18 - We're Done.

59 13 1
                                    

Tekan bintang terlebih dahulu sebelum kalian membaca cerita ini.

Terima kasih ><



____

"Ada apasih Kak? aku kan lagi nyicil skripsi tadi."

Kak Nandra membawa gue masuk ke dalam mobilnya. Tanpa penjelasan apapun, kendaraan roda empat ini melaju cepat di jalan raya Jakarta.


"Bantu saya buat cariin kado, ya?"

"Kado?" kata gue memastikan apa yang diucapin Kak Nandra.


"Iya kado, buat Anggun."

Emosi gue naik seketika. Lo tahu ngga siapa Anggun?
Anggun itu mantannya Kak Nandra yang beda agama itu. Yang pernah mau dia nikahin.

"Mba Anggun sama saya nggak ada hubungannya, Kak."

"Jelas ada," dia langsung membantah.
"Bantu Kakak ya Ira?"

Gue diem dan mengalihkan pandangan ke jendela.
Emangnya gue bisa nolak?



____


"Astaga Ira kenapa nilai lo jadi anjlok gini?"

Guanlin dan gue lagi nongkrong di caffe dekat sini. Kita lagi ngeliat nilai tugas-tugas yang dikerjain minggu kemarin.

"Gue tahu kok lo nggak se bego ini dulu. lo kenapasih?" Alin nanya gue lagi karena gue masih diem aja.

Gue juga pusing kenapa tugas-tugas gue nilainya rata-rata dapat D.
Padahal ini terbilang tugas yang gampang.

"Gue juga nggak tahu, Lin." Jawab gue akhirnya.

Sebenarnya gue jelas tahu alasan kenapa nilai-nilai gue turun.

Yap, penyebabnya Kak Nandra.

Dia emang nggak deket lagi sama mbak Anggun. Tapi dia selalu bilang nggak bisa kasih gue kepastian.
Dia selalu bilang belum bisa buka hati buat gue. Terus apa artinya dengan hubungan gue sama dia setahun ke belakang?

Wafa dan Yuna udah super duper capek nasehatin gue. Mereka selalu nyaranin gue untuk menjauh dari Dokter itu. Tapi, gue nggak bisa.

Gue tahu kalau gue bulol. Alias bucin tolol. Tapi serius, ngejauh dari orang yang disukain nggak segampang itu.
Gue udah telanjur melibatkan dia di dalam kehidupan gue.

"Ada hubungannya ya sama Dokter Nandra?" kata Alin, seolah-olah bisa baca pikiran gue.

"Nggak." Bohong gue. Gue belum berani cerita ke siapapun selain Yuna dan Wafa.

"Okedeh," finalnya. "Gue nggak mau tau masalah lo apa, Ra. Tapi tolong, lo jangan sampe korbanin ipk lo karena nggak fokus di kuliah. Lo ngga capek ngulang matkul terus-terusan? apa lo nggak sayang sama uang lo karena remedial?" Alin menarik napas. "Sebagai teman yang baik, gue mau lo lulus bareng gue dan temen-temen yang lain, Ra."

Gue diem, nggak membantah ucapan Guanlin.

"Yaudah ayo Ra kita ke lab sekarang. Kata Azril, sekarang jadwalnya Dokter Nandra."

Damn it. gue nggak suka.









"Gimana skripsi kalian lancar?" Kak Nandra membuka topik obrolan.

"Pengen nyerah sih dok," ujar Gino. Yang lain menyetujui.

"Yasudah, semoga kalian bisa lulus dengan tepat waktu ya." Kata Kak Nandra.

Kita semua ngelanjutin uprak disini. Sebenarnya bukan uprak sih, cuma mereview materi-materi dijaman maba dulu.

"Ira," kak Nandra tiba-tiba berdiri disamping gue. Ada apaan dah?

"Kenapa, kak?"

Sontak setelah gue ngomong gitu, banyak pasang mata yang ngeliatin gue. Karena gue keceplosan manggil Kak Nandra dengan sebutan 'kakak'.

"Eh maksudnya, ada apa Dok?" ujar gue.

"Ngga apa-apa kali manggil Kaka juga,"

Semuanya disini langsung merhatiin kita berdua. Aduh, dokter bego. Ngapain diperjelas segala sih?

"Abis uprak nanti kamu ke ruangan saya ya."

Tanpa menunggu jawaban dari gue, Kak Nandra pergi ke anak-anak yang lain.

"Ini gue doang yang ngerasa atau emang lo beneran deket sama dokter Nandra?" Kata Gino, yang tiba-tiba nyamperin gue.

"Kepo banget lo. Mending lo ke Wafa aja sana."

Setelah itu semua fokus sama urusannya masing-masing.

Gue juga pura-pura sok sibuk alias cuma ngebaca buku.

"Iryana, ayo ikuti saya."

Shit. Pasti abis ini gue dijadiin gosip sama-sama manusia dakjal disini.
Lagian, kenapa Kak Nandra hobi banget manggil gue disaat pratikum gini sih?

____


"Kamu menghindari saya ya?"

Tanpa basa basi Kak Nandra ngomong gitu setelah kita sampai diruangan pribadi dia.

Iya, gue emang menghindari Kak Nandra akhir-akhir ini.
Selain karena status hubungan kita nggak jelas, gue juga ngga mau rasa sayang gue makin besar kalau terus deket sama dia.

Gue udah nggak bisa denial lagi. Gue nggak bisa nyangkal kalai hati gue emang udah jatuh sama dia.
Gaya bicaranya, wajahnya, perlakuan dia ke gue membuat rasa sayang itu timbul.

"Kenapa? kenapa kamu menghindari kakak?" tanya Kak Nandra karena gue daritadi masih diem aja.

"Aku nggak menghindar, kakak kan tahu aku lagi sibuk buat skripsi."

Mata Kak Nandra terus menatap gue.
Gue juga mencoba tetap tenang.

"Apa ada hubungannya sama Anggun?"

Gue yang mendengar nama cewe itu pun langsung natap matanya Kak Nandra.

"Enggak." bohong gue senatural mungkin.

"Kamu jangan bikin kakak bingung, Ira."

Gue tertawa seketika mendengar ucapan Kak Nandra.
Bikin dia bingung? bukannya gue yang seharusnya bilang gitu?

"Kak," gue menarik napas. "Aku nggak pernah bikin kakak bingung, justru seharusnya aku yang ngomong gitu ke Kakak."

"Ra, kok kam-"

"Diem dulu aku belum selesai," celah gue. "Kakak sadar nggak setahun lebih belakangan ini hubungan kita itu nggak sehat. Aku sebenarnya ngga pengen bilang ini, tapi aku juga cewe kak. Aku punya perasaan. Semua orang disekitar aku pada bilang aku dan kakak layaknya seorang pasangan."

Kak Nandra menatap gue. Tapi dia masih bergeming. Gue melanjutkan omongan gue.

"Bukannya aku pernah bilang waktu itu? aku nanya ke kakak kita ini apa. Tapi kakak selalu ngelak dan nggak pernah ngasih aku kepastian."

"Jadi kak, ini jalan yang aku pilih. Ayo kita selesaikan semua ini sebelum semakin jauh. Sebelum aku terlalu sayang sama Kakak."

"Ra, tapi kakak seb-"

Tanpa menghiraukan ucapan Kak Nandra kaki gue melangkah maju.
Meninggalkan dia dengan pikirannya sendiri.

Gue sakit sebenarnya ngomong semua itu sama dia. Tapi gue rasa satu tahun udah sangat cukup untuk membuat gue menjadi cewe bodoh.

Memang seharusnya gue nggak jatuh cinta sama Kak Nandra.
Seharusnya perasaan ini nggak tumbuh.

To be continute

Asisten Dokter Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon