian beberapa minggu yang lalu, Kak Nandra masih menghubungi gue.

Tapi guenya nggak merespon.

I hate him more than i love him.

"What happened?"

Gue lagi telponan sama bule asal Belanda. Namanya Kevin Mark.
Dia bisa bahasa Indonesia sedikit karena leluhurnya ternyata pernah ke Indonesia.

"Nothing," jawab gue ogah-ogahan.

Setelah itu, gue cuma ngedengerin cerita dari Kevin.
Gue iyain aja, sebenarnya agak males buat telponan sama Kevin.

Tapi setidaknya itu lebih bagus daripada gue harus ngomong sama Kak Nandra.

Ngomongin soal Kak Nandra, mahluk itu masih terus ngajakin gue buat meet up.
Entah apa yang mau dia jelasin ke gue, gue udah nggak peduli lagi. We're done now.

"Kev, udah dulu ya. I wanna go bathup. See you soon, bye."


Pip.

Tanpa menunggu persetujuan dari Mark gue mematikan telponnya.


_____

8 Maret 2023.


Kegiatan gue masih sama kayak dulu. Selalu misuh-misuh soal tugas kuliah, praktikum yang nggak ada abisnya dan keributan kecil yang selalu dibuat sama Wafa dan Gino.

Iya, gue sama Wafa, Gino, Yuna dan Alin lanjut profersi Ners di Universitas yang sama.


"Ira,"


"Hm?" respon gue tanpa melihat ke arah Yuna.

Gue sama Yuna lagi ngerjain tugas dokumentasi di caffe mall sini.

"Dokter Nandra ngechat gue terus." Sambung Yuna.

What?

Merasa ada yang nggak beres, tapi gue cuma diem aja. Gue nggak menanggapi Yuna.

"Dia udah lulus, sekarang dia udah jadi Dokter beneran."

Apa hubungannya sama gue?

"Yuna," gue berusaha tenang. "Mau dia jadi apapun, mau dia ngechatin lo terus, itu nggak ada hubungannya sama gue."

"Gue tahu kok," Yuna menatap mata gue.
"Tapi Ra, apa lo beneran udah moveon dari dia?"

Enggak, Yun.

Hal gila kalau gue jawab begitu didepan Yuna.

"Iya, gue udah benci sama dia."

"No," jawab Yuna. "Ra, listen. Gue sebenarnya udah tahu kalau lo cuma pura-pura moveon dari dia. Gue juga tahu lo masih sering nangisin dia.
Gue juga tahu alasan kenapa badan lo jadi sekurus ini, rambut lo yang selalu rontok."

"Ngomong apasih lo?" desis gue.

"Nandra masih sering ngechatin gue buat sekedar nanyain kabarin lo. Dia juga yang selama ini selalu perhatian sama lo, walaupun dari jauh."

"Dia yang selama ini kasih kado ketika lo sidang, ulang tahun. Dia selalu kirim lo gofood dan bekal yang lo liat setiap hari diloker lo itu, dari Nandra Ra. Bukan dari orang lain."

Literally shock, gue masih diem berusaha mencerna apa yang diomongin Yuna.
Yang selama ini gue tahu, Kak Nandra cuma sekedar ngechat gue buat ngajak ketemuan.

"Yun, lo serius?"

"Iya bodoh," ucap Yuna. "Berhenti pura-pura moveon, Ra." Yuna menarik napas. "Dulu gue emang setuju kalau lo nggak sama dia, tapi sekarang nggak, Ra.
Keadannya udah beda sekarang, kaliam berdua masih saling mencintai, tapi kalian masih gede egonya."

"Gue cuma nggak mau ngeliat lo kayak orang yang nggak ada semangat hidupnya. Gue mau liat diri lo yang dulu, diri lo yang selalu bahagia ketika lo masih berhubungan sama Dokter Nandra."

Gue nggak bales ucapan Yuna. Gue masih berusaha mencerna apa yang dia bilang.

Yuna benar, gue emang pura-pura moveon. Yuna benar, badan dan pikiran gue berubah semenjak gue dan Kak Nandra pisah.

Pertahanan gue runtuh.
Gue udah nggak bisa mengelak di depan Yuna lagi.
Setelah itu Yuna berpindah ke samping gue, karena gue menangis.

Kak Nandra, sorry.
I hate you but, i love you so much.






TBC



____



A.n:

enaknya sampe bab berapa ya story ini?

Asisten Dokter Where stories live. Discover now